Sanksi Penunggak BPJS Kesehatan Jangan Hanya pada Layanan Publik

Dengan sanksi tegas, diharapkan adanya kesadaran bahwa untuk menerima hak layanan BPJS Kesehatan harus memenuhi kewajiban membayar iuran gotong royong secara rutin.

Rabu, 9 Oktober 2019 | 10:19 WIB
0
446
Sanksi Penunggak BPJS Kesehatan Jangan Hanya pada Layanan Publik
KIS (Foto: Futuready)

Tingkat kepatuhan membayar peserta mandiri BPJS Kesehatan hanya berkisar 50 persen. Ada sekitar 32 juta peserta namun yang membayar iuran secara rutin hanya 16 juta. Pemerintah sedang menyiapkan aturan tentang sanksi bagi para penunggak yaitu dengan pembatasan layanan publik seperti perpanjangan SIM, pembuatan paspor dan IMB. Namun sebaiknya sanksi penunggak BPJS Kesehatan jangan hanya pada layanan publik.

Asuransi

Harus dipahami bahwa BPJS Kesehatan adalah asuransi kesehatan yang dibuat oleh pemerintah agar seluruh rakyat Indonesia bisa menikmati layanan kesehatan. Diharapkan tidak ada lagi istilah “orang miskin dilarang sakit”

Namun yang terjadi adalah terutama di peserta mandiri. Mereka hanya membayar iuran ketika membutuhkan layanan BPJS Kesehatan. Padahal jika kita mengambil asuransi kesehatan swasta, terlambat membayar bisa menyebabkan asuransi kita hangus dan tidak bisa digunakan kembali.

BPJS Kesehatan jika dibandingkan dengan asuransi swasta sebenarnya bertarif sangat murah dengan jaminan yang sangat luas.

Prinsip gotong royong yang sebenarnya bagus dimanfaatkan oleh oknum-oknum penunggak iuran sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit yang mengancam keberlangsungan BPJS Kesehatan.

Defisit BPJS Kesehatan

Memang defisit BPJS Kesehatan bukan hanya terjadi akibat tunggakan iuran. Namun juga karena iuran yang belum sesuai dengan risiko yang ditanggung. Seperti iuran untuk kelas 3 yang seharusnya sekitar 50 ribuan namun hanya 25 ribu sekarang ini.

Selain itu ditemukan juga kenakalan pihak rumah sakit yang membuat tagihan yang tidak sesuai. Menambah lagi defisit yang harus ditanggung oleh program BPJS Kesehatan.

Defisit ini menyebabkan adanya wacana meningkatkan iuran yang mencapai 100 persen. Saya pribadi tidak berkeberatan asalkan memang segala sumber defisit juga diperbaiki.

Bagaimana pencegahan agar tidak terjadi penagihan nakal, peningkatan efisiensi penyelenggara BPJS Kesehatan dan sanksi tegas bagi para penunggak iuran.

Sanksi Tegas

Melihat aturan sekarang di mana para penunggak iuran menurut Peraturan Presiden No.28 Tahun 2016 yang mengatur sanksi bagi peserta yang telat bayar iuran lebih dari sebulan yaitu penjaminan kepada peserta dihentikan sementara Penjaminan akan aktif kembali setelah peserta melunasi semua tunggakan dan membayar iuran pada bulan berjalan.

Namun, apabila dalam rentang waktu 45 hari setelah status ke pesertaan aktif dan peserta membutuhkan pelayanan rawat inap yang dijamin BPJS Kesehatan, dikenakan denda 2,5 persen dari total diagnosis akhir dikali jumlah bulan tertunggak.

Artinya secara garis besar penunggak iuran hanya perlu membayar denda untuk kembali mendapatkan layanan BPJS Kesehatan. Setelah dilayani? Balik ke kesadaran masing-masing.

Karena melihat modus yang terjadi sekarang , para penunggak hanya membayar atau mendaftar ketika membutuhkan layanan BPJS Kesehatan. Layanan yang nilai iurannya walau telah ditambah denda masih jauh lebih murah dibanding dengan membayar langsung ke rumah sakit.

Seharusnya penunggak iuran dibekukan layanannya minimal 1 tahun dan tetap harus membayar denda jika pada tahun berikutnya mau layanan BPJS Kesehatan mereka aktif kembali.

Dengan sanksi tegas, diharapkan adanya kesadaran bahwa untuk menerima hak layanan BPJS Kesehatan harus memenuhi kewajiban membayar iuran gotong royong secara rutin.

Ronald Wan

***