Sambo dan Putri Candrawathi takut opini publik yang begitu liar dengan asumsi-asumsi yang menghakimi mereka.
"Membentuk atau mempengaruhi opini publik".
Rupanya, setelah terjadi pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Eks Kadiv Propam Ferdy Sambo, yang bersangkutan menggalang opini atau narasi dari lembaga-lembaga negara.
Narasi yaitu pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada istrinya yaitu Putri Candrawathi.
Sambo menelpon dan bertemu tatap muka dengan salah satu anggota Kompolnas yaitu Poengky Indarti. Dalam pertemuan tersebut seperti orang terdholimi sambil nangis-nangis menceritakan kasus pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada istrinya.
Komnas HAM pun juga begitu ditelepon dan menceritakan kasus yang sama yaitu pelecehan seksual.
Beberapa anggota DPR juga ditelepon oleh Sambo dan menceritakan hal sama, pelecehan seksual.
Seperti yang diceritakan Mahfudz MD dengan Deddy Corbuzier dalam podcast nya.
Bahkan anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK disodori dua amplop tebal yang diduga berisi uang.Tapi ditolak atau dikembalikan.
Dari awal kasus ini sudah terlihat upaya-upaya menggalang opini dari lembaga-lembaga negara supaya mendapat dukungan dan mempercayai narasi pelecehan seksual.
Yang begitu mencolok yaitu opini atau pendapat psikolog dan Komnas Perempuan. Mereka berpihak pada Putri Candrawathi sebagai korban pelecehan seksual.
Bahkan pendapat psikolog yang terlalu mendramatisir trauma yang dialami oleh Putri Candrawathi. Setali tiga uang, Komnas Perempuan juga berpihak kepada Putri Candrawathi dengan mengatakan untuk tidak berasumsi atau opini liar terkait pembunuhan Brigadir J.
Psikolog dan Komnas Perempuan sepertinya termakan narasi pelecehan seksual yang disampaikan Ferdy Sambo. Mereka menerima begitu saja informasi dari Sambo tanpa prasangka atau sikap kritis.
Sambo saat diperiksa Bareskrim sebelum ditetapkan sebagai tersangka, juga meminta masyarakat untuk tidak "berasumsi" terkait kematian Brigadir J.
Sambo dan Putri Candrawathi takut opini publik yang begitu liar dengan asumsi-asumsi yang menghakimi mereka.
Apalagi asumsi-asumsi publik itu menyangkut yang umum terjadi dalam rumah tangga.
Namun,upaya pembentukan atau penggiringan opini yang dilakukan gagal dan publik lebih pintar atau tidak mudah percaya.
Malah laporan terkait pelecehan seksual yang dilaporkan oleh pengacara Putri Candrawathi dihentikan karena tidak ada bukti dugaan pelecehan seksual tersebut.
Karena sebelum tewas, Brigadir J ada di halaman depan rumah dinas dan dipanggil masuk ke dalam oleh Sambo.
Artinya motif pelecehan seksual hanya sebagai alibi atau pembelaan dari fakta yang sebenarnya.
Kalau pelecehan seksual itu benar adanya, maka korban atau Putri Candrawathi akan antusias berbicara kepada publik apa yang dilakukan Brigadir J kepada nya.
Dan akan mengungkit-ungkit kebaikan keluarganya yang diberikan kepada korban Brigadir J.
Faktanya, Putri Candrawathi selalu berdalih trauma dan susah untuk ditemui oleh Komnas HAM atau aparat penyidik. Seperti menghindari pemeriksaan.
Bisa jadi, trauma yang dialami Putri Candrawathi karena melihat kejadian atau peristiwa yang mengerikan tewasnya Brigadir J karena ditembak.
Sebenarnya, bisa saja Putri Candrawathi ini menjadi tersangka dengan berita bohong terkait pelecehan seksual.
Drama ini seperti kisah dalam novel, yang biasanya dibumbui percintaan, pengkhianatan dan intrik politik.
**"
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews