Sketsa Harian [58] Perusahaan yang Bertanggung Jawab

Tidak ada kata terlambat untuk kebaikan, apalagi perusahaan sudah profit; bukan sekadar menggaji karyawannya setiap bulan, tetapi memikirkan masa tua dan masa pensiun karyawan.

Selasa, 7 April 2020 | 08:20 WIB
0
561
Sketsa Harian [58] Perusahaan yang Bertanggung Jawab
Formulir DPKG (Foto: Dok . pribadi)

Beberapa hari lalu saya mendapat formulir dari DPKG, Dana Pensiunan Kompas Gramedia, yang intinya saya harus segera mengisi formulir itu dengan data terbaru. Formulir kosong itu dibagikan setiap tahun, disisipkan bersama laporan wajib pajak, wajib diisi dan dikembalikan ke Sekretariat DPKG di Palmerah.

Oh ya, sebagai pensiunan, saya bayar pajak di mana pengelola dana pensiunan memotongnya terlebih dahulu sebelum hak pensiunan saya terima setiap bulannya. Jadi meski saya mantan karyawan swasta, saya bisa menikmati gaji bulanan sebagaimana pensiunan PNS.

Kembali ke formulir yang harus diisi, saya dengan sepenuh hati mengisi data-data berupa alamat rumah terkini, nomor HP baru (siapa tahu berubah atau punya nomor HP baru), orang terdekat yang bisa dihubungi, dan seterusnya.

Tujuannya baik, sebab orang pensiunan rawan pindah-pindah tempat tinggal. Semata-mata persoalan taktis saja, misalnya menjual rumah yang di Jabodetabek (karena nilainya tinggi) untuk ditukar guling dengan rumah di kampungnya yang lebih luas, plus kebun atau sawah, yang bisa menunjuang kehidupannya di saat pensiun. Intinya alamat rumah baru harus terdata.

Mengapa saya menulis informasi ecek-ecek yang sangat pribadi sifatnya? Tidak lain justru di saat istilah WFH, Work From Home, menjadi kosa-kata baru di mana orang bisa bekerja dari rumah. Lha iya kalau yang pekerja kantoran (negeri maupun swasta), kalau yang pekerja harian, tukang dagang dan.... para pensiunan!?

Alhamdulillah, pensiunan seperti saya, ya ga harus melakukan WFH, namanya pensiun 'kan bisa berarti cuma leyeh-leyeh saja (the art of doing nothing), sementara gaji pensiunan dijamin datang setiap bulan, cukup membuat dapur ngebul selama sebulan penuh.

Sebentar, Bro... sampai di sini saya harus berterima kasih kepada PT KMN, perusahaan yang menaungi Harian Kompas di mana saya menghabiskan hidup di sana selama kurang lebih 26 tahun sebelum menyatakan pensiun dini di awal Januari 2017 (lebih dari 3 tahun lalu).

Tetapi senyampang dengan itu, saya teringat para pensiunan dari unit lain dalam payung yang sama, jangan jauh-jauhlah dengan para pensiunan karyawan Kompas.com yang bernaung di bawah PT KCM. Apakah mereka juga mendapat tunjangan pensiunan bulanan yang sama dengan PT KMN? Harapan saya, semoga...

Saya hanya berdo'a semoga mereka bisa mendapatkan hal yang sama, sebab meski di bawah koorporasi yang sama (Group KG), kebijakan unit-unit usaha bisa berbeda-beda dalam hal gaji, tunjangan, termasuk pensiunan! Di sana selain ada unit Kompas.com, harian Kompas, juga ada Pers Daerah, KompasTV, Penerbitan, dll.

Kalau ternyata para pensiunan Kompas.com tidak mendapat tunjangan bulanan dan tunjangan hanya berupa "golden shake hand" (yang pasti bisa langsung amblas kalau ga bisa mengelolanya), saya kok teringat para sesepuh Kompas.com (bahkan karyawan awal) yang kini dalam masa-masa WFH tanpa tunjangan pensiunan tetap setiap bulannya.

Sudah pasti tulisan ini sangat tidak populer di mata para pendiri KG, tetapi setidak-tidaknya bisa mengetuk hati para top manajemen agar bisa mengikuti langkah PT KMN dengan unit Redaksi Harian Kompas di dalamnya.

Caranya bagaimana? Dulu gaji saya, sebagai karyawan, otomatis dipotong 25 persen (angkanya saya lupa) sebagai tunjangan pajak plus hari tua, yang kelak akan dikembalikan setelah karyawan pensiun. Setelah pensiun, saya tinggal menikmati uang/tunjangan pensiunan yang sejatinya uang saya juga. Itulah yang saya nikmati sekarang ini.

Tidak ada kata terlambat untuk kebaikan, apalagi kalau perusahaan seperti PT KCM sudah profit; bukan sekadar menggaji karyawannya setiap bulan, tetapi memikirkan masa tua dan masa pensiun karyawan. Mereka bisa meniru langkah saudara tuanya, yaitu PT KMN, tetapi bisa dengan cara lain; misalnya bekerja sama dengan perusahaan asuransi penyedia dana pensiun.

Prosesnya sama seperti perusahaan membayar BPJS bagi karyawannya, yaitu gaji karyawan dipotong (tentu setelah dinaikkan sebelumnya), perusahaan kemudian membayar premi asuransi. Nah, saat para karyawan Kompas.com pensiun, mereka mendapat hak pensiun yang dibayar setiap bulannya dari perusahaan asuransi.

Memang tulisan ini kenanya akan sangat tidak populer dan mungkin sebentar lagi ada dari top manajemen KG yang menelpon saya untuk ngajak ngupi-ngupi. Tapi di masa virus corona masih merajalela seperti ini saya membatasi interaksi secara komunal, saya memilih STHWL... Stay At Home With Love.

PEPIH NUGRAHA

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [57] "The Power of Viral"