Pandemi Covid19 saat Ini sebenarnya adalah Karma Alam terhadap Manusia, ika saja manusia tidak serakah dan menjadi penakluk alam, atau mau hidup selaras dengan alam.
Netizen pasti banyak yang menyaksikan tayangan Youtube dan talkshow di sebuah TV swasta menampilkan seorang dokter hewan yang mendaku dirinya Virolog. Pakar Ilmu Pervirusan.
Penjelasannya sebagian benar, sebagian menyesatkan. Ia dokter hewan tapi merambah kapling kedokteran manusia. Misalnya ia mengatakan, pasien2 Covid19 yang sudah sembuh dalam tubuhnya ada antibodi terhadap SARS-CoV-2 (virus pemicu Covid19) jadi akan kebal. Nyatanya, cukup banyak pasien Covid19 yang sudah sembuh mengalami infeksi ulang. Soal pasien Covid19 (tentunya manusia kan?) ini ranah kedoketaran manusia dan imunologi manusia, bukan ranah kedokteran hewan.
Ia disebut/menyebut diri seorang virolog, namun seorang dokter hewan sumber daya menyatakan jika dicari publikasinya di jurnal-jurnal Virologi yang kredibel, nihil. Benar, ia pernah meneliti virus Flu Burung, tapi untuk mendaku dirinya seorang Virolog, ya harus ada penelitian yang kontinyu.
Sayangnya, ada media siaran yang memberi panggung dengan pewawancara yang tak paham masalah virologi, zoonosis, epidemi/pandemi, epidemiologi dan kesehatan masyarakat. Kalau platform media sosial memang siapa pun bisa menjadi produsen informasi, entah masuk akal atau ngawur. Entah sesuai bidang keahliannya, entah nekat saja.
Untuk dokter hewan dengan kepakaran virologi, saya pribadi sebagai orang yang pernah belajar biologi dan kesehatan masyarakat serta lama menjadi wartawan kesehatan di Harian Kompas, lebih memercayai nara sumber seperti DR drh Joko PamunGkas MSc, peneliti senior Pusat Studi Satwa Primata IPB.
Publikasinya di jurnal-jurnal ilmiah terindeks Scopus dapat dilacak. Dan dia juga bisa mengomunikasikan pengetahuannya dengan gamblang untuk orang awam. Seperti ketika ia menjadi nara sumber di Seminar Awam Covid19 yang diadakan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, 12 Februari lalu.
Kemarin ia menulis di halaman Opini Kompas tentang imbauan agar kita jangan menghabisi kelelawar karena masyarakat jadi takut jika satwa liar ini ikut menularkan virus Covid19. Yang sudah pasti diketahui kelelawar memang menjadi reservoir untuk virus Corona pemicu SARS dan MERS. Kedua penyakit yang dipicu virus Corona itu awalnya zoonosis, lalu menular antarmanusia. Nah, untuk Covid19 masih dibutuhkan penelitian lagi yang lebih mendalam.
Falsafah Man AND Nature harus kita kembalikan lagi ke Man IN Nature.
Tentu amat tidak mudah. Protokol Kyoto untuk Pengendalian Emisi Global bagi Perubahan Iklim sampai sekarang belum diratifikasi oleh negara adidaya seperti Amerika Serikat. Apalagi jika presidennya seperti Donald Trump yang rasis dan mau menangnya sendiri itu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews