Sebuah penelitian baru menyoroti hubungan, kekuasaan, dan seks.
Poin-Poin Penting
Gairah seksual yang rendah adalah masalah seksual yang sering dilaporkan bagi jutaan wanita, namun hal itu dianggap sangat resisten terhadap pengobatan. Sementara beberapa wanita melaporkan puas dengan minat seks yang rendah, antara 12 dan 16 persen melaporkan bahwa hal itu menyebabkan mereka sangat tertekan. Ketika wanita mengalami hasrat seksual yang rendah, seringkali juga berdampak pada hubungan mereka. Ini mengarah pada penurunan kenikmatan seksual, aktivitas seksual yang lebih jarang, berkurangnya keintiman emosional, dan frustrasi.
Tidak mengherankan, penelitian menunjukkan bahwa kepuasan hubungan dan hasrat seksual wanita sangat berkorelasi dengan efek dua arah: Wanita dengan hasrat seksual rendah sering bergumul dengan masalah dalam hubungan mereka, dan wanita yang berjuang dalam hubungan mereka sering menemukan bahwa mereka kehilangan minat untuk berhubungan seks dengan pasangan mereka.
Hingga saat ini, hasrat seksual yang rendah pada wanita telah dipelajari dari sudut pandang yang terutama berfokus pada alasan biologis dan psikologis. Sebuah studi yang baru-baru ini diterbitkan dalam The Journal of Sex Research menunjukkan arah baru, yaitu dinamika kekuatan hubungan. Ide ini berasal dari teori pertukaran sosial, yang menyatakan bahwa jika pengambilan keputusan, sumber daya, dan pembagian kerja tidak dianggap sebagai milik bersama, konflik hubungan dan ketidakpuasan akan terjadi.
Ketidaksetaraan dalam hubungan intim dapat bermanifestasi dalam banyak cara yang dapat diamati, termasuk perbedaan besar dalam berapa banyak penghasilan pasangan, status sosial relatif mereka, bagaimana mereka membagi pekerjaan rumah tangga, dan siapa yang mengendalikan keuangan. Namun, ada juga ketidakseimbangan kekuatan yang lebih halus. Misalnya, ketidaksetaraan dalam pekerjaan yang tidak terlihat dan emosional, seperti mengantisipasi kebutuhan pasangan atau anak mereka, mengatur kegiatan anggota keluarga, dan mendelegasikan tugas rumah tangga, dapat menyebabkan konflik yang signifikan di dalam pasangan. Pertanyaannya adalah, sejauh mana ketidakseimbangan kekuatan ini memengaruhi hasrat wanita untuk berhubungan seks?
Penelitian Saat Ini
Dalam penelitian ini, 725 orang berpartisipasi dalam survei online anonim. Responden dibatasi pada wanita premenopause berusia antara 18 dan 39 tahun.
Hasrat seksual diukur menggunakan The Sexual Desire Inventory, yang mencakup dua subskala – satu mengukur hasrat seksual sendiri dan yang lain mengukur hasrat seksual untuk pasangan. Skala tersebut mencakup pertanyaan seperti "Saat Anda menghabiskan waktu dengan orang yang menarik, seberapa kuat hasrat seksual Anda?" (keinginan diadik) atau “Seberapa kuat keinginan Anda untuk terlibat dalam perilaku seksual sendiri?” (keinginan tunggal).
Keseimbangan kekuatan dalam hubungan diukur dengan menggunakan Relationship Balance Assessment, yang mencakup pertanyaan yang mengukur bagaimana kekuasaan didistribusikan dalam suatu hubungan. Skala tersebut menangkap perbedaan dalam seberapa banyak upaya, pekerjaan, dan tanggung jawab yang dirasakan pasangan dibandingkan dengan pasangannya. Itu juga termasuk item seperti "Siapa yang lebih sadar akan perasaan orang lain?" yang secara khusus menandakan ketidakseimbangan kekuatan.
Kepuasan hubungan juga dinilai menggunakan skala delapan item dengan pertanyaan seperti “Hubungan saya dengan pasangan memberi saya banyak kebahagiaan.”
Hasilnya mendukung hipotesis bahwa wanita dalam hubungan yang setara mengalami kepuasan hubungan yang lebih besar dan, pada gilirannya, hasrat seksual yang lebih besar untuk pasangannya daripada mereka yang berada dalam hubungan yang tidak setara.
Mengingat kebencian, kelelahan, dan stres yang dapat dihasilkan oleh ketidaksetaraan hubungan, hasil ini sangat masuk akal. Wanita umumnya mengidentifikasi kelelahan fisik dan kognitif sebagai alasan utama untuk tidak menginginkan seks. Stres kronis juga menyebabkan penurunan hasrat seksual wanita, karena pikiran dan perenungan yang mengganggu dapat dengan mudah membunuh libido.
Singkatnya, wanita yang dipaksa untuk berurusan dengan pembagian kerja yang tidak adil dan keseimbangan kekuatan yang tidak adil merasa terbebani, stres, dan lelah, yang semuanya kemungkinan berkontribusi pada rendahnya hasrat seksual.
Penelitian menunjukkan bahwa kebosanan hubungan heteroseksual jangka panjang cenderung berkontribusi pada rendahnya hasrat seksual pada wanita dengan cara yang jauh lebih besar daripada dampaknya pada pasangan pria mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efek ini mungkin disebabkan oleh ketidakseimbangan kekuatan. Seorang wanita yang telah didelegasikan sebagian besar rumah tangga dan pekerjaan emosional dari waktu ke waktu kemungkinan besar akan menjadi lelah dan kesal. Jelas, ini kemungkinan besar akan mengurangi seberapa besar dia sangat menginginkan seks dengan pasangan yang, sebagai perbandingan, melakukan dan tidak terlalu peduli.
Menariknya, peneliti mengantisipasi bahwa wanita dalam hubungan yang tidak memuaskan akan merasa kurang tertarik untuk melakukan hubungan seksual secara keseluruhan dan, oleh karena itu, tidak hanya merasa kurang mood untuk berhubungan seks dengan pasangan tetapi juga kurang tertarik pada seks solo (masturbasi). Secara tidak terduga, hasil menunjukkan bahwa keinginan menyendiri tidak berhubungan secara signifikan dengan kesetaraan atau kepuasan hubungan. Ini menunjukkan bahwa hasrat seksual wanita itu rumit dan kompleks, dan apa yang meredam salah satu dimensinya tidak serta merta meredam dimensi lainnya.
***
Solo, Selasa, 17 Januari 2023. 1:11 pm
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews