Demoga keinginanmu tidak terwujud. Semoga hal-hal tak terduga terjadi di dalam hidupmu. Kiranya, ini harapan yang jauh lebih realistik. Inilah kehidupan dalam segala keutuhannya.
Doanya panjang. Katanya-katanya indah dan berbunga. Semua hal baik ditumpahkan ke dalam kata. Harapannya, hal-hal baik akan menjadi kenyataan, dan hal-hal buruk tak akan pernah terjadi.
Berikanlah aku rejeki banyak
Berikanlah aku jodoh yang baik
Berikanlah aku kesehatan yang terus terjaga
Berikanlah aku umur panjang
Jika mati, berikanlah aku tempat di surga
Jauhkan aku dari orang-orang jahat
Jauhkan aku dari malapetaka dan penderitaan
Inilah pola doa kita sekarang ini. Isinya, tentu saja, sangat tidak sejalan dengan kenyataan. Hidup itu tidak hanya berisi hal-hal baik. Derita dan rasa sakit adalah bagian dari hidup yang tak terhindarkan.
Doa semacam ini menciptakan harapan yang berlebihan tentang kehidupan. Dalam jangka panjang, ini tidak sehat. Orang tak lagi berpijak pada dunia yang kompleks. Orang hidup dalam ilusi yang merusak.
Ilusi ini, lalu, menjadi budaya. Masyarakat menjadi delusional. Mereka tidak lagi berpijak pada kenyataan yang terus bergerak dan berubah. Inilah akar penyebab sakit kolektif yang menghasilkan masyarakat yang menderita.
Sumber derita, sejatinya, adalah harapan yang berlebihan. Hidup punya hukumnya sendiri. Ia tidak akan pernah tunduk pada kehendak manusia. Jika kita menentang ini, kita akan menderita, dan hancur.
Apa yang kita inginkan tak sejalan dengan kenyataan. Di dalam bahasa Jerman, ini disebut sebagai Weltschmerz, yakni rasa sakit dunia. Berulang kali, saya terjebak pada soal ini. Saya yakin, anda pun juga.
Lagi pula, keinginan kita kerap kali sangat egois. Kita rakus. Keinginan adalah bentukan masyarakat, termasuk pola didik dan hubungan sosial kita sejak kecil. Di mata alam semesta, ia tak ada artinya.
Bahkan, jika semua keinginan kita terwujud, malapetaka besar akan terjadi. Sebenarnya, ini sudah terjadi. Alam sudah rusak, karena manusia secara rakus mengejar keinginan dangkalnya. Alam memang memiliki kemampuan memperbaiki dirinya sendiri. Namun, ketika itu terjadi, kita mungkin sudah lama punah.
Jika keinginan kita semuanya tidak terwujud, lalu keinginan siapa yang terwujud? Orang beragama menyebutnya keinginan Tuhan. Yang lain menyebutnya kehendak semesta. Apapun itu, keduanya jelas lebih cerdas dan bijaksana daripada kita. Bukankah begitu?
Tuhan, apapun namanya, jelas lebih cerdas dan bijak daripada manusia. Begitu pula alam semesta. Kehendak dan keputusan mereka jauh lebih baik daripada kehendak dan keputusan manusia. Kerap kali, manusia menjadi rakus dan berpikir sempit. Ini yang merusak dirinya dan alam sekitarnya.
Lalu, apakah kita harus diam saja? Sedikit kecerdasan jelas diperlukan disini. Untuk hidup, kita harus berusaha. Untuk berkembang sebagai manusia, kita juga harus berusaha.
Namun, keinginan dan usaha harus tetap tunduk pada kesadaran. Ia tak boleh membabi buta, lalu merusak segalanya. Keinginan haruslah realistik, yakni berpijak pada dunia sebagaimana adanya. Pada satu titik, kita harus berhenti, berdiam dan membiarkan segalanya berjalan menurut hukum-hukum alam.
Jadi, semoga keinginanmu tidak terwujud. Semoga hal-hal tak terduga terjadi di dalam hidupmu. Kiranya, ini harapan yang jauh lebih realistik, dan menarik. Inilah kehidupan dalam segala keutuhannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews