Djiaw Kie Siong juga memiliki pekerjaan sampingan membuat peti mati. Rata-rata pembelinya adalah masyarakat disekitar Karawang, Jawa Barat.
Nama Djiaw Kie Siong mungkin tidaklah familiar di telinga kita. Namun siapa sangka bila ada sosok seorang Tionghoa dibalik kisah jelang kemerdekaan Indonesia.
Bahkan rumahnya menjadi saksi bisu sebuah aksi penculikan terhadap Soekarno dan Mohammad Hatta. Bagaimana bisa?
Jadi sehari sebelum kemerdekaan diproklamirkan, tepatnya 16 Agustus 1945, kedua bapak bangsa itu dibawa oleh pejuang muda berbasis di Rengasdengklok. Beberapa diantara pemuda itu adalah Adam Malik, Sukarni, Jusuf Kunto, Chaerul Saleh dan Sukarni.
Selain Soekarno dan Hatta, Fatmawati serta anaknya yang masih bayi, Guruh Soekarnoputra dibawa ke Rengasdengklok. Pada rencana semula mereka akan ditempatkan di markas PETA (Pembela Tanah Air).
Namun karena tampak mencolok, akhirnya sang proklamator ditempatkan di sebuah rumah berlokasi cukup terpencil dan jauh dari markas PETA, kira-kira berjarak 81 kilometer.
Di rumah itulah naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia disiapkan dan ditulis. Rencananya rumah tersebut bakal jadi tempat pembacaan naskah proklamasi, tetapi diubah dan dipindah ke Jalan Pegangsaan Timur 56.
Walau hanya peristiwa singkat, namun berperan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Sehingga tak heran bila saat ini, pemerintah menjadikan rumah milik Djiaw Kie Song itu dijadikan cagar budaya dan menjadi wisata sejarah.
Agar tidak mengurangi nilai historinya, keaslian lokasi di masa itu sangat dijaga betul. Mulai dari dua kamar hingga ranjang tua dari kayu jati yang digunakan Soekarno dan Hatta untuk beristirahat.
Bangunan plus ruang tamunya juga masih menggunakan lantai ubin terakota yang biasa dipakai untuk rumah keturunan Tionghoa. Hingga kini rumah Djiaw Kie Siong tetap dirawat dan dijaga oleh sang cucunya.
Lalu, sebenarnya siapa Djiaw Kie Siong?
Beliau adalah seorang petani yang juga berladang dengan menanam palawija. Djiaw Kie Siong sendiri diperkirakan lahir pada tahun 1880 di Desa Pacing, Sambo, Karawang.
Profesi tersebut telah digelutinya lebih dari 20 tahun, yakni sejak 1930. Tak kurang dari dua hektar sawah digarapnya dan biasanya ia menanam timun, terong, kacang, dan singkong.
Selain bertani, Djiaw Kie Siong juga memiliki pekerjaan sampingan membuat peti mati. Rata-rata pembelinya adalah masyarakat disekitar Karawang, Jawa Barat.
Pria keturunan Tionghoa Hakka ini, juga pernah tergabung sebagai tentara PETA, dirinya meninggal di tahun 1964 karena sakit paru-paru. Selama hidupnya Djiaw Kie Siong tidaklah sendirian, ia memiliki satu saudara dan sembilan anak dari dua perkawinan.
Sony Kusumo
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews