Senjakala Tempo

Jokowi tegas menyebut mana pasal yang ditolak dan disetujui. Jika Jokowi tidak memberi catatan, maka DPR akan menyikat revisi UU KPK sesuai keinginan mereka.

Sabtu, 21 September 2019 | 07:25 WIB
0
1071
Senjakala Tempo
Protes cover majalah Tempo (Foto: Liputan6.com)

Tempo. Frustasi. Gagal menghadapi zaman Disrupsi. Tidak berhasil mengubah diri. Tagline "Enak Dibaca dan Perlu", hilang ditelan Bumi oleh cover Tempo edisi terakhir. Idealisme Tempo yang dulu saya banggakan, sirna. Musnah. Tempo menjadi corong pembela para bigot di tubuh KPK. KPK yang hendak dikuatkan oleh Jokowi – dihajar Tempo.

Tahun-tahun belakangan, Tempo masih saya baca karena guru saya hadir, Goenawan Muhamad: Catatan Pinggir. Opini super cerdas yang 30 tahun membentuk saya. Namun, Tempo sekarang menjadi liyan. Bukan liyan sebagai individu yang berbeda. Liyan sebagai oposan Kebenaran dan Kemanusiaan.

Di dunia online, Tempo ingin menarik. Ingin klik. Ingin pembaca. Untuk menghidupi diri. Gagal total. Karena kemasan dan integritas berantakan. Jadi bigot. Membela bigot. Salah ambil angle. Angle kontroversi tanpa idealisme Tempo yang duluuuuuu saya, dan publik kenal.

Buzzer Kuno KPK

Kemampuan mengulik informasi, yang tidak disertai idealisme normal dan waras, menghasilkan liputan sampah. Hanya enak dibaca dan perlu bagi para Bigot. Bukan untuk manusia waras, berbasis kebenaran kemanusiaan.

Mau cari duit? Tempo sebenarnya bisa meniru Rakyat Merdeka. Cerdas. Mencari ladang uang. Bukan seperti Tempo yang menghajar tanpa arah. Rakyat Merdeka bisa menghidupi diri. Tak usah membangun gedung mentereng tinggi kalau tidak mampu. Bisa tepar. Rakyat Merdeka waras dan survive meski mengandalkan kertas kuno – media cetak. Sedikit klik. Kenapa? Ya. Waras.

Catatan dan liputan Tempo terakhir berbau Tempo jadi Buzzer KPK. Dengan perspektif menyerang Jokowi. Tempo makin ngos-ngosan; kehilangan arah. Cover Tempo cetak pun menghina simbol Negara sebagai Pinokio.

Itulah akhir Kehormatan diri Tempo. Tempo tak lebih dari onggokan kertas. Yang tirasnya bisa jadi tak mampu menutup biaya membangun kebesaran diri. Bukan hanya gagal menyiasati zaman Disrupsi dan #MO. Gagal. Celakanya malah menjadi kompor anti kewarasan.

Publik, Medsos, Netizen bukan para orang tolol bin bahlul. Mereka melihat Tempo yang dulu dicintai berubah jadi kertas sampah. Media yang diagungkan sebagai Garda Kebenaran, kini menjadi Lambang Kegelapan. Karena ia dikuasai oleh niatan Kuasa Kegelapan. Gelagapan menghadapi kekeringan zaman serba duit: Hedonisme!

Bigot KPK dan Posisi Jokowi

Hanya sekedar info ya, buat Tempo. KPK sejak 2014-2019 mengeluarkan buat gaji para karyawan KPK, minimal sekitar Rp5 triliun. Uang yang diselamatkan tak lebih dari Rp1,7 triliun. Artinya, kehadiran lembaga anti rasuah Ad Hoc KPK ini sama sekali tidak maksimal. Penyebabnya adalah mental bigot, pilih kasus, tebang pilih. Tangkap teri kelas Rp250 juta. Misal kasus Romy. Namun tak tuntaskan kasus besar Hambalang, e-KTP, RJ Lino, Hadi Poernomo, Petral, BLBI, Century, dan lain-lain. Menyedihkan.

Tambah lagi. Pun kewenangan penyadapan KPK jadi bagian yang out of control. Tak ada yang mengawasi. Firli Bahuri akan melakukan langkah drastis. Membabat para bigot di tubuh KPK, para Taliban yang disinyalir di dalam KPK. Maka Firli pun dihajar habis. Dari situ publik yang masih waras mendukung Revisi UU KPK.

Baca Juga: Mengapa Tempo Lebih Takut kepada Massa Bersorban?

Soal Revisi UU KPK, Jokowi memberi catatan. Mana yang dia setujui dan tidak setujui. "Saya ingin KPK punya peran sentral dalam pemberantasan korupsi, yang punya kewenangan lebih kuat dibanding lembaga-lembaga lain," katanya.

Jokowi tegas menyebut mana pasal yang ditolak dan disetujui. Jika Jokowi tidak memberi catatan, maka DPR akan menyikat revisi UU KPK sesuai keinginan mereka. Maka catatan penolakan Jokowi adalah benteng untuk menjaga kekuatan KPK dari serangan DPR.

Maka liputan Tempo edisi terakhir sungguh tambah aneh. Selamat tinggal Tempo. Media kuno yang gagal di era Disrupsi. Justru jadi corong bigot yang anti kemajuan. Anti membersihkan dari sinyalemen Taliban di KPK – yang membahayakan NKRI. Sebuah nilai Kebenaran yang hilang dari Tempo. Senjakalaning Tempo jelang ditelan Bumi.

Ninoy N. Karundeng

***