Semalam, 28 Desember 2021, dalam final leg 1 piala sepakbola AFF (ASEAN Football Federation), Indonesia versus Thailand, pikiran saya terbelah.
Sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai ada yang betempur di benak saya. Di satu sisi saya ingin Indonesia menang. Sentimen nasionalisme kuat berkobar.
Apalagi ini ajang AFF, yang sudah dimulai sejak 1996. Inilah ajang sepakbola paling bergengsi tingkat ASEAN, berlangsung setiap dua tahun. Sejak awal sampai sekarang, Indonesia belum pernah juara AFF.
Inilah saatnya Indonesia juara AFF. Saatnya pecah telur. Negara sebesar Indonesia, populasi cinta bola di Indonesia jauh lebih banyak dari negara manapun di ASEAN. Ada yang salah jika Indonesia sejak tahun 1996 tak pernah juara sekalipun.
Inilah saatnya. Yess!! Inilah saatnya. Berulang- ulang, harapan ini saya tumbuh- tumbuhkan.
Namun sebagian dari pikiran saya sungguh menyimpulkan sebaliknya. Belahan pikiran ini terpesona oleh data pihak lawan: Thailand.
Thailand negara yang paling banyak menang di AFF. Sejak berdiri di tahun 1996, Thailand sudah juara lima kali. Sementara Indonesia belum pernah juara sekalipun.
Di tahun ini, Thailand masuk final dengan mengalahkan juara bertahan Vietnam secara meyakinkan. Sementara Indonesia mengalahkan Singapura yang hanya tersisa sembilan pemain.
Saat ini, Thailand juga memiliki pemain yang disebut Messi Asia Tenggara: Chanatip “Jay” Songkrasin. Ia juga bermain di J1 League, yang dianggap liga sepak bola paling sukses di Asia. Sementara tim Indonesia belum ada yang diberi gelar “Ronaldo” Asia Tenggara.
Pertarungan baru berlangsung dua menit, Chanatip, Messi Asia Tenggara ini, sudah mencetak goal.Sangat terasa, pelatih Thailand, Mano Polking mempelajari kelemahan Timnas Indonesia.
Mano Polking mengubah formasi pemain. Ketika melawan Vietnam, ia terapkan formasi 4-3-1-2. Melawan Indonesia, Ia ubah menjadi 4-3-2-1. Dalam sepakbola, ini disebut formasi pohon natal.
Polking juga menata ulang pemain. Philip Roller, Supachok Sarachat, dan Bordin Phala dimainkan sejak menit awal. Pada leg
kedua semifinal melawan Vietnam. Ketiganya tidak bermain.
Efeknya sangat efektif. Roller sangat agresif dan menekan di sisi kiri pertahanan Indonesia. Phala cukup kuat untuk Asnawi. Sarachat mampu membuat bek tengah Indonesia kerepotan.
Menonton pertandingan ini di lima belas menit pertama, terasa dua tim ini berbeda kelas. Tak hanya Thailand unggul dalam skill individual pemain dan kerjasama tim. Indonesia pun seperti kalah mental dan lambat bangkit sejak kebobolan di menit kedua, babak pertama.
Sebelah pikiran saya menyatakan: Indonesia tak hanya akan kalah. Tapi kalah dengan telak. Tapi sebelah pikiran lainnya tetap berkobar sentimen nasionalisme: Indonesia akan bangkit mengimbangi Thalland.
Hasil final sudah bersama kita ketahui. Indonesia kalah telak 0:4 di leg pertama. Akankah Indonesia bangkit di leg kedua? Bisakah Indonesia berbalik mengalahkan Thailand dengan selisih 5 goal agar juara?
Sebagian pikiran saya yang patuh pada data sudah menyerah. Kuat bergaung di benak. Kali ini Indonesia tetap belum akan juara AFF.
Di leg kedua, jika Indonesia bisa mengalahkan Thailand dengan selisih satu goal saja itu sudah minta ampun bagusnya. Walau jika leg 2 dan leg 1 digabung, Indonesia akan tetap kalah juga.
Tapi pikiran yang sebelah lagi, tetap mengkibarkan sentimen nasionalisme. Terasa ada harapan dan api yang dibesar- besarkan agar tetap menyala.
Sebelah pikiran yang dipengaruhi nasionalisme, berseru. Selalu ada keajaiban dalam sepak bola. Lihat Liverpool. Dalam semi final leg 1 Champion League 2019, Liverpool dikalahkan telak oleh Barcelona, 0:3. (1)
Tapi apa yang terjadi pada leg 2? Liverpool bangkit dan mengalahkan Barcelona 4:0. Akibatnya Liverpool menang secara agregat: 4-3.
Inilah sulitnya seorang peneliti yang tinggi sentimen nasionalismenya. Walau jejak data menunjukkan tim lawan akan unggul, tapi sentimen nasionalisme tak hendak mati
.***
29 Desember 2021
Denny JA
CATATAN
(1) Liverpool bangkit di leg ke 2 mengalahkan Barcelona 4:0 dalam Champion League 2019, babak semifinal
Liverpool 4-0 Barcelona: Stunning Reds ...
- [ ]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews