Jangan Langsung Berharap Tinggi pada Mick Schumacher

Mick akan menjalani dua tahun magang di Haas sebelum naik ke Ferrari pada 2023. Semoga saja mobil Ferrari sudah tidak 'ngampas' pada saat itu.

Senin, 21 Desember 2020 | 23:25 WIB
0
261
Jangan Langsung Berharap Tinggi pada Mick Schumacher
Mick Schumacher

Mick Schumacher akan membalap di F1 musim depan bersama tim Haas-Ferrari. Putra legenda F1 Michael Schumacher ini dikontrak Haas setelah menjuarai F2 musim 2020. Meski hanya meraih dua kali kemenangan, murid binaan Akademi Pembalap Ferrari (Ferrari Driver Academy/FDA) ini berhasil naik podium 10 kali dan tampil konsisten meraih poin, sehingga meraih gelar juara dunia F2 dengan selisih 14 poin dari sesama murid FDA, Callum Ilott.

Ekspektasi tinggi tentu menunggu Mick pada tahun pertamanya di F1. Menyandang nama Schumacher, nama yang sempat mendominasi F1 dengan meraih tujuh gelar juara dunia, membuat perbandingan langsung dengan sang ayah tidak dapat dihindari. Apalagi Mick merupakan pembalap binaan Ferrari, tim yang dibela oleh Schumi pada saat mendominasi F1 di tahun 2000-2004.

Rekam jejak sang Schumi Junior di ajang single-seater pun cukup mentereng, dengan daftar prestasi antara lain: runner-up di kejuaraan F4 Jerman dan Italia, juara F3 Eropa, serta juara F2. Namun, patutkah kita berekspektasi tinggi kepada 'sang putra mahkota Schumacher'?

Pertama dan utama harus kita sadari, meski memiliki marga legendaris dan nama yang hampir mirip, Mick Schumacher bukan Michael Schumacher. Mick Schumacher adalah Mick Schumacher, yang sedang berusaha mengukir kesuksesan namanya di ajang balap, bukan bapaknya dalam versi lebih muda. Biarkan Mick mengukir suksesnya sendiri, dengan caranya sendiri, lepas dari beban ekspektasi berlebih hanya karena dia adalah putra salah satu pembalap terhebat di F1.

Kedua, Mick bukan tipe pembalap yang langsung menggebrak. Kalau kita perhatikan karirnya pada tabel yang saya lampirkan, selalu ada 'siklus dua tahun'. Tahun pertama di ajang tertentu, Mick tidak tampil bagus, hanya menang atau podium sesekali dan tidak berada di posisi yang diperhitungkan di kejuaraan.

Baru pada tahun kedua, Mick tampil bagus dan berada di posisi tinggi tabel kejuaraan. Baik itu di F4, F3, dan juga F2, Mick membutuhkan satu tahun belajar dan tahun berikutnya untuk tampil sebagai juara atau runner-up kejuaraan.

Tentu berbeda dengan pembalap seperti Charles Leclerc, Lando Norris, atau George Russell yang langsung menggebrak di musim pertamanya di F2. Mick membutuhkan waktu untuk belajar di satu kategori sebelum tampil moncer, yang meski membuatnya terkesan lama 'naik kelas' namun justru menunjukkan bahwa Mick ini punya ruang luas untuk pengembangan kemampuannya. Jadi para penggemar harus sabar menunggu setidaknya setahun untuk Mick belajar sebelum jadi juara.


Ketiga, Mick bergabung di tim Haas F1. Haas F1 ini termasuk dalam tiga tim papan bawah bersama dengan Williams dan Alfa Romeo. Haas hanya meraih tiga poin musim lalu dan finis di posisi sembilan kejuaraan konstruktor. Haas juga menggunakan mesin Ferrari yang tak begitu bagus sepanjang musim ini, yang mana ini menjadi alasan mengapa Haas merekrut Mick, sebagai bentuk kerjasama Haas dengan Ferrari.

PR Mick akan sangat banyak. Membiasakan diri dengan kategori baru yaitu F1, mengembangkan mobil Haas yang butut, dan berusaha meraih hasil tertinggi di setiap balapan. Tidak akan mudah bagi Mick untuk langsung meraih hasil tinggi bersama Haas.

Meski kita semua sangat bergembira dengan kembalinya nama Schumacher di F1, jangan berlebihan. Sabar, kita perhatikan proses perkembangan Mick menjadi pembalap yang lebih komplet. Dugaan saya, Mick akan menjalani dua tahun magang di Haas sebelum naik ke Ferrari pada 2023. Semoga saja mobil Ferrari sudah tidak 'ngampas' pada saat itu.

***