Diberondong pertanyaan bertubi-tubi. Pertanyaan yang menyudutkan dirinya. Jenderal Andika pasrah.
"Monggo (silakan) mau ngomong (bicara) apa juga, saya kondisinya begini. Keadaan saya begini. Dari dulu juga begini. Enggak ada yang saya komentari lagi. Terserah…," kata Jenderal Andika Perkasa, pasrah.
Ia mengemukakan kepasrahannya usai dilantik sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) di Istana Negara Jakarta, Kamis (22/11/2018). Menurut Andika, ia tidak perlu merespons komentar orang lain terhadap dirinya. Ia juga menganggap hal itu sesuatu yang tidak perlu. Penunjukan dirinya sebagai KSAD, baginya murni penilaian Presiden Jokowi.
Memang wajar repons positif bahkan negatif terhadap pelantikan Andika sebagai KSAD. Sebab, selama ini ia memiliki karier yang cenderung melesat dibandingkan rekan-rekan seangkatannya. Bahkan melewati 2-3 angkatan di atasnya.
Andika, lulusan Akademi Milter (Akmil) 1987. Ia menjadi KSAD, menggantikan Jenderal Mulyono (Akmil 1983 / Infanteri). Andika melompati tiga angkatan seniornya, lulusan Akmil 1986, 1985, dan 1984.
Berbeda dengan calon KSAL dan KSAU, kali ini kandidat KSAD ada 10 letnan jenderal. Mereka, tiga orang dari lulusan Akmil 1984: Letjen Ediwan Prabowo (Armed/staf khusus KSAD), Letjen Thamrin Marzuki (Kavaleri/Irjen Kemhan), dan Letjen Agus Surya Bakti (Infanteri-Kopassus/Sesmenko Polhukam).
Tiga dari lulusan Akmil 1985; Letjen Dodik Wijanarko (Polisi Militer/staf khusus Panglima TNI), Letjen Doni Monardo (Infanteri-Kopassus/Sekretaris Jenderal Wantannas), dan Letjen Tri Legiono Suko (Armed/Rektor Unhan).
Satu dari lulusan Akmil 1986, Letjen Tatang Sulaiman (Infanteri/Wakil KSAD). Tiga dari Akmil 1987, yakni: Andika Perkasa (Infanteri – Kopassus/Pangkostrad), Letjen Muhammad Herindra (Infanteri – Kopassus / Irjen Mabes TNI), dan Letjen AM Putranto (Infanteri / Dankodiklatad).
Degatotisasi
Sejak awal sudah terlihat peta rotasi, mutasi dan promosi perwira tinggi (pati) TNI saat Panglima TNI dijabat Marsekal Hadi Tjahjanto, Desember 2017 lalu. Hadi dan Andika menjadi karib saat keduanya berada di lingkaran istana. Hadi sebagai sekretaris militer presiden (2015-2016), dan Andika sebagai komandan Paspampres (2014-2016).
Pati yang lebih senior dan menjadi rival kuat bagi Andika, ‘disingkirkan’ ke jabatan bintang tiga di luar Mabesad dan Mabes TNI. Mereka adalah Doni Monardo, Agus Surya Bakti, Thamrin Marzuki, dan Tri Legiono Suko.
Jika berada di Mabesad atau Mabes TNI, posisinya hanya sebagai staf khusus alias pati bintang tiga non job. Hal itu terjadi pada Ediwan Prabowo dan Dodik Wijanarko. Kecuali, Herindra, rekan seangkatan Andika di Akmil 1987. Herindra menjadi Irjen Mabes TNI.
Termasuk Tatang yang sudah lebih dahulu menjadi letjen sebagai Wakil KSAD. Ia menduduki posisi tersebut di era Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Hal ini yang kemungkinan membuat Tatang tidak beruntung dan mendapat cap G atau ‘orangnya Gatot Nurmantyo’.
Begitu menjadi Panglima TNI, Marsekal Hadi membatalkan 16 mutasi pati TNI diakhir kepemimpinan Gatot. Mereka sebagian kena cap ‘orangnya GN’. Begitulah degatotisasi.
Salah satu yang paling menghebohkan, batalnya Mayjen Sudirman (Akmil 1986 / Infanteri) sebagai Pangkostrad menggantikan Edy Rahmayadi (Akmil 1985 / Infanteri). Edy mengajukan pensiun dini, mengikuti pemilihan gubernur Sumatra Utara. Kini Sudirman pun masuk kotak menjadi staf khusus.
Senior dipinggirkan
Pintu terbuka bagi Doni maupun Agus SB usai pembatalan Sudirman. Bahkan Edy sempat mengatakan di media massa, yang paling tepat menggantikan dirinya adalah rekan sesama Akmil 1985, Doni Monardo.
Keputusan kontroversial terjadi, Pangkostrad justru diisi Agus Kriswanto. Padahal tujuh bulan lagi Kriswanto pensiun. Ia dimutasi dari Dankodiklatad menjadi Pangkostrad.
Posisi Dankodiklatad pun tertutup untuk Doni maupun Agus SB. Padahal keduanya, senior Andika di Kopassus. Waktu Letkol Andika menjadi Danyon 32 Grup 3, komandan grupnya adalah Kolonel Agus SB.
Kurang dari dua tahun menjadi Pangdam Tanjungpura di Kalimantan Barat, Andika yang menjadi Dankodiklatad menggantikan Agus Kriswanto. Bukan Agus SB, Doni Monardo, Herindra atau pun Kustanto Widiatmoko (Akmil 1987 / Kavaleri) yang sudah empat jabatan bintang dua. Pengalaman jabatan bintang duanya lebih banyak daripada Andika.
Andika hanya menduduki jabatan sekitar enam bulan sebagai Dankodiklatad. Bahkan hanya sekitar lima bulan sebagai Pangkostrad dan langsung promosi sebagai KSAD.
Tiga favorit
Sebenarnya dari 10 letjen, praktis tiga nama menjadi favorit kuat, yakni: Doni Monardo (1985), Tatang Sulaiman (1986), dan Andika Perkasa (1987). Tiga nama itu kemungkinan disorongkan Marsekal Hadi kepada Jokowi. Sedangkan Herindra, walau lulusan terbaik Akmil 1987, harus gigit jari. Sebab sudah ada Andika.
Terkait usia pensiun, lulusan Akmil 1984, rata-rata pensiun pada akhir 2019 atau awal 2020. Sehingga peluangnya tipis dan tidak dimasukkan dalam radar favorit menjadi KSAD. Contohnya Agus Surya Bakti, akan pensiun September 2019.
Sementara usia pensiun Andika masih empat tahun lagi. Usia pensiun Doni masih sekitar 2,5 tahun lagi. Sedangkan Tatang, sekitar 1,5 tahun lagi. Artinya cukup bagi Tatang, apalagi Doni jika diberikan kesempatan menjadi KSAD.
Usia Tatang (kelahiran 1 April 1962), sama seperti KSAL, Laksamana Siwi Sukma Adji (kelahiran 14 Mei 1962), dan KSAU Marsekal Yuyu Sutisna (kelahiran 10 Juni 1962). Siwi, lulusan AAL 1985, akan pensiun 1,5 tahun lagi. Begitu juga dengan Yuyu, lulusan AAU 1986, akan pensiun 1,5 tahun lagi.
Artinya, jika Tatang menjadi KSAD, maka tiga kepala staf angkatan, pensiun bersamaan, sekitar April-Mei 2020. Namun, skenario itu tidak terjadi.
Sedangkan Doni, kelahiran 10 Mei 1963. Pensiunnya pada Juni 2021. Sementara Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, lulusan AAU 1986, usia pensiunnya masih tiga tahun lagi. Hadi kelahiran 8 November 1963. Pensiun Desember 2021.
(Bersambung)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews