Jitet Koestana termasuk kartunis-jurnalis yang paling banyak dapat penghargaan internasional, yaitu sebanyak 36 sehingga masuk museum rekor.
Kartunis cum jurnalis level dunia, selalu punya cara membebaskan diri. Di Alcalá de Henares, Spanyol, mereka gelar kontes. Sebuah kampus asal Italia, awal musim semi ini, mengumpulkan 131 karya humor bergambar dari kartunis 36 negara.
Acaranya bukan di venue biasa. Event dihelat di rumah sakit tua; l’Ospedale Vecchio, Santa Maria la Rica. Festival itu mereka beri titel; Vietato, vietare: DILARANG MELARANG.
Kartunis asal Semarang, Jitet Koestana, mengirim satu karya. Judulnya Respectfully Upside Down. Hormat Terbalik, arti kiasannya. Apakah kartun politik humor itu menyindir penguasa Jokowi; “Itu karya lama, kalau iya, mungkin kebetulan,” ujarnya kepadaku.
Sosok yang menyembah dengan hormat terbalik adalah Si Jester. Ini ikon joker di astana raja-raja romantik Eropa.
Di hikayat Islam, Jester “punya” senior. Namanya Abu Nawas. Itu nama alias. Abū Nuwās al-Ḥasan ibn Hānī al-Ḥakamī nama panjangnya. Bukan tokoh kartun, Abu Nawas itu nyata. Wan Abu, hidup di masa keemasan Islam di Jazirah Arab; 756 – 814 Masehi.
Jika Jester bertopeng dan berpenampilan badut, Abu Nawas tidak. Ia tampil rapih jalih. Tak seperti Jester-jester Eropa yang mengandalkan mimik dan cara pakaian, atau stand up comedy, Abu Nawas melawak dengan ilmu dan pengalaman. Itu karena, Abu Nuwas sosok terpelajar sekaligus ahli balagah; ilmu narasi dengan kiasan.
Dengan puisi ia pembawa kabar satiris bagi rakyat di era Khalifah Harun Al Rasyid. Sang raja memeliharanya, untuk menjaga demokarasi dan iklim kelucuan di Istana. Ia tak dilarang tapi juga tak melarang. Wan Abu bukan konglomerat. juga bukan orang melarat. Ia orang cerdas, lugas, bebas, dan kadang tegas.. enaklah.
Jester dan Abu Nawas, dan mereka yang berhaluan; Vietato, vietare, memang harus selau ada. Mereka ada untuk Menghibur yang papa dan Mengingatkan yang mapan; seperti jurnalis sejati, orang-orang begini didesain dan diangkat raja untuk menyindir dengan lawakan. ini biar orang susah jadi senang dan orang senang jadi susah. Itulah kenapa mereka gelar festival Dilarang Melarang.
Hormat Terbalik
Salah satu karya kartunis kelahiran Semarang (Jateng) ini, masuk dalam 15 daftar nominasi festival kartun Internasional di event Italia presente alla XXVI Esposizione Internazionale di Humor Arts 2019, di Alcalá de Henares, Spanyol.
Bersama 15 karya kartunis asal 11 negara di Eropa dan Amerika, karyanya berjudul Respectfully Upside Down (Hormat Terbalik), dipamerkan di aula l’Ospedale Vecchio, Santa Maria la Rica, Spanyol, 16 September 2019. Pameran bertajuk “Vietato, vietare” (Dilarang Melarang) diikuti 131 kartun, dari kartunis 36 negara.
Penyelenggara event tahunan ini Instituto Quevedo, Yayasan Umum Universitas Alcalá, dan Pemerintah Kota Alcala de Henares, Spanyol. Jitet adalah kartunis yang terdaftar sebagai anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang.
Di dekade 1990-an, selama tiga tahun, Jitet jadi pengsuh rubrik Humor di harian Jawa Pos. Lalu sempat berkarier 5 tahun di tabloid Gaya Sehat.
Alumnus STM di Semarang ini juga sempat jadi ilustrator di tabloid Senior, anak usaha Kelompok Kompas Gramedia, kini Grid.
Hingga kini, Jitet diminta newsroom Kompas untuk secara teratur mengisi kolom kartun politik KOMPAS, menggantikan posisi G.M. Sudarta.
Kepada Tribun Batam, Rabu (18/9/2019) siang, Jitet mengaku, sejauh ini belum dapat informasi update terbaru tentang “Hormat Terbalik” dari pihak penyelenggara festival dunia, “Dilarang Melarang” ini. “Sejauh ini belum dapat detailnya,” tulis kartunis yang juga pendiri rumah kartunis, GoldenPencil.id ini. Dari laman resmi event itu, karya Jitet dinominasikan bersama 15 karya dari 14 kartunis dari 11 negara.
Ke-15 nominator lainnya adalah Arend Van Dam (Belanda), Angel Banegas (Honduras), Karry (Perú), Pedro Sol (Mexico), Thiago Lucas de Souza (Brasile), Turcios (Colombia), Armando Román Rivas (Mexico), David Evzen (Repubblica Checnya), David Vela (Spanyol), Elena Ospina (Colombia), Elihu Duayer (Brasil), Lloyy (Cuba), Jistet Kustana (Indonesia), dan dua kartunis asal Italia; Andrea Pecchia serta Ciro Doriano.
Akademisi Ariel Heryanto, Rabu (18/9/2019) juga memuji karya Hormat Terbalik, Jitet. Di akun twitternya, Ariel menyebut karya itu, ‘kontekstual’ dengan kondisi terkini Indonesia. “Kog, waktunya Pas banget.”
Karya Jitet ‘Hormat Terbalik’ itu, menggambarkan ikon badut terkenal Eropa, Jester, menyembah raja dalam posisi terbalik.
Saat Tribun menanyakan ke Jitet, apakah kartu karyanya, itu menyindir kondisi terkini politik Indonesia, yang sedang dipimpin “Raja’ usungan partai politik bersimbol “Merah Menyala”?
Jitet menjawab lugas, “Oh enggak, itu karya lama.. Mungkin kebetulan saja.” Dalam hikayat Islam, Jester kerap diumpamakan dengan Abu Nawas. Sedangkan tiga warga lainnya, menyembah raja yang duduk di singgasana berkarpet merah-nya.
Difta_Sofdi, seorang netizen @Dsofdi, pun mengomentari postingan Ariel soal karya Jitet, menyebut “Jester memang pekerjaannya menjadi pelawak dengan cara menyindir tuan Raja-nya. Itu tradisi Eropa. Jester bisa menyindir raja dengan cara terbuka dan bahkan secara halus. Karena sudah tradisi, Raja pun maklum. Namun jika sudah kelewatan dan mood raja lagi sedang jelek, para Jester pun bisa dipenjara.”
Dilarang Melarang
Bagi Jitet, nominator di Festival Dilarang Melarang ini adalah apresiasi skala internasional keduanya tahun 2019 ini. Tujuh pekan lalu, Juli 2019 lalu, Jitet sebagai pendiri Gold Pencil Indonesia, dipercaya menjadi kartunis representatif Federation of Cartoonists Organisations (FECO) di Indonesia.
Feco adalah salah satu anggota aliansi dari organisasi wartawan dunia, International Press Federation. Sebagai representasi rumah besar para kartunis dunia di Indonesia, Jitet juga perawakilan The Gold Pencil Foundation di Indonesia. “Dari rumah kartunis Indonesia inilah saya dorong kartunis muda untuk ikut event dan kompetisi skala internasional,” ujar Jitet.
Melalui akun instagram goldpencil.id, kakek tiga cucu ini mendorong kartunis muda Nusantara untuk ikut event internasional. Seperti The 13th International Cartoon Contest Urziceni 2019, Romania, yang deadline penyerahakan karyanya, 16 November 2019 mendatang.
Jitet termasuk kartunis-jurnalis yang paling banyak dapat penghargaan internasional. Desember 2018 lalu, dia juara 3 International UWC Cartoon Contest, di World Cartoonist, Union of World Cartoonists (UWC) Dia meraih 11 suara dari 54 voters kartunis senior dunia, bersama Doru Axinte (Romania) – 12 votes, Darko Dreljevic (Montenegro) – 11 votes, Jitet Kustana (Indonesia) – 11 votes, Seyran Caferli (Azerbaijan) – 10 votes, dan Izabela Kowalska – Wieczorek (Poland) – 9 votes.
Tahun sebelumnya, Jitet Koestana berhasil menjuarai kontes kartun internasional yang berlangsung di Istanbul, Turki, 15 Desember 2017.
Selalu Juara Internasional
Dia dan karyanya terbanyak dilombakan dan dipamerkan di festival berskala internasional, Museum Rekor Indonesia/MURI tahun 1998 lalu, bahkan memberi dia rekor kartunis Indonesia yang sebagai peraih penghargaan internasional terbanyak, 36 buah (1998).Kemudian karyanya tampil sebagai peraih Grand Prize di ajang Seoul International Cartoon Festival – Korea Selatan (1997), Grand Prize di ajang Cordoba International Cartoon Festival – Spanyol (2000), Grand Prize di Syria International Cartoon Contest – Suriah (April 2005) dan kembali meraih Golden Prize di ajang The 9th Kyoto International Cartoon Exhibition –Jepang (2010).
Selain sebagai kartunis, dia juga menulis beberapa buku bersama beberapa penulis di antaranya Jiddu Krishnamurti Revolusi (1999) yang di tulisnya bersama Darminto M. Sudarmo, Indonesian Damn Good Cartoon – Kumpulan Kartun Juara (2010), yang di tulisnya bersama Arif Sutristanto, Didie SW, dan Thomdean. Selain itu, ia juga kerap di undang untuk menjadi tim juri Festival Kartun tingkat Internasional.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews