Pelanggar lalu lintas ini. Ia berteriak, meronta sekuat tenaga ingin memaksakan naluri dan emosi. Ia lupa, ia bukan anak anak lagi yang terkadang emosinya meluap saat kemauannya tak dituruti.
Saya tak sengaja melihat tayangan ini. Saya tertegun merenungi perilaku pengendara motor yang hendak ditilang dan tak bersedia surat-surat kendaraannya ditahan. Jelas sekali ia menolak sekuat tenaga, berteriak dan meronta tanpa malu atas proses hukum yang tengah berjalan.
Sebelumnya, banyak perilaku oknum polisi lalu lintas yang tak terpuji dan diviralkan di sosial media. Namun kali ini giliran perilaku kita, oknum anggota masyarakat yang berprilaku anomali.
Coba lihat video ini. Kita perlu merenung sejenak, mengapa perilaku semacam ini bisa terjadi. Jangan-jangan hal seperti ini banyak terjadi di negeri ini. Banyak dari kita, yang suka cari jalan dengan cara apapun, untuk menghindar saat penegak hukum hendak melakukan proses hukum walau jelas-jelas kita melakukan pelanggaran.
Apakah fenomena semacam ini merupakan fenomena "gunung es" yang sebenarnya menyimpan masalah lebih besar dari yang nampak? Sungguh kita perlu telusuri bersama.
Baca Juga: Di Balik Baju Dinas Polisi Ada Tubuh Manusia Biasa
Kejadian ini bisa jadi hanya ujung kerusakan akibat kesalahan-kesalahan beruntun yang terjadi sejak masa kanak-kanak. Apakah ini akibat lemahnya sosialisasi nilai-nilai luhur yang terjadi dalam keluarga? Jangan-jangan orang tua pada umumnya kurang memberi pelajaran tentang pentingnya taat hukum dalam kehidupan bermasyarakat.
Ataukah kesalahan terjadi juga semasa kita berada dalam pendidikan sekolah karena para guru kurang menekankan pentingnya etika perilaku sosial? Sungguh tak mudah mencari jawabannya.
Saat kita terperangah melihat kejadian semacam ini, banyak orang kemudian membandingkan perilaku kita di tempat umum dengan masyarakat di negara maju. Kita pun membandingkan cara mereka dalam tertib lalu lintas, sopan dalam berkendaraan, rasa malu saat melakukan pelanggaran dan banyak lagi. Mengapa mereka bisa begitu terdidik dan kita tidak?
Agaknya ini perlu menjadi renungan bersama. Jangan-jangan cara pengajaran akhlaq, moral, dan etika di negeri ini tak berhasil karena selama ini terlalu terpaku pada hal-hal simbolis normatif belaka, kurang menekankan substansi. Yang dipentingkan hanya omongan dan tidak ditindak-lanjuti dalam praktek. Akibatnya, wajah kita hanya tampak luar saja yang terbangun, seolah-olah santun, seolah-olah tertib dan alim, namun sejatinya dalamnya keropos.
Lihatlah pelanggar lalu lintas ini. Ia berteriak, meronta sekuat tenaga ingin memaksakan naluri dan emosi. Ia lupa, ia bukan anak anak lagi yang terkadang emosinya meluap saat kemauannya tak dituruti. Orang ini jelas sudah dewasa, tapi perilakunya tak ubahnya anak-anak.
Semoga peristiwa semacam ini menjadi bagian pembelajaran kehidupan berharga agar kita semua bisa instrospeksi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews