Presiden Joko Widodo sudah berkali-kali memakai pakaian adat dalam upacara resmi kesetaraan. Kapan kita bangga memakai baju adat milik negeri sendiri?
Bermunculan postingan foto uang baru pecahan 75.000 yang kemarin dirilis Bank Indonesia. Juga foto Presiden Joko Widodo dengan pakaian adat Nusa Tenggara Timur. Belum genap sehari, dua gambar itu viral akibat makin lenyapnya jati diri bangsa.
Ada tudingan adanya baju khas China di uang baru itu. Ada tuduhan adanya upaya meniru baju Kaisar China pada pakaian adat yang dipakai presiden. Benar-benar krisis jati diri.
Tahun 1988 sewaktu duduk di bangku SMP, semua siswa harus hafal nama rumah tradisional semua suku di Indonesia. Wajib bagi semua siswa mengenal pakaian adat seluruh nusantara.
Tahun 1989 wajib bagi siswa SMA untuk bisa menyebutkan nama provinsi, ibukota, dan nama gubernurnya. Satu saja salah, semua siswa wajib mengulangnya di pertemuan berikutnya.
Dua pengalaman pribadi iya kuat membekas di lubuk hati terdalam. Timbul kecintaan yang luar biasa terhadap tanah air. Karena itulah, air mata pun bisa menetes meski hanya mendengarkan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan secara sederhana.
Kini, kita benar-benar krisis jati diri. Kita makin merasa asing dengan budaya sendiri. Makin menganggap aneh warisan budaya nenek moyang. Dan makin terperosok ke jurang kesesatan akibat malasnya kita bersyukur dan enggannya kita belajar.
Tengoklah sekeliling kita. Baca informasi seluas-luasnya agar wawasan kita makin terbuka di tengah derasnya zaman keterbukaan. Jangan sampai kita jadi katak dalam tempurung.
Banyak orang Indonesia meniru budaya Arab. Penampilan kearab-araban dianggap sebagai lambang kesalehan beragama. Sayang seribu sayang, itu hanya sekadar penampilan.
Coba tengok orang-orang Arab. Mereka mulai meniru budaya barat. Gaya hidup, model pendidikan, teknologi, pertahanan dan lain-lain sangat kental dengan budaya barat.Lucunya, justru orang-orang Barat gemar sekali dengan budaya Indonesia. Tak terhitung lagi orang Barat yang belajar gamelan atau musik Jawa. Tak terhitung lagi jumlah mahasiswa yang belajar di jurusan tarian tradisional Indonesia. Cukup banyak pesinden atau penyanyi langgam Jawa yang berasal dari orang Barat. Dan di tempat-tempat wisata, kita mudah banget menjumpai turis asing yang bangga memakai baju adat. Benar-benar zaman sudah kebalik.
Maka, momentum HUT Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia yang kemarin kita rayakan mestinya dijadikan tonggak awal kebangkitan semangat nasionalisme. Presiden Joko Widodo sudah berkali-kali memakai pakaian adat dalam upacara resmi kesetaraan. La kapan kita bangga memakai baju adat milik negeri sendiri?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews