Kenaikan harga obat-obatan selama Pandemi diduga kuat berasal dari permainan mafia obat. Masyarakat pun mendukung langkah tegas Aparat keamanan untuk menindak tegas mafia Obat yang tega mengambil kesempatan dari situasi sulit saat ini.
Pandemi selama setahun ini membuat kita aware akan kesehatan, dan akhirnya beburu vitamin C dan kapsul multivitamin. Akibatnya harga vitamin jadi naik karena mengikuti prinsip ekonomi. Selain itu, harga masker sekali pakai juga sempat melonjak, walau sekarang sudah menurun.
Naiknya harga vitamin juga diiringi oleh harga obat corona. Namun lonjakan ini bukan karena banyak di-request oleh masyarakat, melainkan karena permainan dari para mafia obat. Mereka ada yang menimbun obat agar langka lalu sengaja menjualnya dengan harga tinggi.
Padahal pasien corona harus membayar biaya RS sampai jutaan rupiah, masih juga menderita karena harga obat yang tidak masuk akal.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyoroti kenaikan harga obat yang drastis. Misalnya ivermectin yang biasanya hanya 5.000-7.000 rupiah naik jadi 200.000 rupiah. Kenaikan gila-gilaan tentu merugikan masyarakat karena mereka harus merogoh kocek dalam-dalam.
Ahmad Sahroni melanjutkan, yang naik tak hanya harga obat, tetapi juga alat kesehatan. Misalnya harga oxymeter dari hanya di bawah 100.000 melonjak hingga 300.000 rupiah. Kenaikan ini juga terjadi pada multivitamin, hingga susu steril. Susu yang biasanya hanya 9.000-10.000 per kaleng, harganya bisa jadi 50.000 alias 5 kali lipat.
Untuk mengatasinya maka Ahmad Sahroni mengusulkan agar ada pengawasan harga obat, khususnya di marketplace. Penyebabnya karena masyarakat banyak yang membelinya via online. Sehingga jika ada pihak yang dengan tegas mengawasi, akan bisa mengendalikan harga obat corona, multivitamin, dan alat kesehatan.
Pihak pengelola marketplace sendiri sudah merespon permintaan dari anggota dewan tersebut. Caranya dengan menghapus postingan penjual yang memasang harga obat di luar batas kewajaran. Sehingga masyarakat tidak akan membelinya, karena tidak tampak di halaman marketplace tersebut.
Pemerintah juga sudah membuat aturan tegas untuk mengatasi kenaikan harga obat corona. Ditetapkanlah harga eceran tertinggi (HET) dari obat-obatan yang bisa mengatasi ganasnya virus covid-19. Jika ada apotik yang nekat memasang harga tinggi, maka akan ditindak oleh aparat.
Para mafia obat juga masih ditelusuri, jangan-jangan mereka sengaja menimbun sehingga obatnya langka di pasaran dan dipajang dengan harga yang sangat mahal. Mereka harus ditindak tegas karena tega memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Saat pasien sesak nafas dan butuh obat, mereka malah menjualnya dengan bandrol yang tinggi, sehingga tertawa di atas penderitaan orang lain.
Jika ada mafia obat yang terbukti menimbun atau menjual dengan harga tinggi maka ia bisa kena hukuman penjara 5 tahun atau denda 2 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Maka para penjual obat, baik di apotik maupun di marketplace harus menaatinya dan tak boleh memasang harga ekstrim, jika tidak ingin kena semprit.
Hukuman seberat itu memang sengaja diberlakukan agar tidak ada lagi mafia obat yang berani melanggar aturan. Penyebabnya karena jika mereka menjual dengan harga super tinggi, sama saja dengan menari di atas penderitaan pasien covid. Juga tidak berperikemanusiaan.
Mafia obat, vitamin, dan alat kesehatan harus dihukum berat, karena mereka tega memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Jangan sampai pandemi menjadi ajang bisnis untuk memperkaya diri sendiri tetapi membuat para pasien berkubang dalam penderitaan. Ketegasan pemerintah patut dipuji karena menyelamatkan rakyat yang butuh obat corona dengan harga terjangkau. (Zakaria)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews