Menggugat Boeing? Bisa tapi Berat, Setelah Itu Siapa?

Rabu, 21 November 2018 | 06:24 WIB
0
686
Menggugat Boeing? Bisa tapi Berat, Setelah Itu Siapa?
Boeing (Foto: QZ.com)

Irianto, ayah penumpang atas nama Rio Nanda Pratama, korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max8 yang jatuh di laut Tanjung Karawang mengajukan gugatan terhadap Boeing. Ia menyatakan keputusan mengguggat untuk mengetahui penyebab tragedi.

Curtis Miner dari kantor pengacara Colson Hicks Eidson yang berkantor di Negara Bagian Florida, Amerika Serikat, secara resmi membenarkan tentang langkah ini.

"Kami telah mengajukan gugatan terhadap Boeing Company di Pengadilan Circuit, Cook County, Illinois, Amerika Serikat, markas perusahaan Boeing, atas nama klien kami, orang tua dari Rio Nanda Pratama, korban meninggal dunia pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh ke laut," kata Miner.

Selain itu beberapa pengacara dari AS menawarkan diri kepada keluarga korban yang lain dengan catatan free of charge, tapi belum mendapat tanggapan.

Analisis

Menggugat Boeing memang hak keluarga, tetapi saya setuju pendapat pengamat penerbangan Alvin Lie, ini mesti dipikir ulang karena akan memakan waktu yang sangat lama, di samping kesedihan akan berlarut-karut. Kasus tuntutan kecelakaan Air Asia QZ-8501 pada 4 tahun yang lalu saja hingga kini belum selesai.

Pembuktian penyebab kecelakaan memang butuh waktu cukup lama, sementara hasil penyelidikan KNKT tidak dapat dipakai sebagai bukti untuk pengadilan. KNKT bertanggung jawab untuk melakukan investigasi atas kecelakaan transportasi baik darat, laut maupun udara kemudian memberikan usulan-usulan perbaikan agar kecelakaan yang sama tidak lagi terjadi pada masa depan.

Dari sisi Boeing, jelas pabrik pswt raksasa AS ini akan bertahan, karena apabila kalah, ada 4.000 lebih pesanan maskapai dunia yang memesan Boeing 737 Max 8 dan 9 dan blm terpenuhi. Ini masalah citra terhadap keamanan serta keselamatan terbang pesawat unggulan mereka.

Selain itu ada kompetitor Boeing sekelas 737 yang bersiap merebut pasar yaitu Air Bus dan Sukhoi. Untuk itu secara cepat Boeing dan FAA sudah mengeluarkan buletin khusus untuk mengantisipasi terjdinya kasus serupa.

Menggugat Boeing apabila tidak bayar dimuka ya boleh-boleh saja. Walau mereka akan minta fee di belakang apabila menang.

Selain proses akan lama, Boeing juga punya dan mampu membayar lawyer-lawyer handal di AS. Selain itu mereka lebih tahu detail masalah produknya, karena pesawat tersebut yang buat mereka. Mungkin yang dicari masalah manajemen yang tidak akurat atau hal-hal lainnya

Selain itu Lion Air sebagai operator harus siap-siap, bisa saja keluarga korban nantinya akan menuntut mereka juga. Kalau dilihat penjelasan sementara KNKT, ada titik-titik rawan Lion sebagai operator. Titik rawan ini yang apabila di adili bisa saja menyebabkan kelumpuhan. Selain itu tahap ketiga, tuntutan bisa saja ke regulator/kemenhub dengan sub sistemnya.

Kesimpulan

Penyebab kecelakaan pesawat terbang biasanya tidak hanya satu, bisa pilot error, bisa tehnis/instrumen, bisa weather atau non tehnis. Nah, demikian kira-kira apabila keluarga mau menuntut. Kisah duka Lion Air flight number JT 610 jelas masih panjang.

Penulis perlu sekali lagi mengingatkan, butuh kehati-hatian baik operator maupun regulator di Indonesia. Karena yang diurus ini masalah melawan kodrat. Manusia dengan akalnya bisa ikut terbang.

Sekali saja mereka yang terkait lengah, menyepelekan, kemampuan kurang memadai, memberi toleransi terhadap prosedur, biar kita terbang dengan pesawat secanggih apapun, potensi akan bertemu dengan kodratnya akan tetap besar...

Apakah kasus JT610 tidak cukup sebagai pelajaran yang menakutkan? Semoga bermanfaat. 

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen.