Ketika Para Arkeolog Mencari Nabi Musa

Para arkeolog berkesimpulan, Musa bukanlah figur sejarah. Ia hanya tokoh yang tercatat dalam kitab suci sebagai kisah untuk pengajaran moral saja. Kisah eksodus itu tak pernah terjadi.

Rabu, 7 Agustus 2019 | 06:12 WIB
0
1107
Ketika Para Arkeolog Mencari Nabi Musa
Ilustrasi Musa (Foto: Marturia.org)

Washington Post, 10 Desember 2014, menurunkan tulisan yang provokatif: Apakah Nabi Musa itu benar-benar ada dalam sejarah? “Was Moses Real?”

Apakah Nabi Musa tokoh yang keberadaannya memang dapat dilacak dalam dokumen sejarah? Dan kisahnya dibenarkan oleh riset para arkeolog?

Tulisan itu merespon Holywood yang membuat film tentang Nabi Musa. Yang terbaru saat tulisan itu dibuat film dibintangi Christian Bale. Judulnya Exodus: Gods and Kings, 2014.

Sebelumnya yang paling fenomenal: Ten Commandment yang dibintangi Charlton Heston dan Yul Breynner di tahun 1956. Banyak lagi film layar lebar dan serial mini seri TV soal Nabi Musa di luar itu.

Tulis Washington Post, kisah Nabi Musa hanya ditemukan di kitab suci saja. Namun tak ada dokumen sejarah ataupun temuan arkeolog yang membenarkan keberadaan Nabi Musa.

Baik para sejarahwan dan arkeolog melacak figur Nabi Musa dari dokumen di luar kitab suci. Diselidiki kisah nabi Musa pada sejarah Firaun yang memang ada.

Dari aneka kisah kitab suci, Nabi Musa diduga hidup di era Firaun Rameses II, sekitar tahun 1303-1203 sebelum masehi. Ini era seribu tahun sebelum lahirnya Nabi Isa (Yesus). Atau sekitar 1.800 tahun sebelum lahirnya Nabi Muhammad.

Dokumen sejarah memang menemukan figur Rameses II. Juga ditemukan pula kisah firaun sebelum dan sesudahnya. Namun tak ada sedikitpun catatan mengenai tokoh Nabi Musa. Agak mengherankan jika tokoh sebesar Nabi Musa, dan peristiwa sebesar eksodus, yang begitu mengguncangkan, tak tercatat dalam dokumen sejarah di luar kitab suci.

Para arkeolog mencari kisah eksodus dengan menggali situs. Eksodus penduduk Yahudi dari Mesir, yang dipimpin Nabi Musa menuju laut merah, dapat dilacak aneka rutenya. Itu perjalanan panjang dan menyertakan begitu banyak orang.

Baca Juga: Kisah Nabi Musa Menasihati Fir’aun

Rute itu digali. Namun tak ditemukan jejak bahwa rute itu pernah dilalui begitu banyak orang di tahun sebelum seribu masehi. Tak ada bekas peninggalan, misalnya tempat makanan, tempat berteduh, atau benda lain.

Puluhan tahun arkeolog mencari. Puluhan riset sudah dilakukan. Begitu banyak penggalian sudah dibuat.

Para arkeolog berkesimpulan, Musa bukanlah figur sejarah. Ia hanya tokoh yang tercatat dalam kitab suci sebagai kisah untuk pengajaran moral saja. Kisah eksodus itu tak pernah terjadi. Data sejarah dan riset arkeologi tak mendukung keberadaan kisah eksodus dan Nabi Musa.

**

Tentu saja kesimpulan aneka ekspedisi para arkeolog itu kontroversial. Terjadi pro dan kontra tak hanya di kalangan ilmuwan. Jauh lebih banyak pihak yang kontra datang dari para agamawan.

Kisah Nabi Musa itu sangat sentral tak hanya bagi pemeluk Yudaisme. Tapi juga diyakini sebagai bagian dari iman kaum kristen dan Muslim. Pro dan kontra berlanjut hingga hari ini.

Sayapun teringat perjalanan saya ke Mesir, tahun 2002. Ketika melakukan perjalanan itu, saya baru saja selesai sekolah lulus Ph.D di Amerika Serikat. Dengan kuliah S2 di Pittsburgh dan S3 di Columbus, Ohio, total tujuh tahun saya hidup di negeri Paman Sam.

Selama masa itu, sudah lama saya juga membaca aneka kisah Biblical Archeology. Banyak buku di perpustakaan universitas di Amerika Serikat menulis kisah itu. Tentu saja buku serupa tak pernah saya temukan ketika di Indonesia.

Apa itu Biblical Archeology? Ini jenis ilmu arkeologi yang khusus meneliti sisi sejarah dari aneka kisah di injil. Tulisan provokatif yang diturunkan Washington Post itu sudah pernah saya baca.

Sungguh tergetar hati saya ketika tiba di Kairo. Dari Kairo saya menuju piramid (The Great Pyramid of Giza), berjarak sekitar 23-24 Km. Jarak tempuh dengan kendaraan mobil sekitar setengah jam.

Saya tergetar karena imajinasi saya sendiri. Saya seolah napak tilas kepada salah satu peradaban paling tua dalam sejarah.

Piramid itu bukan saja bagian paling kuno dari tujuh keajaiban dunia. Bukan saja ia pernah menjadi bangunan paling tinggi yang dibuat manusia sebelum berdirinya gereja Lincoln di Inggris tahun 1311.

Tapi piramida itu ikut memulai kisah soal alam gaib dan kematian. Bangunan itu berdiri tahun 2580-2560 sebelum masehi.

Para raja, kaum cerdik dan leluhur di sana sudah mewacanakan makna hidup 2000 tahun sebelum para filsuf generasi Socrates, Plato dan Aristoteles di Yunani lahir. Mereka sudah menyentuh fenomena yang gaib, 2500 tahun sebelum lahirnya Nabi Isa dan 3000 tahun sebelum lahirmya Nabi Muhammad.

Baca Juga: Sejarah Nabi Musa Dijadikan Motivasi untuk Berburu Kekuasaan

Dari kejauhan ketika bangunan itu nampak mata, getaran di hati saya semakin berdegub. Inilah kuburan paling tinggi yang pernah dibuat sejarah. Inilah ritual kematian yang paling fenomenal yang pernah ditemukan. Bangunan sebesar ini didirikan dengan motif mengabadikan jasad firaun.

Tinggi piramid Giza 146,7 meter. Lebar sekitar 230,34 meter. Ia dibangun dari 2,3 juta batu. Jika ditimbang, berat total batu untuk piramid itu sekitar 5,9 juta ton. Diperkirakan piramid Giza dibangun sekitar 20 tahun. Satu hari dikerahkan begitu banyak pekerja memindahkan dan menumpuk batu sekitar rata rata 800 ton.

Ketika menatap Piramida, saya merenung. Cucu dari Firaun yang dimakamkan di piramida itu, kemudian hari dikisahkan bersentuhan dengan Nabi Musa.

**

Tak hanya menatap langsung piramid itu yang berkesan dalam. Namun percakapan pulang dan pergi dari Kairo menuju piramid itu juga sangat mengesankan. Beruntung saya ditemani pemandu yang sangat fasih bicara soal Firaun dan sejarahnya.

Kami bercakap soal historicity kisah Firaun dan Nabi Musa. Kami mendiskusikan pula efek temuan arkeologi dengan iman agama.

Yang menarik, kisah Nabi Musa ketika bayi ada kemiripan dengan Raja Akkadian dari peradaban Sumariah bernama Sargon. Raja itu hidup di era 2000 tahun sebelum masehi. Raja Sargon hidup sebelum masa Nabi Musa. Cerita soal Sargon ditemukan dalam dokumen sejarah kuno Sumariah.

Ibu Sargon dikisahkan putri istana. Tapi ia hamil di luar menikah. Lahirlah Sargon. Ia disembunyikan dan diselamatkan dalam sebuah keranjang. Lalu keranjang itu dihanyutkan ke dalam sungai.

Bayi itu ditemukan dan diselamatkan oleh seorang perawat kebun bunga, bernama Akki di kota Kish. Dewa Ishtar tergugah. Aneka peristiwa ajaib diciptakan agar Sargon pada akhirnya menjadi Raja.

Terjadi silang pendapat antara ilmuwan. Apakah kisah bayi Raja Sargon ini memberi inspirasi kepada penulis kitab suci Taurat dan Perjanjian Lama?

Era Google membuat semua dokumen itu mudah dilacak dan dibaca. Yang mana yang akhrinya diyakini, itu sepenuhnya kesunyian masing masing individu.

Akankah penemuan ilmiah menghancurkan agama? Saya meyakini agama memiliki seribu nyawa. Ia tak bisa dibunuh oleh temuan ilmiah sehebat apapun.

Katakanlah jika semua arkeolog bersepakat tak ada Nabi Musa dalam sejarah. Katakanlah semua sejarahwan dengan metodelogi ilmu sejarah menyimpulkan tak ditemukan bukti dokumen soal figur Nabi Musa. Agama tetap hidup di hati sebagian manusia.

Keyakinan agama bagi pemeluk setianya tidak dibangun oleh fondasi kebenaran sejarah. Keyakinan agama adalah lompatan iman ke alam metafisika. Ilmu pengetahuan tak pernah sampai ke sana. Alam metafisika tak bisa difalsifikasi.

Tapi memang sisi sejarah dari kitab suci dapat diuji. Hal yang layak direnungkan jika memang kesimpulan ilmu pengetahuan soal sisi sejarah yang ditulis kitab suci ternyata berbeda.

Bagi mereka yang memilih tetap beriman pada agama, dan tetap juga percaya pada ilmu pengetahuan, dapat mengubah interpretasinya atas sisi sejarah agama saja. Keyakinan metafisika atas agama tetap kokoh.

Kini di tahun 2019, banyak sudah perjalanan peradaban yang saya lakukan. Lima benua sudah saya datangi.

Perjalanan ke Mesir tetap tersimpan di ruang khusus memori saya. Bukan saja karena ia perjalanan yang membuat saya bersentuhan dengan sisa peradaban paling tua (2.500 tahun sebelum masehi). Namun ia menjadi simulasi merenungkan titik simpang antara imam agama dan riset ilmu pengetahuan soal kisah sejarah.

Saya pribadi tetap memilih menjadi manusia spiritual. Namun juga membuka mata dan merenungkan aneka temuan ilmu pengetahuan.

Seperti yang dikatakan pepatah itu: “Spritualitas berurusan dengan makna tertinggi kehidupan. Ilmu pengetahuan berurusan dengan pembuktian ranting- ranting kehidupan. Spiritualitas tak memerlukan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tak memerlukan spiritualitas. Tapi manusia yang utuh memerlukan keduanya.”

Saya ada hidup dalam pepatah itu.

Agustus 2019

***

Catatan Perjalanan Denny JA