Nasib Olahraga Indonesia Bukan di Tangan Perusahaan Rokok

Sekali lagi, tanggungjawab pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia ada di tangan pemerintah.

Senin, 9 September 2019 | 19:46 WIB
0
397
Nasib Olahraga Indonesia Bukan di Tangan Perusahaan Rokok
Ilustrasi bulutangkis (Foto: Bola.com)

Tanggungjawab utama pembangunan sumber daya manusia Indonesia -termasuk pencarian bakat atlet-atlet nasional sejak usia dini- ada di tangan pemerintah.

Lima tahun ke depan pemerintah akan fokus dan serius membangun “SDM Unggul untuk Indonesia Maju”. Seharusnya masalah pencarian bakat atlet-atlet sejak usia dini masuk dalam prioritas itu.

Sebagai contoh di Cina. Sejak lama pemerintah Cina menerapkan teknologi olahraga untuk mendapatkan atlet-atlet berbakat sejak usia dini.

Dalam sebuah obrolan dengan seorang ofisial kontingen Cina di Olimpiade 2000 di Sydney, Australia, saya dapat info bahwa di Cina ada sebuah “scanner canggih” yang bisa membaca perkembangan otot dan tubuh anak-anak sehingga kelak kalau sudah dewasa mereka cocoknya jadi atlet apa.

Tak berhenti dengan pemanfaatan teknologi “scanner canggih”, pemerintah Cina memboyong ahli-ahli sports sciences dari Australia untuk mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Olimpiade 2008 di Beijing. Hasilnya Cina jadi juara umum Olimpiade 2008 dengan meraih emas terbanyak menyingkirkan Amerika Serikat, selain sukses sebagai tuan rumah penyelenggara Olimpiade.

Bagaimana dengan pembangunan olahraga di Indonesia dengan menjaring bakat atlet-atlet sejak usia dini?

Kita tidak punya teknologi “scanner canggih” (boro-boro bisa memanfaatkannya) dan malah menyerahkan urusan pencarian bakat pada perusahaan swasta.

Dan hari ini sebagian besar masyarakat kita malah membela mati-matian sebuah perusahaan rokok yang melakukan promosi dan beriklan gratis melalui anak-anak dengan alasan mencari bakat dan merasa sudah terbukti berbakti membangun olahraga bulutangkis di Indonesia selama puluhan tahun.

Tapi  kita pura-pura lupa dan seolah menutup mata bahwa bertriliun-triliun rupiah keuntungan yang diperoleh perusahaan rokok itu dari rakyat Indonesia yang perokok sehingga pemilik perusahaan rokok itu jadi orang terkaya di Indonesia dan karena itu ia bisa mengembangkan bisnis lain di luar bisnis rokok seperti perbankan, properti, bisnis online, hingga media online.

Tampak jelas bahwa sebagian besar otak masyakarakat kita sudah tertutup asap rokok sehingga sudah tidak bisa berpikir jernih lagi bahwa apa yang sudah dilakukan perusahaan rokok itu tidak sebanding dengan bertriliun-triliun rupiah keuntungan yang mereka peroleh dari berjualan rokok dan pemiliknya jadi orang terkaya di Indonesia -apalagi kini mereka memanfaatkan anak-anak usia dini sebagai ajang promosi dan beriklan secara murah.

Sekali lagi, tanggungjawab pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia ada di tangan pemerintah.

Bukan di perusahaan rokok yang sudah untung bertriliun-triliun rupiah (bahkan pemiliknya jadi orang terkaya di Indonesia) tapi sudah merasa paling sangat berjasa dengan olahraga Indonesia dengan biaya yang tak sampai 1% dari keuntungannya selama puluhan tahun berjualan rokok di Indonesia. 

***