Kamu bisa saja mewariskan Islam, Kristen, atau apapun pada anakmu, tapi kamu TIDAK akan bisa menjamin bahwa agama tersebutlah yang juga akan diimaninya.
Mungkin aku agak telat menonton film berjudul Ave Maryam yang diangkat dari kisah nyata ini, yang tahun lalu sempat trending di Indonesia karena mengangkat tema yang agak kontroversial, dari "agama minoritas" pula. Kalian tahu kan, di Indonesia tema seperti ini sensitifnya seperti apa?
Ave Maryam mengangkat cerita tentang hubungan asmara terlarang antara Maryam (seorang suster) dengan Yosef (pastor yang memimpin sebuah gereja Katolik). Bagi yang suka film beralur lambat dan hemat dialog, pasti akan suka dengan film ini.
Disebut hubungan terlarang karena berbeda dengan pendeta di agama Protestan.... Pastor, frater, suster, dan bruder di Katolik wajib hidup selibat (tidak boleh menikah/berkeluarga seumur hidupnya).
Hal itu juga lah yang pertama kali kutanyakan pada teman-teman Katolikku saat aku datang ke Sanata Dharma.
Bagaimana orang bisa tidak menikah?
Memangnya kenapa tidak boleh menikah?
Bukankah menikah itu hak?
Apakah Tuhan melarang hamba-Nya bahagia?"
Pertanyaan-pertanyaanku itu telah terjawab.
Dan jawabannya adalah: iman.
Mereka mengimani ajaran kasih dan menghidupi kaul-kaul tertentu, di mana salah satunya adalah "kaul kemurnian" (tidak menikah).
Digambarkan pula bahwa para suster dan romo ini hidupnya amat sederhana, karena mereka mengamalkan "kaul kemiskinan" dan "kaul ketaatan" (tidak melekat pada benda-benda duniawi).
Mereka memang memilih jalan tersebut. Jalan yang mereka harap kuat ditempuh sampai maut menjemput.
"Bagaimana jika ada calon biarawati, bahkan sudah jadi biarawati, tapi di tengah jalan memutuskan menikah?"
"Ya tidak apa-apa, Fi. Itu hal yang sering terjadi di sini", tutur seorang biarawati sekaligus sahabat dekatku. "Menjadi biarawati adalah sebuah panggilan istimewa dari Tuhan. Bukan untuk semua orang. Hanya orang-orang tertentu yang mampu menerima dan menjaganya".
Sayangnya, di Netflix, Ave Maryam dipotong habis-habisan. Banyak yang tersensor. Kata orang yang pernah menonton uncut version/full version pada 2018 lalu, diceritakan bagaimana Maryam yang tadinya muslimah pindah agama ke Katolik kemudian jadi suster.
Itulah kenapa judulnya Ave Maryam, bukan Ave Maria.
Diduga adegan itu dipotong untuk menghindari pencekalan.
Aku pengen sekali nonton adegan uncut-nya. Yang di Netflix sudah bagus sih, tapi agak ngambang, karena yang dicut memang salah satu "adegan kunci" jalan ceritanya.
Film ini membuatku teringat kembali dengan tulisan viralku 3 tahun lalu. Film yang diangkat dari realita ini semakin menekankan bahwa...
Agama memang warisan.
Imanlah yang TIDAK BISA diwariskan.
Kamu bisa saja mewariskan Islam, Kristen, atau apapun pada anakmu, tapi kamu TIDAK akan bisa menjamin bahwa agama tersebutlah yang juga akan diimaninya.
Contohnya adalah Suster Maryam.
Beragama BEDA dengan beriman.
Kenapa kita takut mempertanyakan, ketika Tuhan hanya bisa ditemukan lewat pertanyaan?
Who says loving is a sin...
Asa Firda Inayah
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews