Petani kita sering menjerit atau mengeluh dengan masuknya buah-buah impor, khususnya dari China. Bukan hanya buah, hasil pertanian lainnya juga sering menjadi keluhan para petani seperti jagung, kopi, cabai/Lombok, bawang putih atau bawang merah. Petani menganggap dengan masuknya buah impor atau hasil pertanian mengakibatnya anjloknya harga dan tentu merugikan. Karena ongkos produksi tidak sebanding dengan hasil atau harganya.
Buah impor dan hasil pertanian dari negara lain lebih murah dan kadang lebih menarik. Pemerintah pun kadang tidak berdaya dengan masuknya buah impor atau hasil pertanian dari negara lain. Karena pemerintah sadar kalau kita melarang buah impor atau hasil pertanian dilarang masuk, maka tidak menutup kemungkinan negara lain-pun akan juga melarang hasil pertanian atau buah kita masuk pasar negara-negara lain. Jadi akan saling membalas. Seperti buah simalakama.
Akhirnya akan terjadi perang dagang seperti China vs Amerika, saling menaikkan tarif.
Hasil panen petani kadang menyebabkan kelebihan pasokan dan tidak terserap oleh pasar, akhirnya harga jatuh atau anjlok. Yang ada rugi dan rugi. Tidak bisa menutup ongkos produksi. Bahkan petani sengaja membiarkan tidak memanen dan membiarkan busuk di pohon. Seperti tomat dan cabai.
Kalau sudah begini mau sambat kepada siapa? Kepada pemerintah, jawabnya disuruh bersabar. Sabar sampai kapan? Mengadu ke calon presiden dan cawapres, jawabnya nanti akan dibantu. Janji tinggalah janji.
Tapi, apakah permasalahan anjloknya harga pertanian karena kelebihan pasokan hanya terjadi di negara kita? Ternyata tidak!
Apakah petani yang mengeluh dan menjerik dengan masuknya buah impor hanya terjadi di negara kita? Ternyata tidak!
Ternyata di Australia Utara petani juga mengeluh dan menjerit karena masuknya buah naga impor dari Indonesia dan Vietnam. Indonesia mengekspor buah naga ke Australia. Masuknya buah naga ke Australia ini juga menjadi permasalahan tersendiri bagi petani negara tersebut. Karena buah yang berasal dari Indoensia atau Vietnam lebih murah. Sedangkan harga buah naga dari Australia lebih mahal karena ongkos produksinya lebih mahal dibanding kedua negara tersebut.
Pemerintah Australia juga tidak punya solusi yang manjur untuk membendung buah naga impor dari Indonesia dan Vietnam. Dan tidak bisa melarang masuknya buah naga impor karena pasti produk buah dari Australia juga akan dilarang masuk ke negara lain, kalau mereka membuat kebijakan larangan masuknya buah naga impor.
Bahkan kasus yang terjadi di Indonesia dalam kelebihan pasokan hasil pertanian seperti tomat dan cabai, juga pernah terjadi di Australia. Tapi kejadian di Australia terjadi pada kelebihan pasokan hasil panen nanas. Dan itu terjadi pada bulan Januari 2018 di Queesland Utara Australia. Para petani mengeluh dan menjerit karena harga nanas jatuh akibat kelebihan pasokan. Nanas sengaja dibiarkan dipinggir jalan dan membusuk. Ada yang dijadikan pakan ternak.
Petani tentu mengalami kerugian yang sangat besar. Jumlahnya bukan hanya dalam hitungan kwintal, tapi mencapai 40 ton buah nanas dibiarkan membusuk.
Ternyata ketika ada petani yang mengeluh dan menjerit karena masuknya buah impor, ada petani dari negara lain yang diuntungkan. Begitu juga sebaliknya, ketika ada petani negara lain yang mengeluh dan menjerit akibat masuknya buah impor, maka ada petani kita yang diuntungkan karena bisa ekspor.
Negara sudah tidak bisa lagi memagari atau menjadi negara yang tertutup.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews