Membangun Jembatan Itu

Dari pengalaman membangun platform digital itu, saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa yang kami bangun sama-sama itu adalah sebuah jembatan, tidak lebih.

Senin, 5 Oktober 2020 | 07:13 WIB
0
283
Membangun Jembatan Itu
Kantor Arkademi yang baru (Foto

Never surrender!

Demikian tagar yang biasa saya gunakan di medsos khususnya Facebook saat saya mulai mengembangkan Kompasiana sebagai portal blog sosial yang kini menjadi terbesar di negeri ini.

Mengapa tagar itu yang saya pakai, lebih untuk memotivasi diri sekaligus pengingat (self reminder) bahwa saya tidak boleh lekas menyerah menghadapi tantangan dalam berkarya. Fokus terhadap apa yang saya kerjakan, dengarkan baik-baik kritik dan saran, jangan baper terhadap hinaan.

Maklum, tidak mudah membuat media baru di jantung media lama yang kala itu sudah sangat mapan dan menjadi "market leader". Tentu saja tentangan datang dari kolega seatap yang boleh jadi sampai saat ini belum tersadarkan akan keniscayaan baru dalam dunia media, meski ada beberapa di antaranya menaruh simpati atas apa yang saya kembangkan.

Itu cerita lama. Apa saya harus melupakannya, apa saya harus bilang "Je finnirai par l'oublier" seperti kepada mantan: saya harus mengakhirinya dengan cara melupakannya?

Baca Juga: Rahasia yang Belum Terungkap, Kompasiana Nyaris Tinggal Nama

Tidak, ternyata saya lebih percaya kepada guru jurnalistik sendiri, Pak Swantoro, yang menulis buku "Masa Lalu Selalu Aktual", bahwa saya tidak boleh melupakan masa lalu. Bukankah sia-sia mengingat masa lalu yang tidak akan pernah kembali? Benar, kalau prinsipnya seperti itu buat apa bercita-cita tentang masa depan yang belum tentu akan tiba?

Jadi, tiga dimensi waktu -masa lalu, kini, akan datang- menyatu dalam linimasa hidup saya. Semua menjadi kekayaan tak ternilai, sebab dari masa lalu saya belajar tentang kegagalan. Saat ini saya mengerjakan apa yang sekiranya bisa saya kerjakan. Saya masih punya cita-cita ke depan, tetapi fokus kepada apa yang saya hadapi sekarang.

Saya tidak pernah kapok berkarya dalam dunia yang saya yakini menjadi kemampuan saya. Jatuh-bangun itu biasa dalam berusaha. Belajar dari kegagalan itu kuncinya. Tidak ada barang yang sekali jadi lalu sempurna.

Kini arkademi.com yang kami kembangkan sama-sama sudah bertumbuh menjadi perusahaan digital rintisan berprospek cerah ke depan. Kecukupan modal sudah sangat melegakan apalagi dua investor Amerika sudah masuk, kapasitas mesin tinggal diperbesar saja agar bisa lebih cepat melaju di lintasan kompetisi.

Dari pengalaman membangun platform digital itu, saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa yang kami bangun sama-sama itu adalah sebuah jembatan, tidak lebih. Jembatan yang menghubungkan antarpengguna: penjual dengan pembeli, guru dengan murid, restoran dengan pelanggannya, penyelenggara kursus dengan peserta kursus dan seterusnya.

Tugas pertama kamu semua yang berminat dalam usaha digital rintisan: temukan segera jembatan itu!

***