Merasa Diri Tak Bersalah, Selain Sombong juga Egois

Sebenarnya kalau mau merenungkan kembali dan tidak menonjolkan sifat egois, manusia terkadang malu dengan dirinya sendiri.

Kamis, 22 Agustus 2019 | 18:29 WIB
0
307
Merasa  Diri Tak Bersalah, Selain Sombong juga Egois
Ilustrasi (Foto: Viva.co.id)

Seringkali seseorang susah atau tidak mau untuk minta maaf karena "merasa" tidak bersalah." Untuk apa meminta maaf, saya merasa tidak bersalah kok dipaksa meminta maaf,saya ga mau," begitulah kalimat yang keluar dari orang yang merasa tidak bersalah.

Kalau seseorang sudah "merasa" tidak bersalah, maka sebenarnya ia menunjukkan sifat "egoisnya" sebagai manusia biasa. Dan ini sering terjadi pada diri seseorang atau kita. Mungkin sebagai bentuk perlawanan dari tekanan yang menyalahkan atau menunyudutkan, maka sebagai bentuk perlawanan mereka mengatakan ia "merasa" tidak bersalah.

Sebenarnya kalau mau merenungkan kembali dan tidak menonjolkan sifat egois, manusia terkadang malu dengan dirinya sendiri. Sifat malu dengan dirinya sendiri itu muncul setelah bertanya dengan "nuraninya". Karena "nurani" merupakan filter yang ada pada diri setiap manusia. Bahkan ketika kita berbohong kepada orang lain, nurani lebih tahu lebih dulu.

Nah, kalau ada ustadz atau penceramah tidak mau meminta maaf karena ia merasa tidak bersalah, maka sejatinya ia kembali kepada sifat asli manusia kebanyakan yaitu egois.

Antara ucapan dan aplikasi berlawanan arah. Harusnya antara ucapan dan aplikasi berbanding lurus. Karena ia sering mengajari jamaah atau masyarakat tentang arti memberi maaf dan meminta maaf.

Kalau meminta maaf kepada yang dianggap musuh dan dalam keyakinannya meminta maaf kepada musuh itu tidak perlu. Kalau ini yang terjadi, maka sejatinya syetan telah bersamanya.

Yang namanya penceramah atau ustadz pasti banyak omong atau bicara dan semakin banyak omong atau bicara, maka potensi salah ucap pasti akan terjadi. Dan begitu juga sebaliknya, kalau sedikit omong atau bicara, maka semakin kecil akan terjadi salah ucap.

Penceramah atau ustadz sering mengajari jamaah atau masyarakat, sampai ia lupa untuk mengajari dirinya sendiri dan terkadang sifat egois itu muncul dan dominan. Kalau sudah begini, ia akan merasa tidak bersalah terhadap apa yang pernah diucapkan di atas mimbar.

***