Sebenarnya ada lagi akal sehat yang masih harus ditegakkan: banyaknya rumah susun ternyata tidak banyak mengurangi kampung kumuh di Jakarta.
Saya dapat kiriman foto. Seorang lelaki muda lagi termangu berdiri di tengah banyak sandal jepit yang berserakan. Ia seperti bingung mencari-cari mana pasangan sandal untuk kaki kirinya.
Di bawah foto itu disertakan teks: Jangan kecil hati. Serumit-rumit problem Anda masih rumit problem orang itu.Agak lama saya memandangi foto itu. Tapi lebih lama lagi mengingat siapa pengirimnya.
"Saya Bambang Triwibowo," tulisnya di WA.
Saya masih belum ingat sepenuhnya siapa ia. Saya memang seperti melupakan masa lalu saya. Tapi humor itu terlalu menarik. Saya kepo.Lalu saya selidiki dengan pertanyaan tidak langsung.
"Sekarang sibuk di mana?" tanya saya.
"Sejak berhenti dari PP tahun 2016 saya mendapat tugas sebagai Dirut Perumnas. Mohon doa," jawabnya.
Nah, ketahuanlah siapa pengirim lelucon itu.
Saya menjadi ingat bahwa ia satu-satunya Dirut BUMN yang berani kirim humor ke HP menteri, saat itu. Stok humornya begitu banyak.
Bahkan ia juga berani memarahi menteri --ketika sama-sama bermain ketoprak humor-- karena naskah sandiwaranya mengharuskan begitu.
Foto: Antara
Tapi soal kerja Bambang Triwibowo tidak pernah guyon. Idenya banyak. Melaksanakannya serius.
Tepat sekali Bambang ditunjuk mengembangkan Perumnas.
Mungkin, kalau saya, tidak sampai hati 'menurunkan derajat' orang yang begitu berprestasi di perusahaan besar ke perusahaan yang lebih kecil. Dengan jabatan sama-sama direktur utama.
Tapi Bambang tidak merasa dijatuhkan. Ia selalu bisa nikmati apa yang ada. Selera humornya mengalahkan perasaan tertekan di hatinya. Dan hasilnya nyata. Perumnas berkibar lebih tinggi di tangannya.
Dan yang paling saya puji adalah idenya ini: membangun rumah tinggi di tanah stasiun kereta api.
Saya jadi teringat Hongkong. Begitulah di sana. Apartemen dibangun di dekat stasiun bawah tanah. Agar efisien.
Dua-duanya diuntungkan --kereta dan pembeli rumahnya. Pun perusahaan pengembangnya.
KRL adalah angkutan kota yang sangat murah: Rp 3000.
Tapi karena banyak perumahan yang jauh dari stasiun biaya transportasi mereka menjadi mahal sekali. Bisa memakan lebih separo dari gaji. Alangkah ekonomisnya kalau semua pelanggan KRL punya rumah di dekat stasiun.
Bayangkan, naik KRL-nya Rp 3000. Tapi untuk menuju stasiun perlu naik ojek Rp 10.000.
Kemahalan seperti itu akan terpangkas lewat program Perumnas seperti ini.
Dan menegakkan akal sehat seperti itulah yang dilakukan Bambang. Ia membangun tower-tower di tanah stasiun. Bekerja sama dengan KAI.
Tahap pertama dibangun di tiga stasiun dulu: Tanjung Barat, Margonda, dan Serpong.
Di Tanjung Barat dibangun dua tower. Tidak jauh dari Kampus UI Depok itu. Masing-masing 22 lantai. Bisa untuk 1.200 rumah di situ.
Itulah proyek Mahata Tanjung Barat.
Di Margonda dibangun tiga tower. Tingginya 28 lantai. Lebih banyak lagi rumah yang tersedia.Itulah proyek Mahata Margonda.
Bahkan tiga tower yang di stasiun Serpong tingginya 33 lantai.
Itulah Mahata Serpong.
"Kenapa namanya Mahata?" tanya saya.
"Mahata itu bahasa Arab. Artinya stasiun," ujar Bambang. Yang lulusan fakultas teknik UGM itu.
"Kami sudah cari stasiun di banyak bahasa asing. Kok yang cocok yang dari bahasa Arab itu," tambahnya.
Ternyata semuanya laris. "Bagaimana tidak laris," ujar Bambang. "Kami jual rumah bonusnya kereta api," tambahnya --dengan humornya yang kaya.
Sebenarnya ada lagi akal sehat yang masih harus ditegakkan: banyaknya rumah susun ternyata tidak banyak mengurangi kampung kumuh di Jakarta.
Itu karena rumah susun tidak diprogram untuk 'bedol RT' kampung kumuh.
Mungkin Bambang bisa menggunakan Perumnas untuk memodernkan kampung kumuh di mana-mana.
Lewat akalnya yang banyak. Dan lewat kesegaran pikirannya yang distimulir oleh humor-humornya.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews