Jangan lagi glorifikasi membuat anak-anak berbakat menjadi 'nyangkut' di tahap pertama, dan membuat mereka tidak bisa menambah keahliannya.
Menurut Umar bin Khattab, ada tiga tahapan yang akan dilalui oleh penuntut ilmu. Tahap pertama adalah pada awal belajar, yaitu tahap sombong. Ketika baru mengenal 'kulit' dari suatu ilmu, seseorang menganggap bahwa dia sudah 'tercerahkan' akan ilmu. Dia menganggap orang lain tidak seperti dia. Makanya orang-orang yang 'newbie', justru malah sok-sokan.
Tahap kedua adalah tahap merunduk. Semakin lama orang belajar, dia menyadari bahwa banyak orang yang lebih ahli. Banyak ilmu yang masih harus dia dalami. Maka dia menjadi rendah hati, seperti falsafah padi 'semakin berisi, semakin merunduk'. Dia semakin membuka diri terhadap sumber-sumber ilmu.
Tahap ketiga adalah tahap merasa kecil. Ini kelanjutan dari tahap kedua, semakin dia menyadari bahwa ilmu itu banyak dan masih terus berkembang. Dia tak lagi menganggap dirinya lebih tahu dari yang lain. Dia merasa dirinya hanya sebutir pasir di pantai, jika dibandingkan bidang ilmu yang dipelajarinya. Sehingga dia akan selalu mawas diri dan meningkatkan kemampuannya. Tidak mau sembarang berbicara lagi, sekalipun dia adalah yang paling ahli. Dia memilih terus belajar dan berkarya.
Kebiasaan kita adalah memviralkan sesuatu yang 'wow'. Meminjam istilah bahasa Jawa, kita 'gumun' terhadap suatu hal yang hebat.
Terutama ketika seseorang yang masih muda melakukan hal-hal yang luar biasa di usianya. Kebiasaan ini yang kita sebut sebagai glorifikasi.
Ironisnya, kebiasaan ini dapat 'membunuh' tahapan belajar. Seringnya adalah kebiasaan glorifikasi ini membuat orang menjadi sombong, karena merasa dirinya sudah diakui, merasa dirinya sudah hebat. Orang tersebut jadi berhenti di tahapan pertama belajar, yaitu 'merasa besar', dan oleh karenanya menolak untuk terus mengembangkan diri sehingga ini membuat kemampuannya stagnan.
Lihat saja bagaimana media kita sering membuat atlet muda yang baru menang sekali di turnamen menjadi selebriti. Padahal, atlet ini baru berada di tahap pertama, dan kebetulan menjadi pemenang dalam prosesnya itu. Atlet ini menjadi sombong, kemudian dia terdistraksi dari proses belajarnya karena merasa sudah dianggap 'keren'. Ujung-ujungnya ya jadi melempem, tidak bisa terus berprestasi.
Intinya adalah bagaimana sekarang kita mengarahkan anak-anak berbakat untuk melewati tahap pertama belajar, dan bisa masuk ke tahap kedua dan ketiga.
Jangan lagi glorifikasi membuat anak-anak berbakat menjadi 'nyangkut' di tahap pertama, dan membuat mereka tidak bisa menambah keahliannya.
**
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews