Mari kita lebih gunakan otak dalam berkompetisi daripada menggunakan emosi (apalagi kalau pakai sentimen "rasisme") dalam menghadapi dunia baru ini.
Era ekonomi global telah menjadikan barang dan jasa melintas begitu intensif, menembus seluruh permukaan bumi, mendobrak batas batas wilayah negara.
Ada negara-negara pengimpor yang menjadi konsumen barang produksi orang lain, dan ada negara-negara pengekspor, pemasok barang. Ada negara yang lebih produktif, ada negara yang lebih konsumtif. Ada orang yang lebih berbangga menjadi pemakai, ada orang yang lebih berbangga menjadi pencipta. Dinamika terlihat begitu kasat mata.
Untuk grafik kali ini, tentu Indonesia tak terlihat karena negeri kita belum pernah masuk dalam kelompok negara petarung utama ekspor komoditi dunia. Tapi lihat, dominasi Amerika yang bercokol bertahun-tahun, akhirnya tumbang oleh China di tahun-tahun terakhir ini.
Lihat pula Rusia yang pada suatu periode terlihat "nyungsep" ke bawah dan kemudian hilang sama sekali dalam grafik. Ini pertanda negara ini tak mampu bertahan dalam pertempuran perdagangan internasional.
Semoga grafik ini menyadarkan pada kita semua. Indonesia harus bangkit sebagai negara produsen, bukan ajang sasaran pasar produk negara lain. Tak usah kita terlalu bangga sebagai pengguna, karena posisi pengguna hanyalah posisi "otak level bawah".
Tak usah pamer menjadi konsumen barang mewah hasil impor karena itu pertanda ketidak-berdayaan. Apalagi bila barang impor itu melekat di badan kita. Saya sendiri merasa masih terlalu banyak barang impor melekat di badan setiap hari; jam, hp, jaket dan sepatu. Semoga secara bertahap bisa dikurangi.
Mari kita hargai kreativitas yang tumbuh dari diri kita sendiri, dari karya bangsa sendiri. Tak usah mencibir kalau kualitasnya masih belum masuk posisi terbaik. Semua ada proses.
Yang jelas, dari sekian banyak hasil karya anak bangsa yang kini mulai tumbuh, hasil karya budaya semakin terlihat memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan. Begitu banyak warisan hasil seni negeri ini yang siap menjadi komoditi terbaik untuk masuk dalam sirkulasi dunia.
Kalau banyak dari kita kini mulai banyak yang suka makan masakan Jepang, Korea, Italy dan China, mengapa tidak kita jadikan orang Jepang, Korea, Italy dan China suka makan rendang, gado-gado dan gudeg yang kita punya?
Nampaknya, mendorong "comparative advantage" akan lebih cepat menghantarkan kita sebagai pemain dunia daripada kita terfokus semata-mata pada "competitive advantage".
Mari kita lebih gunakan otak dalam berkompetisi daripada menggunakan emosi (apalagi kalau pakai sentimen "rasisme") dalam menghadapi dunia baru ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews