Cerita tentang Musailamah, yang oleh Nabi diberi gelar AlKadzab – si pembohong besar, ini banyak diketahui umat Islam, sebagai pengingat bagaimana pembohong berkeliaran di jaman Nabi.
Musailamah si Pembohong ini mati ditombak oleh Wahsy – si jagal Quraishy dalam perang Yamama, tahun 632M.
Sepeninggal Nabi, umat yang baru seumur jagung ini banyak diracuni oleh para pembohong dan munafik. Nabi palsu pun bermunculan, laki-laki dan perempuan.
Untuk menegakkan kedaulatan pemerintahan Madinah, khalifah yang baru diangkat; Abu Bakar mengirim ekspedisi perang yang dipimpin oleh Khalid alWalid ke daerah-daerah yang ditengarai melakukan pemberontakan, khususnya yang mendaku diri sebagai nabi-nabi baru.
Pengakuan nabi baru ini tidak saja merongrong kekuasaan Medinah, tapi juga men-delegitimasi kenabian Muhammad SAWW yang sejak hidupnya sudah menegaskan tak ada lagi nabi dan rasul setelah beliau.
Bahkan setelah mereka bertemu dan mendengar sendiri kalam Tuhan dari sang Nabi, tapi cahaya hidayah seperti tak melintas di hati mereka.
Jadi ini bukan hal baru. Jangankan mereka yang hanya bermodalkan jubah agama saja, bahkan manusia yang sudah pernah menatap wajah Rasul yang mulia di zamannya, masih saja bisa menyebarkan kebohongan.
Musailamah yang berasal dari Banu Hanifa, tak sendirian menyebarkan kebohongan. Ada juga Tulayha dari Banu Asad dan perempuan Sajah dari Banu Tamim. Berkat kemampuan sihir dan retorikanya, para nabi palsu itu berhasil menghimpun lebih dari 4000 jemaah.
Bahkan ketika Nabi masih hidup, dia terang-terangan menulis surat ke Nabi tentang keinginannya berbagi dunia dgn umat Islam. Separuh untuk umat Nabi Muhammad, separuhnya untuk umat dia.
Musailamah tak diusik oleh Nabi sampai wafatnya beliau, kecuali tadi, diberi gelar al-Kadzab si Pembohong besar.
Ketika Nabi Muhammad SAWW mangkat, Musailamah semakin bergelora. Dia merasa punya kesempatan meluaskan “kenabian palsunya” itu. Bahkan ia menikahi perempuan yang sama-sama mengaku Nabi juga, Sajah bin Alharith.
Untuk menyatukan umat palsu mereka, Sajah turut mengakui kenabian Musaylamah. Jadilah dua nabi palsu berkelindan dalam biduk rumah tangga politik yang menggelikan.
Panglima Khalid AlWalid kemudian menumpas kedua pasangan nabi palsu ini di perang Yamamah. Musaylamah tewas oleh tombak Wahsy. Sajah, si nabi palsu perempuan, tak terbunuh. Ia diampuni dan kemudian menyerahkan diri menjadi mualaf.
Anda melihat kesamaan dengan Pilpres 2019?
Ya, kebohongan merajalela. Baru tiga hari di awal 2019, kita sudah mencatat 3 hoax bersebaran; soal tuduhan RSCM menggunakan selang cuci darah berkali-kali, hoax soal 70 juta surat suara di Priok, Tol Palimanan tanpa Utang.
Semuanya bohong, terang-terangan.
Tapi mereka diperlakukan bukan sebagaimana si Musaylamah dan istrinya, Sajah: ditumpas. Penyebar hoax pilpres 2019 ini justru dielu2kan oleh pendukungnya, jutaan jumlahnya. Lewat media, kabar bohong ini disebar-sebarkan kemana-mana.
Sebaran kebohongan ini seperti skenario Musailamah, melakukan delegitimasi atas kebenaran. KPU yang sudah bersungguh-sungguh bekerja dijatuhkan integritasnya. Rumah Sakit yang tak henti mendarmabaktikan dirinya untuk mengobati umat malah dicemooh kabar palsu.
Kita tak hanya butuh Khalid Alwalid untuk menumpas mereka, tapi kita juga butuh Wahsy – orang-orang yang bertobat setelah melakukan kejahatan di masa sebelumnya, untuk menyadarkan bahwa pilpres ini hanyalah kontestasi politik biasa. Tak layak ditimpali dengan kebohongan demi kebohongan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews