Dengan menunjukkan perilaku yang baik sebagai ittiba pada Rasulullah, maka pesan agama Islam akan menjadi rahmatan lil alamin akan tersampaikan dengan baik kepada seluruh alam.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita bisa sampai pada malam dua puluh empat. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.
Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.
Meneladani Rasulullah adalah hal yang harus kita lakukan. Ittiba pada Kanjeng Nabi, karena beliau adalah uswatun hasanah, sebaik-baik panutan. Namun, bagaimana caranya?
Meneladani/ittiba pada Gusti Kanjeng Rasul sering disalahartikan hanya dalam penampilan fisik. Kebanyakan dari kita menganggap berdandan dengan pakaian Arab seperti jubah dan surban itu sebagai bentuk ittiba. Seringkali kita merasa sudah cukup ittiba kita kepada Kanjeng Nabi dengan berpenampilan seperti beliau.
Padahal jika ittiba adalah penampilan, maka Abu Jahal dan Abu Lahab juga mengenakan jubah dan surban. Sebab kedua jenis pakaian itu adalah pakaian yang menjadi budaya lokal di sana. Seandainya Rasulullah diturunkan di Jawa, mungkin beliau mengenakan blangkon, kain lurik, batik, atau bahkan beskap. Rasulullah mengenakan pakaian demikian karena beliau adalah orang Arab, dan dakwah beliau harus pertama-tama diterima oleh orang Arab dulu.
Ini mengapa Wali Sanga kemudian mengadakan tradisi mendoakan orang meninggal pada 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan seterusnya, yang sebelumnya adalah tradisi lokal. Mereka berpenampilan dengan pakaian lokal Jawa, menggubah dakwah menggunakan wayang, dan menciptakan syair-syair dakwah dalam bahasa Jawa. Ini semata-mata agar pesan universal Islam tersampaikan.
Sebenarnya ada yang lebih penting dari ittiba Rasulullah, yaitu pada meneladani perilaku beliau. Perilaku beliau-lah yang menjadi pembeda antara beliau dan orang-orang lain yang berpenampilan sama dengan beliau. Perilaku beliau adalah sebaik-baik contoh, uswatun hasanah.
Selain untuk menjadi rahmatan lil alamin, yang tertulis dalam Alquran, ada hadist yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk memperbaiki akhlak. Jelas sekali bahwa ber-ittiba pada Rasul itu yang paling penting adalah pada perilaku, pada akhlak beliau. Bukan sekadar penampilan.
Pernah dengar bagaimana beliau memaafkan penduduk Thaif yang sudah melempari batu saat beliau berdakwah? Pernah dengar bagaimana beliau dilempari kotoran unta oleh Abu Jahal, namun ketika Abu Jahal sakit beliau tetap menjenguk? Pernah dengar bagaimana beliau mempersaudarakan orang Mekah dan Madinah? Tentu masih ada banyak sekali riwayat-riwayat perilaku beliau yang baik. Meneladani kebaikan tersebut adalah bentuk ittiba pada Rasulullah.
Dengan menunjukkan perilaku yang baik sebagai ittiba pada Rasulullah, maka pesan agama Islam akan menjadi rahmatan lil alamin akan tersampaikan dengan baik kepada seluruh alam. Ini 'ultimate goal' diutusnya Rasulullah, yang harus kita capai dengan mencintai budaya lokal, dan ber-ittiba pada perilaku Rasulullah.
Wallahu a’lam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews