Namun tentu tidak pantas jika kemudian dibawa-bawa seolah itu gelar resmi. Apalagi jika digunakan untuk menyebarkan disinformasi mengenai pandemi global.
Waktu kecil saya dianggap pintar, meski gedenya jadi tolol juga hahaha. Beberapa orang dewasa yang saya kenal waktu itu sering mengajak ngobrol saya, yang kemudian saya anggap sebagai ajang memamerkan apa yang saya ketahui dari membaca buku-buku. Sewaktu kecil saya memang suka membaca buku, karena bapak saya banyak membelikan buku-buku bagus
Mungkin karena orang-orang dewasa ini menganggap banyak sekali yang saya ketahui, kerap kali saya dipanggil 'profesor'. Saat jam istirahat sekolah, sering saya dipanggil "Prof, ada cerita baru tidak?" oleh guru-guru saya.
Bahkan ketika saya lewat kantor guru dan sedang ada tamu sekolah, saya dipanggil Pak Kepsek untuk ikut bergabung. "Ayo, Prof, sini dulu," panggilnya, sambil kemudian menanya-nanyai saya di depan para tamu (dan itu artinya saya bisa pamer pengetahuan dan bicara, hehehe).
Tapi pada akhirnya, saya dipanggil 'Prof' itu ya sebagai bentuk panggilan tidak resmi. Bukan gelar yang pantas saya pajang di mana-mana, apalagi jika kemudian saya mengklaim jadi ahli ini dan itu. Dan ketika saya jadi lebih tua, SMP, SMA, kuliah, dan sekarang jadi guru, saya tentu tidak menggunakan titel itu. Lha wong saya jadi dosen saja tidak, kok mau jadi profesor!
Mungkin saja maksudnya panggilan 'Dok' sebagai 'panggilan sayang' dari seorang 'ahli-ahlian' itu demikian. Panggilan tidak resmi saja, guyon-guyonan. Mungkin saja dalam kapasitas tertentu, si 'pakar mikrobiologi' ini dianggap pintar oleh kawan-kawan dan keluarganya, sehingga dipanggil dengan sebutan seperti itu.
Namun tentu tidak pantas jika kemudian dibawa-bawa seolah itu gelar resmi. Apalagi jika digunakan untuk menyebarkan disinformasi mengenai pandemi global, yang telah merenggut banyak korban dan harusnya kita hadapi bersama dengan berbekal informasi yang benar.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews