Mieke Wijaya, Bung Karno dan Istana Negara

Tiga Dara jelas bukan film yang sesuai idealisme Usmar, namun demi mengisi kas Perfini, maka film musikal bergaya Hollywood ini diproduksi.

Sabtu, 7 Mei 2022 | 06:10 WIB
0
298
Mieke Wijaya, Bung Karno dan Istana Negara
Bung Karno (Foto: Istimewa)

Kepergian Aktris legendaris Mieke Widjaja Selasa (3/5/2022) malam lalu, di usia 82 tahun, meninggalkan banyak kenangan. Tidak hanya pada dedikasinya yang panjang di dunia seni peran, dengan 79 judul film dan 30-an lakon sinetron, namun juga sejarah yang ditorehkannya di panggung budaya Indonesia kontemporer. 

Almarhum Mieke Wijaya terlibat dalam film bersejarah yang ikut mengharumkan Indonesia di dunia internasional sebagai film pertama yang diputar di festival film internasional bergengsi, yakni di Venesia, Italia (1959). Tak hanya dibanggakan secara artistik, film 'Tiga Dara' yang diperankan olehnya juga mendulang sukses secara komersial. 

Tayang perdana ke khalayak, pada 24 Agustus 1957 di Capitol Theatre, di kawasan Pintu Air, Sawah Besar, Jakarta, 'Tiga Dara' bertahan selama delapan (8) minggu di bioskop-bioskop di Indonesia. Bahkan masuk ke beberapa bioskop kelas satu yang berafiliasi dengan AMPAI (American Motion Picture Association of Indonesia), alias asosiasi importir film Hollywood. 

'Tiga Dara' film produksi Perfini dengan biaya Rp2,5 juta meraup pemasukan Rp10 juta dari penjualan tiketnya. Kiprah festivalnya juga tidak main-main 'Tiga Dara' singgah di Festival Film Venesia 1959 dan meraih Tata Musik Terbaik di Festival Film Indonesia 1960.

Pada 20 September 1957, Presiden Soekarno menyelenggarakan penayangan pribadi 'Tiga Dara' di Istana Presidensial di Bogor untuk hari ulang tahun istrinya, Ibu Hartini. Sebagai penggemar film-film Amerika mudah baginya untuk menerima 'Tiga Dara' yang berbau Hollywood itu.

"Saya bangga, ini film Indonesia terbaik yang pernah saya tonton," kata Bung Karno memberikan kesannya, setelah menonton film itu di Istan Bogor bersama artis pendukungnya.  

Pernyataan Bung Karno itu sangat menggembirakan semua yang terlibat dalam pembuatan film musikal gaya Hollywood itu. Utamanya almarhumah Mieke Wijaya, satu di antara pemeran tiga dara itu.   

"Karena Bung Karno adalah pelaku dan penikmat seni yang hebat, maka tidak ada yang berani meragukan penilaian Bung Karno itu, " kata Mieke Wijaya. 

Dalam 'Tiga Dara', Mieke Wijaya bermain bersama Indriati Iskak dan Chitra Dewi. Chitra Dewi wafat Oktober 2008 - setelah menyelesaikan 80 judul film meraih Piala Citra FFI 1979 dan Live Achiefment Awar dari Festival Film Bandung 2017 lalu.  

Sedangkan Idriati Iskak berhenti berakting sejak 1963 setelah menyelesaikan beberapa judul film. Indriati memilih stop main film pada usia 22 tahun, dan meneruskan kuliah hingga meraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia. Indriati Gerald Bernardina, putri Raden Iskak, menikah dengan Maki Perdanakusumah, adik kandung pahlawan Nasional, Halim Perdanakusumah. Selanjutnya dikenal sebagai Indri Maki Ishak. 

Dari perbincangan dengan Indriati Iskak, setelah menonton film Tiga Dara direstorasi ulang, untuk peran sebagai si bungi Neni (di tahun 1956) itu dia dibayar Rp10 ribu, yang setara dengan 10 kali gaji ayahnya dari Angkatan Laut. 

Dibanding Idriarti Iskak, Citra Dewi dan Mieke Wijaya memiliki rentang waktu lebih lama dalam berakting di layar perak.  

Citra Dewi main sejak 1955 (film 'Tamu Agung') hingga 1993 lalu. Dikenal juga sebagai langganan pemeran Ibu bijak, berakting di 80 judul film Indonesia. Sang Dara Sulung ini yang juga menjadi legenda dalam panggung film Indonesia. 

Sedangkan Miecke Marie De Rijder alias Mieke Wijaya yang main di 79 film meraih tiga Piala Citra melalui film 'Gadis Kerudung Putih' (1967), 'Ranjang Pengantin' (1975) dan 'Kembang Semusim' (1981).  

Aktris kelahiran Bandung, 17 Maret 1939 itu, juga pernah dianugerahi ‘Lifetime Achievement Award’ di ajang Festival Film Bandung pada 2011 dan Indonesian Movie Actors Awards di tahun 2015 lalu.

TIGA DARA diproduksi Perfini, sebagai film musikal bergaya Hollywood yang populer kala itu. Banyak pengamat menyebut, film 'Tiga Dara' merupakan hasil kompromi Usmar Ismail, alias proyek untuk cari uang sebagaimana ditulis Damar Juniarto pengamat film pada 11 Agustus 2016 lalu.  

Tiga Dara (1956) adalah film garapan Usmar Ismail setelah 'Darah dan Doa' (1950), 'Enam Djam di Djogdja' (1951), 'Dosa Tak Berampun' (1951), 'Kafedo' (1953), 'Krisis' (1953), 'Lewat Djam Malam' (1954), 'Lagi-Lagi Krisis' (1955) dan 'Tamu Agung' (1955). Dua karya klasik Usmar kemudian direstorasi dan dipertontonkan lagi ke publik. 

Film restorasi 'Lewat Djam Malam' diputar kembali di bioskop pada Juni dan Juli 2012 lalu. Sedangkan 'Tiga Dara' kembali diputar di bioskop 11 Agustus 2016 lalu dan sesudahnya.

Tiga Dara bercerita tentang tiga perempuan bersaudara kandung: Nunung (Chitra Dewi), Nana (Mieke Wijaya) dan Nenny (Indriati Iskak). Ketiganya dibesarkan oleh nenek mereka (Fifi Young) di Jakarta setelah ibu mereka meninggal. 

Sukandar (Hassan Sanusi), sang ayah, hidup dengan mereka. Meski begitu, ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Ia peduli dengan ketiga putrinya, tapi tidak pernah benar-benar punya waktu untuk terlibat dalam kehidupan mereka.

Nunung, selaku anak paling tua, menggantikan peran ibu dalam keluarganya. Ia yang membuatkan teh, memasak, membersihkan rumah. Sedang kedua adiknya, berkebalikan. Nana sangat glamoria identik dengan busana glamor, mobil mewah, dan pesta dansa-dansi ala cha-cha-cha. Nenny tak jauh berbeda. Ia masih belia, gemar bercanda, dan punya kewajiban menyelesaikan sekolah.

Sepintas tampak bahagia, keluarga ini sejatinya dilanda gundah gulana. Nunung tak kunjung punya pacar meski sudah berusia 29 tahun. Nenek takut Nunung tidak bahagia karena menjadi perawan tua, semuanya lantas berkomplot untuk mencarikan Nunung pasangan. 

Pelbagai cara dilakukan, mulai dari mengundang teman-teman kantor sang ayah ke rumah hingga mengajak Nunung ke pesta-pesta Nana. Sayangnya Nunung hanya diam saja. Saat diajak ke pesta, ia malah memilih pulang dengan Herman (Bambang Hermanto), mahasiswa yang menaruh hati kepada Nana.

Pada suatu hari, saat sedang berjalan-jalan, Nunung diserempet skuter hingga jatuh terkilir. Nunung ribut mulut dengan Toto (Rendra Karno), sang pengendara skuter, yang berujung pada umpatan ketus Nunung pada Toto. Karena merasa bersalah, Toto setiap hari datang menjenguk dan membawa bunga. Sikap Nunung sayangnya tak banyak berubah, ia tetap ketus pada Toto. 

Kesempatan inilah yang Nana pakai untuk mendekati Toto. Hubungan mereka berlanjut hingga pada suatu hari Nana mengatakan ia akan menikah dengan Toto. Sang kakak terancam dilangkahi adiknya sendiri, konflik inilah yang menjadi benang pengikat keseluruhan cerita hingga akhir film.

Para pengamat film klasik menyebut, cerita 'Tiga Dara' terinspirasi dari "Three Smart Girls", film komedi musikal Hollywood produksi 1936. 

Pada pertengahan 1950an, kondisi keuangan Perfini sedang serba kekurangan. Selaku pengelola, Usmar Ismail tentu harus bersikap. 

Tiga Dara jelas bukan film yang sesuai idealisme Usmar, namun demi mengisi kas Perfini, maka film musikal bergaya Hollywood ini diproduksi. 

Usmail Ismail berkolaborasi dengan M. Alwi Dahlan saat menyusun naskah 'Tiga Dara', yang diproduksi pada Maret 1956 dengan bantuan dana dari pemerintah. 

Kompromisnya tak sia sia. Film itu meledak di pasar, melahirkan tiga legenda, Citra Dewi, Indriarti Iskak dan Mieke Wijaya yang baru saja berpulang.

***