Sampai akhirnya tahun 1985, penerbangan pindah ke bandara baru di Cengkareng. Sejak itu kami berpisah dengan bandara Kemayoran.
Hebohnya foto udara segar di Kemayoran kemarin membawa ingatan saya melayang pada Bandara Kemayoran di tahun 80an. Masa itu, karena ayah saya tugas belajar di Yogkarta, kami sekeluarga secara periodik mengunjungi kota itu. Kami biasanya naik Pelita Air Service. Pesawat milik perusahaan yang hanya terbang Jakarta-Palembang pergi-pulang pada hari Senin dan Kamis.
Karena Pelita bukan pesawat komersil, pesawat itu sering delay. Saat-saat delay dan terpaksa menunggu lama di bandara Kemayoran selalu menyenangkan buat saya. Ada televisi yang selalu memutar film kartun Disney dan Hanna Barbera. Masih ditambah bentuk bandara masa itu yang memungkinkan kita melihat semua pesawat yang ada di bandara.
Di bandara Kemayoran bahkan pesawat-pesawat antik masih berjajar rapi.
Kakak saya sebagai penyuka pesawat akan menjelaskan satu persatu pesawat yang ada. Mulai pesawat tua berbaling-baling, DC3 yang sudah mangkrak, hingga F28 yang kami naiki. Serta pesawat Vickers Viscount milik maskapai lain.
Sampai akhirnya tahun 1985, penerbangan pindah ke bandara baru di Cengkareng. Sejak itu kami berpisah dengan bandara Kemayoran. Meski saya tetap penumpang tetap Pelita sepanjang SMA dan kuliah di Solo.
Saya ingat setiap mengurus tiket Pelita, kami harus ke bagian Pasasi di kantor Pusat Pertamina. Saya belakangan baru ngeh bila kata pasasi itu berawal dari kata 'passage'.
Tahun 1985 itu pula saya pertama kali menjejakkan kaki di Bandara Cengkareng dan kagum pada 'belalai' yang belakangan disebut garbarata. Saya ingat tiket Garuda jurusan Yogyakarta-Palembang dengan transit di Cengkareng saat itu 101K. Membuat ibu saya mengatakan Pelita is the best, meski sering delayed.
#vkd
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews