Buku Kembar Jenderal TNI Dudung Abdurachman

Dudung pernah mengeluarkan perintah menurunkan ratusan baliho FPI dan mengambil alih tugas Satpol PP dan Polri yang berkali-kali gagal menuntaskan tugas.

Rabu, 24 November 2021 | 15:09 WIB
0
433
Buku Kembar Jenderal TNI  Dudung Abdurachman
Dummy buku Dudung Letjen TNI Abdurachman (Foto: Dok. pribadi)

Kedua buku ini adalah dummy. Atau dalam dunia menulis biasa disebut edisi cetak-coba.

Buku “Loper Koran Jadi Jenderal” adalah buku saya dengan perjalanan yang terpanjang. Kesabaran dan keuletan yang dijalani oleh penulis dan tokohnya yang seperti gelombang, saya alami ketika menulis ini. Saya yakin, jejak perjalanan Jenderal Dudung bisa digugu dan ditiru anak-anak muda Indonesia. Semoga sepanjang hayatnya, Jenderal Dudung selalu amanah seperti terekam dalam pengalaman hidupnya ini.

Jenderal etnis Sunda ini bintang empatnya memang baru berusia satu hari. Namun, jangan ragukan keteladanan dan banyak sifat kepemimpinannya yang unik.

Tentu saja, Anda penulis bukunya!

Sergah seorang teman.

Bertemu Jenderal Dudung tiga tahun lalu di Akademi Militer, saya bahkan ketika itu tidak tahu namanya. Karena, sebagai Gubernur Akmil pun baru dua bulan dijalaninya. Maka, kami bukan berwawancara tepatnya, tapi mengobrol perkenalan biasa. Saya mengantar beberapa buku “Menjadi Taruna Akademi Militer” yang juga diterbitkan Penerbit Buku Kompas (PBK) tahun 2017, di sela liburan keluarga ke Magelang dan Yogya, 17 Desember 2018.

Terima kasih Pak Kapenhumas Akmil saat itu, Letkol Inf Zulnalendra Utama.

Foto di atas, sebelah kiri adalah dummy pertama yang dibuat pada ujung masa jabatannya sebagai Pangdam Jaya: April 2021. Pangkatnya menjelang Letnan Jenderal, tapi bintang di baretnya masih dua. Sebelah kanan adalah dummy yang saya buat ketika Pak Dudung sudah Pangkostrad: September 2021. Foto cover oleh Darwis Triadi (kiri) dan satu foto cover lagi adalah karya seorang Kopral Dua di PenKostrad (kanan).

Pengganti Jenderal Andika

Jenderal TNI Dudung Abdurachman, S.E, M.M, yang saat menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat berpangkat Letjen, adalah KSAD pengganti Jenderal Andika Perkasa yang naik jabatan sebagai Panglima TNI. 

Saya bukan hanya hitungan bulan mengenalnya. Saya berwawancara empat mata, mengikuti kegiatannya dan sampai mewawancarai keluarganya, anak buah dan rekannya yang tersebar di Jakarta, Bandung, Palembang, Padang, Magelang, Sleman.

Juga bukan pula hanya hitungan bulan saya mengenal perangainya yang berani, tegas, tetapi sekaligus murah hati dan penolong. Semua berlangsung dalam kurun waktu tiga tahun. Pertemuan juga wawancara pertama di Akmil Magelang, 17 Desember 2018, dan bergulir sampai hari ini.

Contoh yang paling diingat semua orang tentangnya adalah peristiwa 20 November 2020. Pak Dudung baru menjabat kurang dari tiga bulan. Ia berbicara kepada wartawan bahwa ia mengeluarkan perintah menurunkan ratusan baliho FPI mengambil alih tugas Satpol PP dan Polri yang berkali-kali gagal menuntaskan tugas ini. Banyak orang simpati, tapi tak kurang banyak yang tidak suka dan menyebutnya melanggar kewenangan seorang Pangdam.

Pernyataan, “Itu perintah saya!” yang disampaikan saat apel siaga di Monas itu, membuat sebagian besar warga Jakarta serta merta berpihak padanya. Ia ditunggu-tunggu banyak warga yang selama ini ketakutan, tapi hanya bisa diam.

“Seperti oase,” demikian pendapat seorang ibu paruh baya yang rumahnya pernah diteror Front Pembela Islam (FPI), tentang sosok Pangdam Jaya yang melejit popularitasnya segera setelah peristiwa itu.

Sabtu, 6 November 2021, Jenderal Andika telah menyelesaikan ujiannya di depan DPR RI, dan lulus sebagai Panglima TNI yang baru. Sejak itu, hampir setiap hari saya menerima pertanyaan dari narasumber “Loper Koran Jadi Jenderal” dan teman-teman wartawan, “Kapan Bapak Dudung naik menjadi KSAD?”

Pertanyaan yang wajar, mengingat hanya tinggal dua kandidat kuat KSAD pengganti Jenderal Andika yang disorot sampai kemarin. Yaitu Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman dan Kasum Letjen TNI Eko Margiyono.
“Kapan?” kembali masuk ke WA saya.

Kalau saya saja -yang cuma penulis biografinya- bisa menerima paling kurang 5 pertanyaan seperti ini setiap hari, maka bayangkan berapa yang Pak Pangkostrad Dudung terima. Hanya mereka yang sabar dan bermental kuatlah yang dapat menerima satu per satu pertanyaan ini, tanpa merasa terganggu, dengan selalu menjawab santun dan sesuai kata hati.

***