Pemerintah resmi melarang mudik terhitung sejak 6-17 Mei. Tujuannya demi menekan penularan Covid-19 semakin luas. Sementara itu, belajar dari meledaknya kasus positif Covid-19 di India, para buruh juga sebaiknya tidak pergi mudik.
Larangan mudik diharapkan dilihat sebagai sesuatu yang positif, karena tidak berlebaran di kampung justru untuk melindungi keluarga di sana. Ketika memaksa untuk pulang kampung dan ternyata Anda termasuk OTG, maka akan sangat berbahaya bagi orang tua maupun keluarga kita yang lain.
Penularan bisa saja terjadi dengan cepat dan tanpa disadari. Mereka yang telah renta lebih mudah untuk tertular Covid-19 dan resiko tertingginya adalah sakit parah yang berujung kematian.
Kita harus berkaca dari kasus di India saat ada kerumunan dan masyarakatnya tidak mematuhi protokol kesehatan. Akibatnya ada ratusan orang yang meninggal setiap harinya.
Dikhawatirkan, ketika mudik tidak dilarang, akan terjadi hal yang serupa. Kita tentu harus bermuhasabah menghadapi kondisi pandemi di bulan suci ini.
Memutuskan mata rantai penularan Covid-19 adalah harga mati. Oleh karena itu, imbauan pemerintah agar menunda mudik perlu diperhatikan. Mereka yang sudah telanjur mudik, wajib isolasi mandiri selama 14 hari. Selama rentang waktu itu, mereka tidak boleh berkontak fisik dengan siapa pun, termasuk keluarga.
Larangan mudik bukanlah sebuah arogansi pemerintah, melainkan justru bentuk perhatian terhadap rakyat dan salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Oleh karenanya, dibutuhkan kolaborasi semua elemen bangsa.
Sayangi keluarga di kampung halaman dengan tidak mudik, mari bersama kita tingkatkan optimisme mewujudkan percepatan penanganan Covid-19 dengan ikut membagi informasi positif bagi seluruh masyarakat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews