“Nanti kalau ada anak muda mau berzina, dia bisa mampir ke Puskesmas, minta kondom. Kalau tidak disediaka, dia bisa tuntut perawat di sana. Perawat bisa masuk penjara karena melanggar Undang-undang,” begitu kurang lebih isi ceramah Tengku Zulkarnain soal isi RUU-PKS. Ia kemudian mencabut isi ceramah itu.
Masalahnya, ia sudah berbicara tanpa data, dan tanpa nalar sama sekali. Dalam kaidah kajian Islam, itu namanya berbicara tanpa ilmu. Orang seperti ini tidak pantas disebut ulama.
Ulama artinya orang berilmu. Berilmu bukan sekadar pernah sekolah, hafal sekian banyak ayat dan hadis. Berilmu itu artinya taat pada asas keilmuan. Berilmu itu artinya tahu betul soal apa yang dia bicarakan. Berbicara tanpa data, artinya bicara tanpa pengetahuan tentang yang ia bahas. Zulkarnain sudah melakukan itu.
Menilai RUU itu sederhana. Bacalah naskahnya. Anak saya yang masih kelas 2 SMA saja sanggup melakukannya. Dia bertanya tentang RUU ini, saya sodori naskahnya, saya suruh dia menilai. Akhirnya dia membuat kesimpulan yang benar.
Zulkarnain ini tidak membaca, tapi berani menilai. Tidak hanya menilai, tapi berfantasi. Ia berfantasi soal anak muda yang hendak berzina, menuntut disediakan kondom. Perawat Puskesmas bisa masuk penjara kalau tidak menyediakan. Itu fantasi, bukan pikiran. Ia kemudian marah kepada pemerintah atas dasar fantasi itu.Masuk akalkah ada RUU seperti itu?
Bahkan di Jepang yang kehidupan seks demikian bebas, tidak ada aturan yang mewajibkan pemerintah menyediakan kondom bagi yang mau senggama. Kalau ada orang mengabarkan bahwa RUU berisi hal seperti itu, nalar yang sehat pasti menolaknya. Nalar yang sehat akan protes. Tapi pada saat yang sama, nalar sehat akan memeriksa, bukan mengomel berdasar fantasi.
MUI berisi orang tidak berilmu, yang meninggalkan kebiasaan orang berilmu. Ini organisasi mau jadi apa?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews