Istilah revolusi industri 4.0 menjadi pembahasan menarik di era digital ini. World Economic Forum, mendefinisikan revolusi industri 4.0 sebagai disrupsi teknologi internet ke dalam proses produksi agar proses pengolahan barang dan jasa bisa lebih efisien, cepat, dan massal. Hal ini ditandai dengan penggunaan teknologi robotik, rekayasa intelektual, Internet of Things (IoT), nanoteknologi, hingga sistem yang disebut sistem komputasi awan (cloud computing).
Hal ini merupakan kelanjutan dari revolusi industri yang berlangsung sejak 1850. Revolusi industri pertama, produksi barang secara massal menggunakan mesin uap dan air sebagai bagian dari mekanisasi produk. Kemudian, pada revolusi industri kedua, mekanisasi produksi ditekankan pada penggunaan alat-alat elektronik. Memasuki abad 20, revolusi industri ketiga dengan penggunaan teknologi dan otomatisasi di dalam mekanisasi produksinya.
Sementara itu, revolusi industri 4.0 memiliki perbedaan tersendiri terutama kaitannya dengan penggunaan internet dan kecepatan produksi yang jauh lebih kencang dibanding revolusi industri ketiga. Industri mulai beralih menggunakan rekayasa intelektual, mesin belajar (machine learning), transportasi otomatis dan robotik sangat pintar sudah mulai mendominasi proses produksi hingga 2020 mendatang.
Ada bahaya laten revolusi industri 4.0 yang mengintai dan membuat hal ini menjadi topik yang harus disikapi serius oleh pemerintah, terutama bagi kedua kandidat Capres pada Pilpres 2019 nanti. Karena persoalannya bukan sekedar perubahan pola produksi semata. Ancaman itu muncul dalam bentuk hilangnya beberapa lapangan pekerjaan di masa depan.
Di sisi lain, juga dengan tumbuhnya unicorn – unicorn Indonesia, permintaan tenaga kerja yang membutuhkan ahli dan keterampilan tinggi akan semakin membludak di masa depan. Sebut saja ahli matematika, ahli komputer, hingga ahli pemasaran. Ini lantaran pekerjaan yang punya tingkat keterampilan rendah sudah digantikan oleh otomatisasi.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan hal inilah yang menjadi alasan pentingnya masyarakat memahami revolusi industri 4.0. Revolusi industri keempat adalah sebuah keniscayaan, semua negara tentu akan memasuki fase tersebut. Namun, itu juga mengundang ancaman serius, yakni jutaan tenaga kerja bisa terjebak dengan masalah pengangguran.
Indonesia dengan profil ketenagakerjaan didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah dipandang rentan terpapar dampak laten revolusi industri 4.0 tersebut. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus lalu mencatat jumlah penduduk bekerja sebanyak 88,43 juta. Dengan 40,69 persen diantaranya hanyalah lulusan Sekolah Dasar (SD).
Kemudian sebanyak 22,4 juta orang atau 18,09 persen penduduk bekerja merupakan lulusan SMP. Indonesia juga tengah memasuki masa bonus demografi. Jika angkatan kerja terus bertambah sementara pekerja hanya memiliki tingkat pendidikan rendah, kenaikan tingkat pengangguran tentu bisa menjadi ancaman.
Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menyiapkan SDM dengan kualitas mumpuni disertai dengan pekerjaan baru yang tidak pernah terbayang 10 tahun lalu. Setiap negara tentu juga tidak siap dengan perubahan pola industri yang terjadi secara mendadak.
Hal yang penting, kebijakan pemerintah atau Presiden terpilih nanti perlu dibawa ke arah indikator suksesnya implementasi revolusi industri 4.0, seperti penyerapan tenaga kerja yang terjaga bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan industri.
Revolusi industri 4.0 menurut para pakar selain membutuhkan kebijakan, juga membutuhkan ekosistem yang baik. SDM harus berkualitas, namun di sisi lain, harus ada insentif bagi pelaku usaha agar biaya produksinya lebih efisien.
Oleh karena itu seperti yang diungkapkan Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, Indonesia butuh Presiden Visioner, mengenal dunia digital dan mengapresiasi dunia digital agar revolusi industri 4.0 bisa menjadikan Negara Indonesia selangkah lebih maju kedepan.
Debat Capres Kedua yang lalu, mungkin bisa menjadi referensi terbaru masyarakat dalam menjatuhkan pilihan kepada pemimpin yang memiliki ide dan gagasan yang baik mengenai revolusi industri 4.0 di Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews