Kabar mengenai ustaz Arifin Ilham yang terbaring lemah di RSCM Jakarta, tentu saja membuat banyak pihak berduka. Ustaz yang kondang dengan tausiyah dzikirnya ini hampir jarang terlihat mengisi acara-acara tausiyah agama di berbagai stasiun televisi.
Banyak kabar yang menyeruak soal penyakit yang dideritanya ini, bahkan beredar pula hoax soal dirinya yang wafat di media sosial.
Soal hoaks di negeri ini memang sangat mengerikan, bahkan tak hanya menyasar soal persaingan politik, karena seorang pemuka agama seperti ustaz Arifin tak luput dari pusaran kebrutalan hoaks. Alih-alih mendoakan sesama anak bangsa, malah menyebar kabar bohong yang entah apa motif di belakangnya.
Bagi saya, Ustaz Arifin adalah pribadi jujur, humoris, dan sangat menghormati orang yang lebih tua terlebih mereka ulama dan menyayangi siapapun yang lebih muda dari dirinya. Pernah pada suatu perhelatan dzikir di Kota Cirebon, beliau menyapa ayah saya dengan "abi" yang artinya beliau sangat hormat terhadap yang lebih tua, apalagi yang dihadapi adalah ulama atau tokoh masyarakat.
Tak sungkan ia mencium tangan para ulama sebagai simbol betapa para ulama adalah sosok guru bagi dirinya, karena dari merekalah ustaz Arifin belajar banyak dan menyerap ilmu-ilmu agama Islam hingga kemudian dirinya menjadi ustaz kondang seperti saat ini.
Kepiawannya dalam mengemas tausiyah bersamaan dengan metode dzikir, menjadi ciri khas dirinya di manapun berada. Ia nampaknya sangat menyadari, bahwa dzikir merupakan cara terbaik untuk membangun ikatan-ikatan kuat antara seseorang dengan Tuhannya.
Dzikir tentu saja sanggup membangun relasi-relasi tertentu antara seseorang dengan Tuhan, melalui pemusatan ketenangan batin sehingga mewujud dalam entitas kesadaran Ketuhanan yang belakangan justru seringkali terpinggirkan. Ajakan ustaz Arifin untuk senantiasa berzikir, sekaligus bentuk perlawanan atas sikap arogansi kemanusiaan, kesewenang-wenangan, atau kesombongan yang pada akhirnya lupa terhadap sisi kemanusiaan dirinya sendiri.
Saya tentu saja tak akan masuk kedalam isu pergolakan politik, dimana ada sebagian orang memandang ustaz Arifin sebagai "bagian" dari gerakan 212 yang berpolemik. Juga tak akan menyinggung soal isu poligami yang sempat viral terhadap dirinya, sehingga tampak kontraproduktif ditengah arus besar yang mendukung monogami.
Atau, soal dimanfaatkannya isu ini sekadar "kosmetikasi" politik dalam upaya membangun ruang-ruang elektoral jelang kontestasi. Saya meyakini, ustaz Arifin dengan segala kelebihan dan kekurangannya sebagai manusia Indonesia, tentu saja peduli terhadap persatuan dan kesatuan dan sangat anti permusuhan, bahkan hal ini sangat tampak dari banyak retorikanya yang cenderung menyejukkan.
Bagi mereka yang sadar atas kemanusiannya dan peduli terhadap sesama dan lingkungannya, maka sudah semestinya mendoakan agar ustaz Arifin dapat kembali beraktivitas seperti sedia kala sebagai ulama yang menaburkan asupan rohani kepada umat.
Tak hanya mendoakan, karena menjenguk mereka yang sedang sakit tentu saja menjadi bagian dari pelembagaan ajaran agama sekaligus peduli terhadap segala kekurangan, musibah, atau hal apapun yang memang sedang tak diharapkan yang menimpa diri manusia itu sendiri. Menjenguk yang sedang sakit, tentu saja tak ada kaitannya dengan politik, terlebih jika dihubung-hubungkan dengan peningkatan elektoral ditengah hangatnya tahun politik.
Hampir semua tokoh bangsa, termasuk politisi, agamawan, bahkan capres-cawapres yang sedang berkontestasi meluangkan waktu mereka yang super padat untuk menjenguk dan mendoakan ustaz Arifin agar kembali sehat dan siap memberikan kemanfaatan kembali kepada umat. Jikapun capres Prabowo belum nampak menjenguk ustaz Arifin, tidak elok rasanya jika kemudian dikait-kaitkan dengan persoalan politik.
Saya pribadi hanya dapat mendoakan dan selalu berharap Tuhan memberikan apapun keputusan-Nya yang terbaik untuk kesehatan beliau. Kecamuk dunia politik, tak seharusnya melupakan bahwa kita adalah gambaran kecil alam semesta, yang saling berbagi, menjaga kehormatan, saling peduli, lepas dari remeh-temeh perbedaan politik.
Mendoakan berarti menghibur sekaligus menularkan semangat kebaikan dengan seuntai kalimat paling indah yang tentu saja membahagiakan. Tak ada rasanya kalimat paling indah terkecuali doa, oleh karena itu, hanya melalui doa orang-orang yang tulus dan ikhlas sebuah takdir Tuhan itu bisa diubah.
Doa bisa saja jadi "kekuatan pemaksa" yang ditujukan kepada Tuhan, karena manusia tak mungkin sanggup mengubah keadaan karena memang memiliki keterbatasan. "Allahuma rabbannaas, adzhibi al-ba'saai, anta asyyafi' laa syifaan illa syifaauka" (Duhai Tuhan pemilik seluruh manusia, angkatlah penyakit, karena hanya Engkaulah sang Maha Penyembuh dan tak ada siapapun yang sanggup menyembuhkan terkecuali Engkau).
Semakin banyak doa yang mengalir untuk kesembuhan ustaz Arifin Ilham, semakin besar kemungkinan Allah menurunkan takdir terbaik-Nya dan dari sisi kemanusiaan yang terdalam, saya tentu saja mendoakan agar ustaz Arifin kembali sehat seperti sedia kala. Sebagai sesama umat muslim, saya tentu berharap bahwa bukan maksud Tuhan mencabut ilmu para ulama karena memang bertujuan untuk menghilangkan keseimbangan alam ini.
Saya tentu optimis, bahwa Tuhan tentu akan menjawab doa-doa mereka yang terus mengalir untuk kesembuhan dan kesehatan ustaz Arifin yang saat ini masih terbaring lemah. Semoga apa yang selama ini dilakukan beliau, menginspirasi banyak pihak agar senantiasa memupuk rasa kesadaran Ketuhanan, ditengah semakin terkikisnya kesadaran itu oleh dorongan nafsu kekuasaan yang membabi-buta. Doa saya dan jamaah mushala untuk ustaz Arifin, semoga sehat wal'afiat.
Amin.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews