Tidakkah mereka juga mempertimbangkan bahwa sebenarnya tindakan menggundul dan mengarak ini perlu, untuk mencegah orang lain melakukan pekerjaannya secara tidak profesional.
Para SJW (social justice warrior) yang rame-rame nulis status "Polisi telah melakukan penghinaan pada para guru, udah digunduli lalu show off ke wartawan, kayak maling apa gitu. Apa mereka lupa, dulu dididik guru? Gak mempertimbangkan perasaan mereka banget!"
Para SJW inilah yang juga tidak mempertimbangkan perasaan para orangtua dari 10 anak yang mati karena kesengajaan murni: membiarkan anak seusia 12-13 tahun menempuh sungai berarus deras tanpa pengamanan, tidak mengimbau untuk pakai celana saja daripada rok panjang, sementara para guru asik duduk manis di sekolah, dan ketika diperingatkan warga malah jawab "hidup mati di tangan Tuhan".
Maka, bisa disimpulkan kalau sebenarnya itu bukan kelalaian, itu sudah kesengajaan.
Kesengajaan untuk menempatkan 249 orang yang sudahdipercayakan penuh pada mereka, dalam risiko yang amat berbahaya... Yang mereka pun memilih enggan ikut kawal perjalanannya.
Tidakkah para SJW dan keyboard warrior melihat dari perspektif lain?
Perspektif korban. Bukan perspektif para manusia dewasa yang memilih menantang risiko dengan sesadar-sadarnya.
Manusia yang meremehkan amanah, dan menganggap kepercayaan sebagai barang murah.
Tidakkah mereka juga mempertimbangkan bahwa sebenarnya tindakan menggundul dan mengarak ini perlu, untuk mencegah orang lain melakukan pekerjaannya secara tidak profesional, siapapun itu!
Apalagi kalau karena berpikir: "Ah, hormati saya dong, saya ini guru, maka saya berhak melakukan apapun, dan berhak atas pemaafan jika terjadi kesalahan, karena sekali lagi... Saya ini guru. Siapa yang dulu mengajari kamu?"
PGRI protes kenapa guru diperlakukan demikian dan menyuruh polisi introspeksi.
Kenapa bukan mereka sendiri yang introspeksi bagaimana sampai 10 anak kecil bisa mati sia-sia karena kelakuan anggota mereka? Guru macam apa yang berpikir seolah risiko tak bisa dicegah? Ya guru yang menjawab ke warga "Gapapa, biarin aja siswa saya susur sungai. Kematian di tangan Tuhan!"
Anyway... Saya sebenarnya tidak setuju mereka digunduli. Saya lebih setuju mereka disuruh susur sungai pas musim hujan begini, satu-satu, pakai rok, dan jangan ada yang mengawasi walaupun ada banjir di hulu.
Kalau gitu aja gimana?
Asa Firda Inayah, Pramuka Penegak Laksana, sering susur sungai, kemah di hutan belantara, perjari, jurit malam, dan segala outbound ekstrem. Mantan Dewan Kerja Ambalan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews