Lomba Panjat Pinang: Pelecehan yang Dilestarikan

Jika sejarah lomba panjat pinang merupakan peristiwa yang begitu menyakitkan mengapa harus dilestarikan. Ada beberapa kontroversi seputar Panjat Pinang.

Sabtu, 17 Agustus 2019 | 00:26 WIB
0
697
Lomba Panjat Pinang: Pelecehan yang Dilestarikan
ilustr: sidomi.com

Setiap kali peringatan HUT Kemerdekaan RI selalu ada kenangan terkait dengan lomba-lomba dalam rangka peringatan penting tersebut. Setiap tahun, biasanya sekitar selama seminggu sebelum tanggal 17 Agustus, selalu ada lomba-lomba yang diselenggarakan baik oleh sekolah, instansi atau masyarakat di setiap kampung. Salah satu lomba yang paling populer dan seolah dilestarikan adalah lomba Panjat Pinang.

Bentuk dan Cara Lomba Panjat Pinang

Sebuah pohon pinang yang cukup tinggi dan batangnya dilumuri oleh pelumas disiapkan lebih dahulu oleh panitia perlombaan. Di bagian atas atau puncak  batang pohon tersebut disediakan berbagai macam hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah yang ada dengan cara memanjat batang pohon tersebut.

Karena batang pohon tersebut licin (harus telah diberi pelumas), para pemanjat batang pohon sering kali jatuh. Taktik, strategi dan kerja sama para peserta dalam satu kelompok untuk memanjat batang pohon inilah yang biasanya menjadi kunci keberhasilan mengatasi licinnya batang pohon, dan sekaligus menjadi atraksi yang sangat  menarik bagi para penonton. Hadiah yang berhasil diperoleh kemudian dibagikan kepada para peserta masing-masing dalam kelompoknya.

Asal Mula Lomba Panjat Pinang

Lomba Panjat Pinang berasal dari jaman penjajahan Belanda. Lomba ini diadakan oleh orang-orang Belanda apabila sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Para peserta lomba ini adalah orang-orang pribumi. Pada waktu itu hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, susu, teh atau kopi. Selain itu juga terkadang berupa pakaian seperti kemeja atau celana, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah.

Sementara orang-orang  pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, orang-orang Belanda menonton sambil tertawa-tawa.

Tata cara permainan ini belum berubah sejak dahulu hingga sekarang. Bisa dibayangkan kondisi pada masa penjajahan, sementara rakyat pribumi Indonesia bersusah payah dengan berlumuran keringat, para penjajah Belanda dan keluarganya tertawa terbahak bahak melihat penderitaan bangsa Indonesia. Kemungkin juga saat ini, setiap kali  perayaan 17 Agustus, orang-orang Belanda masih tertawa terbahak bahak, menyaksikan bahwa acara yang pernah mereka buat dengan tujuan melecehkan Bangsa Indonesia, ternyata justru dilestarikan.

Kontroversi Lomba Panjat Pinang

Hingga sekarang bentuk lomba ini masih dipertahankan keberadaannya. Banyak pihak yang tidak mempermasalahkan sejarah permainan ini, namun tidak sedikit juga yang mempersoalkannya. Jika sejarah lomba panjat pinang merupakan peristiwa yang begitu menyakitkan mengapa harus dilestarikan. Ada beberapa kontroversi seputar Panjat Pinang.

Sementara sebagian besar orang Indonesia percaya itu adalah tantangan pendidikan yang mengajarkan orang untuk bekerja sama dan bekerja keras dalam mencapai tujuan mereka, pihak yang lain mengatakan panjat pinang adalah peristiwa yang  merendahkan  dan bahkan melecehkan. Selain itu ada juga isu lingkungan, yakni mengurangi sejumlah besar batang-pohon pinang untuk suatu perayaan hedonistik.

Memang terjadi pro serta kontra mengenai perlombaan yang satu ini. Satu pihak berpendapat bahwa sebaiknya perlombaan ini dihentikan karena dianggap mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Sementara pihak lain menganggap ada nilai luhur dalam perlombaan ini seperti: kerja keras, pantang menyerah, kerjasama kelompok atau  gotong royong. Bagaimana menurut pendapat anda?

***
Solo, Sabtu, 17 Agustus 2019. 12:17 am
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea