Komitmen dan Integritas

Ada konglomerat selalu berbicara bahwa aset utama pengusaha adalah ‘kepercayaan’. Tapi komitmen dia terhadap ‘kontrak’ yang dia tandatangani dengan sadar pun, amat sangat rendah.

Sabtu, 10 Agustus 2019 | 19:32 WIB
0
371
Komitmen dan Integritas
Ilustrasi loper koran (Foto: Jarrak.id)

Pak Eka, loper koran, rutin setiap hari mengantar koran ke rumah-rumah pelanggan. Kemarin (Jumat, 9 Agustus 2019) Pak Eka tidak datang. Dia biasa keluar dari rumah setelah shalat Subuh, pukul 04.45 untuk mengantarkan koran. Tak peduli hari hujan. Dan di Bogor, jangankan pada musim hujan, di musim kemarau saja terkadang turun hujan. Demi menghidupi keluarganya, pekerjaan itu dia jalani meskipun usianya telah senja, hampir 70 tahun.

Pagi tadi, Pak Eka datang, turun dari motor dan menyerahkan dua eksemplar (Kompas) sambil minta maaf berkali-kali. Dengan raut wajah penuh penyesalan, dia menjelaskan, kemarin dia tidak bisa kerja mengantar koran, karena harus mengantar anaknya ke Jurangmangu, Tangerang dan itu boleh diwakilkan ke orang lain. Anaknya diterima di STAN. Dia juga tidak mungkin meminta orang lain, untuk menggantikannya mengantar koran.

Saking ‘merasa bersalah’, Pak Eka sampai lupa, dua eksemplar koran yang dia serahkan dua-duanya edisi hari ini (Sabtu, 10 Agustus 2019). Seharusnya edisi Jumat dan Sabtu. Saya baru sadar dua koran di tangan gambar depannya sama, setelah Pak Eka berlalu.

Sikap yang ditunjukkan Pak Eka tadi, jelas menggambarkan komitmen, tanggung jawab, integritas seorang yang mempunyai ‘kontrak bisnis’ dengan para pelanggannya.

Kecuali pada hari libur nasional (tanggal merah) dia berkomitmen untuk mengantar koran pada pagi hari, sebelum terang. Setiap hari, hari hujan atau tidak. Saya yakin, kalaupun dia sakit, selama tidak sampai parah, dia akan tetap menjalankan kewajibannya.

Ketika dia tidak bisa memenuhi kewajibannya, dia minta maaf dan menjelaskan alasannya. Dia sangat bertanggung jawab. Meski hanya seorang loper koran, Pak Eka memiliki integritas tinggi.

Kejadian pagi tadi menuntun saya untuk membandingkan dengan sikap, perilaku, komitmen, tanggung jawab, dan integritas sejumlah pengusaha besar. Sungguh berkebalikan. Sebagai jurnalis ekonomi, saya punya banyak pengalaman berurusan dengan para pengusaha besar sebagai nara sumber.

Bahkan, ada seorang pengusaha (lebih tepat disebut konglomerat), selalu berbicara bahwa aset utama pengusaha adalah ‘kepercayaan’. Ia selalu ingin tampil sebagai sosok religius. Tapi komitmen dia terhadap ‘kontrak’ yang dia tandatangani dengan sadar pun, amat sangat rendah. Paling tidak, itu yang saya alami. Entah kalau kontrak itu menguntungkan dia.

Apa yang ditunjukkan Pak Eka pagi tadi membuat saya lebih optimistis memulai hari. Di sekitar kita masih banyak orang menjaga kehormatan dirinya dengan menghormati orang lain, berkomitmen pada apa yang sudah disepakati bersama orang lain. Pak Eka, semoga anaknya kelak menjadi kebanggaan Indonesia. Amin.

***