Untuk para bapak-bapak atau suami kalau berkonflik dengan istrinya berhati-hatilah jangan sampai bisa menimbulkan dendam kepada anak-anaknya, khususnya anak laki-laki.
Anak seorang ustad yang terkenal dengan retorika "jagalah hati-jangan kaukotori", menuliskan uneg-uneg di media sosial terkait perlakuan ayahnya kepada sang ibunda tercinta. Sang anak tak habis pikir, mengapa ayahnya begitu tega mengeluarkan ucapan yang mengarah kata-kata verbal yang sangat merendahkan atau mengecilkan sang ibunda.
Tulisan ini bukan untuk mengomentari konflik keluarga sang ustad tersebut, namun ingin menjadikan renungan dan pelajaran dalam setiap konflik keluarga yang melibatkan seorang anak.
Mengapa dalam setiap konflik suami-istri atau keluarga, anak laki-laki cenderung atau condong membela atau menjadi tameng bagi seorang ibu dari kekerasan verbal atau fisik yang dilakukan oleh seorang ayahnya kepada ibunda tercinta?
Dalam banyak kasus, ketika seorang suami melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tanggga atau KDRT dan kekerasan verbal kepada istrinya, anak laki-laki akan cenderung membela ibunya. Anak laki-laki tidak akan terima kalau ibunya dicaci maki oleh ayahnya ketika terjadi pertengkaran. Bahkan tak jarang anak laki-laki menjadi agresif kepada ayahnya sebagai pembelaan kepada ibunya.
Seperti dalam berita kriminal, seorang anak laki-laki tega memukul atau sampai membunuh ayahnya karena sang ayah sering melakukan kekerasan fisik kepada ibunya. Tentu ini juga perbuatan melanggar hukum yang tidak bisa dibenarkan.
Anak laki-laki memang mempunyai ikatan emosional yang kuat kepadanya ibunya. Dan secara naluri atau alamiah ia akan membela atau menjaga ibunya dari gangguan pihak luar atau gangguan yang dilakukan ayahnya sendiri kepada ibunya.
Dan secara psikologi hubungan kedekatan anak laki-laki kepada ibunya ini baik dan menyehatkan perkembangan mental. Bukan mejadikan anak laki-laki menjadi cengeng atau tidak mandiri.
Justeru hubungan anak laki-laki yang tidak baik kepada ibunya bisa menimbulkan gangguan atau masalah mental di kemudian hari.
Ada istilah "anak laki-laki adalah anak ibunya". Yang kurang lebih mempunyai makna bahwa anak laki-laki mempunyai ikatan emosional yang kuat kepada ibunya.
Pernah Bung Karno ketika terjadi konflik rumah tangga dengan Ibu Fatmawati dan memutuskan keluar dari istana bersama-sama dengan anak tertuanya yaitu Guntur dan adik-adiknya. Padahal, Si Bung tidak pernah meminta atau mengusirnya untuk keluar dari istana. Bung Karno berucap, "Guntur anak ibunya".
Bukan berarti Bung Karno tidak dekat dengan Guntur, justru Guntur ini anak yang sering diajak dalam setiap kunjungan ke luar negeri. Bahkan pernah menyaksikan bapaknya menikmati tarian perut waktu kunjungan ke Mesir. Bahkan Si Bung juga pernah memperlihatkan lukisan foto telanjang kepada Guntur untuk mengetaui bagaimana komentar dari sang anak.
Ketika seorang suami atau ayah memutuskan poligami, anak cenderung akan membela ibunya, khususnya anak laki-laki. Bukan berarti anak perempuan tidak dekat dengan ibunya. Banyak juga anak perempuan juga dekat dengan ibunya dan lebih terbuka dalam menceritakan permasalahannya.
Kebalikannya, seorang ayah akan lebih protektif kepada anak perempuannya dibanding kepada anak laki-lakinya. Ini mirip seperti gen bawaan menyilang dalam penyakit diabetes. Konon, kalau kedua orangtua ada yang mempunyai penyakit diabetes, misalnya seorang ayah yang mempunyai penyakit diabetes maka ada potensi anak perempuannya juga bisa terkena penyakit diabetes. Atau sebaliknya kalau ibunya, maka anak laki-lakinya punya terkena potensi penyakit diabetes.
Jadi untuk para bapak-bapak atau suami kalau berkonflik dengan istrinya berhati-hatilah jangan sampai bisa menimbulkan dendam kepada anak-anaknya, khususnya anak laki-laki. Karena konflik itu nanti bisa menjalar bukan laki konflik suami dengan istrinya tapi konflik anak laki-laki kepada ayahnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews