Sketsa Harian [57] "The Power of Viral"

"News peg" sebenarnya peristiwa terkini yang sedang sedang dipercakapkan banyak orang. Corona virus sudah tak terbantahkan menjadi pusat perhatian dunia.

Rabu, 25 Maret 2020 | 08:13 WIB
0
497
Sketsa Harian [57] "The Power of Viral"
Maulana M. Syuhada (Foto: Dok. pribadi)

Beberapa hari lalu sebuah pesan WA masuk, dari mas Maulana M. Syuhada, anak muda yang sudah saya anggap sebagai teman meski baru sekali bertemu saat ia menggagas film dokumenter kolaboratif tentang angklung, saat saya masih bekerja di Harian Kompas. Saat itu saya sedang mengelola dan mengembangkan Kompasiana.

Almarhum Taufik H. Mihardja, mantan boss saya yang kini sudah tiada (doa untuknya), memuji tulisan-tulisan Mas Maulana di Kompasiana yang -dalam bahasa sekarang- termasuk viral saat itu. Satu tulisannya dibaca puluhan bahkan ratusan ribu orang.

Pesan di WA mengabarkan bahwa ia telah membuat akun di PepNews.com, situs pembawa berita bahagia/optimistis ("Pep" dalam bahasa Inggris artinya "happy" atau bahagia) yang saya kelola dengan sepenuh hati, juga telah membuat sekaligus menayangkan satu tulisan. Oiya... Di PepNews berlaku dua cara penayangan; bisa langsung tayang atau dimoderasi terlebih dahulu melalui editor. Siapa editornya? Ya, saya sendirilah!

Terhadap artikel yang tayang langsung, editor kemudian memberi "teaser", yaitu kalimat pertama di bawah judul, sebab jika ditayangkan langsung sudah pasti tanpa "teaser" itu. Editorlah yang kemudian memberi "teaser" sebagai penggoda agar pembaca meneruskan bacaannya ke tubuh tulisan.

Sedangkan yang dimoderasi lewat editor, tulisan tidak langsung tayang, menunggu editor punya waktu hahaha... Tetapi, tulisan dijamin sudah kena poles, minimal judul yang disesuaikan dan penambahan "teaser" itu tadi. Saya ingin "perfect" dalam menayangkan sebuah tulisan. Seorang penulis, Anto Kasihanto, menyebut saya "tukang bengkel" dalam urusan menulis. Ada benarnya, hahaha...

Saya membaca judul tulisan Mas Maulana "Egoisme dalam Beragama". Saya baca dengan cermat sampai tamat dan judul itu sudah sesuai. Judul yang beraroma opini dan tak perlu saya ubah. Uniknya, belum sempat saya share, tulisan itu sudah menyebar dan saat tulisan ini ditayangkan, yang membaca tulisan itu sudah mencapai 50.000-an, jumlah yang "sangat" banyak untuk ukuran PepNews. Ia kini menempati peringkat kedua tulisan terpopuler di bawah tulisan mas Jimbon Seal tentang Anies Baswedan.

Berkali-kali saya ajarkan dalam ruang-ruang belajar fisik maupun virtual, bahwa opini/artikel yang memungkinkan dibaca orang itu yang memiliki "cantelan" yang kuat dengan peristiwa yang sedang menjadi pusat perhatian orang. Dunia jurnalistik menyebutnya "news peg", jangkar berita.

"News peg" sebenarnya peristiwa terkini yang sedang sedang dipercakapkan banyak orang. Corona virus sudah tak terbantahkan menjadi pusat perhatian dunia. Tetapi, apa fenomena dari sekadar mewabahnya virus corona? Bukan sekadar virus "an sich" itu sendiri, melainkan merembet ke urusan keyakinan, ke agama, ke kepemimpinan, dan seterusnya.

Penulis seperti Mas Syuhada menangkap, ada fenomena yang luar biasa menarik dari "sekadar" virus corona, yaitu beragama dan berkeyakinan kepada "Yang Maha Segalanya" itu.

Bahwa kemudian ia menulis judul yang datar tapi menohok, "Egoisme dalam Beragama", itu karena ia punya data referensi yang memadai, sehingga ia menyimpulkan judul itulah yang digunakan. Hasilnya, tulisan itu memang menjadi viral.

Yang ingin saya katakan dalam tulisan singkat ini, menulis butuh ketelitian dan kecakapan dalam menangkap isu, terutama mengolah dan menuliskannya. Di sisi lain bagi pengelola situs web opini/artikel seperti PepNews yang ditulis warga biasa yang bukan wartawan arus utama (kecuali wartawan arus utama yang memang berkhidmat menulis di PepNews), perlu kesabaran luar biasa dengan tingkat yang kadang sulit dicerna akal.

Bayangkan, sebagian besar waktu sehari-hari saya gunakan untuk memelototi PepNews dengan para penulis di dalamnya, selebihnya waktu saya didekasikan untuk menulis (pro), mengajar menulis di berbagai tempat dan tentu saja berdoa kepada "Yang Maha Segalanya" itu.

Kalau Anda bertanya mengenai ukuran kebahagiaan dalam bekerja dan berkehidupan kepada saya, jawaban saya adalah: apa yang saya kerjakan sehari-hari itu!

Dengan cara itulah saya berbahagia.

Terlebih lagi, saya seorang pengsiunan, bukan?

PEPIH NUGRAHA

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [56] Takdir Sebuah Tulisan