Luar biasa pesat kemajuan dagangan uda Ali Musa ini. Mentalitas "grit" sebagai panggaleh Minangkabau seperti inilah yang membikin saya tertular mental dagangnya sejak anak-anak baheula.
Dalam bahasa Minangkabau, kata manggaleh artinya berdagang. Panggaleh artinya pedagang.
Di usia SD saat di Riau (Sumatera) baheula, saya udah berdagang. Berdagang es kacang hijau dan tebu iris. Dagangan saya jajakan didalam termos. Ngambil dagangan konsinyasinya dari juragan orang Minang (baca: Padang).
Saya berdagang bareng teman-teman kecil saya. Namanya si Ramli (bocah Minang) dan si Ationg (bocah Tionghoa). Sementara si Benget (bocah Batak) gak suka dagang. Dia teman kami mencuri tebu tetangga malam-malam.
Kalo kami berdagang, ngincernya jika ada baralek (pesta nikah) dan saat pertandingan sepakbola di kampung.
Sangat menyenangkan disaat SD sudah punya duit sendiri. Bakat berdagang saya baheula, memang tertular dari teman Minang dan Tionghoa saya.
Naaah...tadi pagi saat berolahraga ke Bogor, saya sempatkan main sebentar ke Pasar Gunung Batu, Bogor. Ini salah satu pasar yang ikut dinilai sewaktu saya menjadi juri Festival Pasar Jawa Barat 2019.
Saat itu, salah satu pedagang yang sempat saya wawancarai adalah uda Ali Musa. Beliau perantau Minang. Kampung asalnya dari Pariaman. Tadi pagi, saya samperin kedainya untuk bersilaturahmi. Ternyata sekarang beliau udah punya 3 buah kedai. Kedai plastik, kedai produk bambu-gerabah, serta kedai bumbu masak.
Luar biasa pesat kemajuan dagangan uda Ali Musa ini. Mentalitas "grit" sebagai panggaleh Minangkabau seperti inilah yang membikin saya tertular mental dagangnya sejak anak-anak baheula. Dalam mentalitas "grit" ada 4 adonan: hasrat (passion), qana'ah (pickability), makna (meaning) dan kesabaran (perseverance).
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews