Pada zaman Proklamasi hingga tahun 1950, Ahmad Husein menjabat Komando Resimen TNI Harimau Kuranji di Padang.
Hari Selasa, 9 Februari 2021 para wartawan di seluruh Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Sebagai seorang wartawan, saya juga mengucapkan Selamat HPN 2021.
Menarik buat saya, HPN 2021 ini mendapat catatan dari Letnan Jenderal TNI (Purn) Rais Abin yang dikirim oleh Sekretaris Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Evi Sudarsono pada tanggal 8 Februari 2021:
Yth. Pak Dasman Dj.
Dengan hormat,
Bersama ini saya sampaikan amanat Letjen TNI (Purn) Rais Abin (seorang Veteran Pejuang Kemerdekaan RI, Ketua Kehormatan Dewan Pimpinan Pusat Legiun Veteran RI), berupa :
- Pandangan Khusus Rais Abin, dan
- Copy telegram dari Kurt Waldheim (Sekjen PBB 1972 - 1981) yang menyatakan penghargaan kepada Bapak Rais Abin atas jasanya bagi terwujudnya Perjanjian Perdamaian Camp David yang ditandatangani pada tanggal 17 September 1978.
Demikian saya sampaikan Amanat beliau, terima kasih.
Jakarta, 25 Januari 2021
Salam hormat,
Evi Sudarsono
Sebuah catatan dari Evi Sudarsono ini sudah tentu membuat saya senang, karena bukankah Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purn) Rais Abin yang sekarang sudah memasuki usia 95 tahun tersebut sangat saya kenal? Pertama kali saya kenal ketika ia senang pengalaman hidupnya, saya tulis. Bukunnya berjudul: Catatan Rais Abin, Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979 (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012).
Setelah menulis buku, saya diminta membantu Majalah LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) dan kemudian ketika buku istrinya akan diterbitkan berjudul: Hidayat, Father, Friend and Gentlemen akan diterbitkan, Letjen Rais Abin mengutus saya ke Sumatera Barat untuk mencari tapak sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Saya berangkat ke Padang, Rabu, 19 Oktober 2016, pukul 12.15 WIB dan hari Kamis, 20 Oktober 2016, saya tiba di Halaban, Payakumbuh, Sumatera Barat.
Di Halaban, saya langsung mendaki bukit dengan menyewa motor ke atas bukit. Di atas bukit inilah berdiri sebuah tugu peringatan yang menandakan bahwa di tempat tersebut pernah diselenggarakan rapat penting membentuk susunan Pemerintahan Darurat RI, di mana mertua Letjen Rais Abin, Pak Hidayat sangat berperan di samping Mr. Sjafruddin Prawiranegara, karena ia seorang militer. Akhirnya sebagai seorang sipil, keragu-raguan Sjafruddin Prawiranegara dalam mengambil setiap keputusan, bisa diatasi oleh mertua Letjen Rais Abin, Pak Hidayat.
Perjalanan saya kemudian berlanjut ke Koto Tinggi. Pencapaian daerah ini sangat sulit, karena jalan yang masih rusak waktu itu (entahlah sekarang). Akhirnya, saya tiba di wilayah, di mana ada sebuah patung kemerdekaan di tengah pasar. Kembali saya menaiki bukit. Akhirnya tiba di sebuah bangunan museum PDRI yang belum selesai (saya dengar bangunan tersebut sekarang hampir selesai) yang terletak di Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota tersebut.
Pemerintahan Revolusioner RI (PRRI)
Memang banyak kebingungan seseorang jika mempelajari sejarah PDRI dan PRRI, karena dua peristiwa itu sama-sama terjadi di masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Di masa PRRI, kita mengenal seorang militer juga, Ahmad Husein.
Saya pun punya pengalaman dengan tokoh PRRI itu, ketika saya berkunjung ke rumah beliau. Waktu itu rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan. Pada hari Minggu, 26 April 2015, saya bersama Yusron Lamisi, adik ipar Ahmad Husein, berkunjung ke rumah Keluarga Besar Ahmad Husein.
Selama ini, dua kali saya bertemu Ahmad Husein, pelaku sejarah PRRI. Dua kali itu dalam keadaan sakit di rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan. Dia tidak lagi setegar dulu, tidak lagi bersuara keras. Tetapi duduk di kursi roda. Awalnya saya membuka pembicaraan dan menanyakan kepada beliau, “Apakah Bapak pemberontak?” Dia menjawab, “Tidak!”
Meski suaranya sudah tak lagi setegar dulu, tetapi istrinya yang selalu setia mendampinginya selama ini ikut mengamini. Ya, bapak bukan pemberontak.
April 1961, Ahmad Husein menyerahkan surat penyerahan dirinya kepada Presiden Soekarno. Demikianlah pada bulan Juli 1961 Ahmad Husein beserta seluruh anak buahnya kembali secara resmi di Resimen Team Pertempuran (RTP) Solok. Sebagai “anak nakal." Ahmad Husein dikarantina di Rumah Tahanan Militer Cipayung sekamar dengan Vence Sumual. Tahun 1964, statusnya berubah menjadi tahanan rumah.
Pada masa Presiden Soeharto, mereka dibebaskan, dan diberikan pensiun setingkat Letnan Kolonel TNI Angkatan Darat.
Baca Juga: Soekarno dan Ahmad Husein
Bahkan setelah dibebaskan dari karantina politik, Ahmad Husein bersama kawan-kawannya yang lain diajak bekerja sama oleh Kolonel Ali Murtopo menjadi anggota Operasi Khusus (Opsus). Mereka ditugaskan secara rahasia menghubungi tokoh-tokoh atau negara-negara yang dulu membantu PRRI/Permesta, guna menjelaskan seputar Persitiwa G.30.S/PKI dan terbentuknya pemerintahan di bawah Presiden Soeharto. Termasuk melakukan pendekatan kepada Malaysia dalam rangka mengakhiri konfrontasi kedua negara.
Adalah Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), juga mengajak mereka ikut masuk ke dalamnya. Setelah itu, pada tanggal 19 September 1968, Ahmad Husein bersama teman-teman mendirikan PT. Konsultasi Pembangunan, sebuah perusahaan dalam bidang perkayuan, kontraktor jalan, perdagangan, perkebunan dan pembangunan jalan. Perusahaan ini terus berkembang, hingga menjelang akhir hayat Ahmad Husein.
Sudah lama menderita stroke, akhirnya pada tanggal 28 November 1998, Ahmad Husein kembali kepangkuan Illahi. Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kuranji, Padang Sumatera Barat. Pemerintah rupanya hendak memberikan juga penghormatan jasa-jasanya kepada negara.
Pada zaman Proklamasi hingga tahun 1950, Ahmad Husein menjabat Komando Resimen TNI Harimau Kuranji di Padang. Tahun 1956-1958, Panglima Komando Daerah Militer/Penguasa Perang Daerah Sumatera Tengah, merangkap Kepala Pemerintahan Sumatera Tengah dan Ketua Dewan Banteng.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews