Kondom untuk Pezina

Rabu, 13 Maret 2019 | 07:18 WIB
0
5201
Kondom untuk Pezina

“Nanti kalau ada anak muda mau berzina, dia bisa mampir ke Puskesmas, minta kondom. Kalau tidak disediaka, dia bisa tuntut perawat di sana. Perawat bisa masuk penjara karena melanggar Undang-undang,” begitu kurang lebih isi ceramah Tengku Zulkarnain soal isi RUU-PKS. Ia kemudian mencabut isi ceramah itu.

Masalahnya, ia sudah berbicara tanpa data, dan tanpa nalar sama sekali. Dalam kaidah kajian Islam, itu namanya berbicara tanpa ilmu. Orang seperti ini tidak pantas disebut ulama.

Ulama artinya orang berilmu. Berilmu bukan sekadar pernah sekolah, hafal sekian banyak ayat dan hadis. Berilmu itu artinya taat pada asas keilmuan. Berilmu itu artinya tahu betul soal apa yang dia bicarakan. Berbicara tanpa data, artinya bicara tanpa pengetahuan tentang yang ia bahas. Zulkarnain sudah melakukan itu.

Menilai RUU itu sederhana. Bacalah naskahnya. Anak saya yang masih kelas 2 SMA saja sanggup melakukannya. Dia bertanya tentang RUU ini, saya sodori naskahnya, saya suruh dia menilai. Akhirnya dia membuat kesimpulan yang benar.

Zulkarnain ini tidak membaca, tapi berani menilai. Tidak hanya menilai, tapi berfantasi. Ia berfantasi soal anak muda yang hendak berzina, menuntut disediakan kondom. Perawat Puskesmas bisa masuk penjara kalau tidak menyediakan. Itu fantasi, bukan pikiran. Ia kemudian marah kepada pemerintah atas dasar fantasi itu.

Masuk akalkah ada RUU seperti itu?

Bahkan di Jepang yang kehidupan seks demikian bebas, tidak ada aturan yang mewajibkan pemerintah menyediakan kondom bagi yang mau senggama. Kalau ada orang mengabarkan bahwa RUU berisi hal seperti itu, nalar yang sehat pasti menolaknya. Nalar yang sehat akan protes. Tapi pada saat yang sama, nalar sehat akan memeriksa, bukan mengomel berdasar fantasi.

MUI berisi orang tidak berilmu, yang meninggalkan kebiasaan orang berilmu. Ini organisasi mau jadi apa?

***