Kasus Indah Harini vs BRI, Bagaikan David vs Goliath

Kementerian BUMN dan pihak berwenang seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga patut menelaah penerapan prinsip-prinsip perbankan yang dilaksanakan BRI.

Senin, 27 Desember 2021 | 01:38 WIB
0
191
Kasus Indah Harini vs BRI, Bagaikan David vs Goliath
Ilustrasi David vs Goliath. (Sumber: the resilient worker)

Harus jadi momentum bagi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengkaji kembali prinsip-prinsip perbankan yang diterapkan. Sekaligus meninjau ulang efektivitas pedoman budaya dan pembentukan karakter melalui AKHLAK di lingkungan BUMN.

* * *

David si penggembala bertubuh kecil. Senjatanya hanya batu kerikil yang diayun-ayun memutar dengan ketapel. Tidak juga David mengenakan baju militer. Lawannya? Goliath. Prajurit berperawakan besar dengan tinggi lebih dari 2 meter. Mengenakan baju zirah, Goliath bersenjata lengkap. Ahli juga ia mengayunkan pedang, tombak, dan dilengkapi perisai.

Duel yang bakal tak seimbang? Pasti.

Tapi David bukan gembala sembarang. Hidup di alam terbuka menempanya memiliki kelihaian mengayunkan ketapel. Diayun dan diputar-putarnya ketapel. Sejurus kemudian, batu kerikilnya melesat dan tepat menghujam di bagian kepala Goliath yang tidak terlindung helm militer.

Goliath mengaduh dan tumbang. David segera merebut pedang Goliath dan membunuh lawannya dengan sekejap. Goliath yang andal dalam setiap peperangan dan kerap berperilaku bengis lagi kejam, berhasil ditaklukkan David.

Kisah perseteruan yang tak imbang, kini juga tengah terjadi. Bukan dalam pertempuran. Tapi, ini antara nasabah dengan banknya. Antara nasabah prioritas atas nama Indah Harini dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BRI.

Kronologis kasusnya, bisa dibaca pada tulisan sebelumnya, Iktikad Baik Nasabah, Kunci Aman Kasus Bank Salah Transfer.   

Intinya begini.

BRI menerima gugatan dari seorang nasabah prioritasnya, atas nama Indah Harini. Penggugat menggugat bank milik Negara tersebut senilai Rp1 triliun. Alasannya, Indah merasa dikriminalisasi dengan didasarkan pada Undang-Undang No 3 Tahun 2001 tentang Transfer Dana.

Melalui tim kuasa hukumnya di kantor Hukum Mastermind & Associates, Indah mengajukan gugatan BRI sebesar hampir Rp1 triliun atas kerugian materiil dan immateriil akibat kasus salah transfer. Kasus yang menyebabkan Indah menjadi tersangka.

Henri Kusuma, kuasa hukum Indah mempertanyakan, begitu lambatnya bank pelat merah sekelas BRI, menindaklanjuti salah transfer yang dilakukan kepada nasabah prioritas. “Mengapa ada salah transfer di bank sekelas BRI, tapi baru dipermasalahkan setelah 11 bulan? Dari sisi kepatutan waktu, hal itu sudah janggal. Di mana prinsip kehati-hatian (prudential principle) perbankan diterapkan?” tanyanya, pada Rabu (22/12/2021). 

Ada, Iktikad Baik Indah Harini

Ketika menerima dana salah transfer, Indah sedari awal sudah mencari tahu dan mengklarifikasi langsung ke customer service BRI. Sebelumnya, sejak 20 November hingga 5 Desember 2019, Indah menerima dana transfer masuk secara bertahap atau tidak sekaligus. Jumlah totalnya mencapai 1.500.000 Pound sterling.  
Menurut Akhmad, anggota tim Kuasa hukum Indah Harini, kliennya sudah  menunjukkan iktikad baik dengan mencoba menelusuri dan mempertanyakan dana yang masuk ke rekening BRI miliknya.

Jawaban dari petugas customer service BRI menyebutkan, tidak ada keterangan dan klaim dari divisi lain. Sehingga berarti, itu memang uang masuk ke rekening Indah.

Tetapi, menurut Henri Kusuma, kuasa hukum Indah, sesudah beberapa bulan berjalan, BRI menghubungi Indah untuk mengambil dana masuk ke rekening milik Indah tadi. “Ketika Indah Harini tidak bersedia, maka digunakanlah pasal pidana salah transfer.” 

Secara tegas, Chandra, anggota kuasa hukum Indah lainnya memastikan, Indah sudah berkali-kali menanyakan dan mengajukan klarifikasi kepada pihak BRI terkait dana yang masuk ke rekeningnya. Jelasnya, sangat tidak benar tuduhan yang menyebutkan Indah tidak menunjukkan iktikad baik terkait dana transfer masuk. “Apalagi, mengingat waktu yang tidak patut yakni kurang lebih 11 bulan sejak kasus salah transfer dilakukan BRI, seharusnya nasabah diberikan informasi yang jelas, jujur dan terbuka,” ujarnya.

Sebagai contoh, Chandra mengungkapkan, Indah Harini sudah meminta surat resmi dan bukti-bukti yang menunjukkan adanya klaim salah transfer kepada BRI. Permintaan juga disampaikan pada 11 November 2020 atau saat rapat daring melalui aplikasi Zoom dengan BRI. Malah ketika itu, pihak BRI bersedia dan berjanji akan memenuhi keinginan Indah menyampaikan bukti transaksi, surat resmi, dan penawaran. Namun ditunggu hingga tiga pekan, permintaan Indah tak kunjung dipenuhi.

Indah tidak tinggal diam. Ia kembali menunjukkan iktikad baiknya. Pada 24 November 2020, surat permintaan klarifikasi dikirimkan kepada BRI. Surat itu bermaksud mempertanyakan janji sambil mempertegas keseriusan dalam menyelesaikan kasus salah transfer.

Hingga sebegitunya, iktikad baik yang dilakukan Indah Harini. Ibarat kisah “David melawan Goliath”, Indah bak “David” yang tanpa sungkan  “menghadapi” segala hal yang disampaikan dan dituntut BRI. Iktikad baik, yang sejak awal ketika menerima dana transfer masuk selalu diperlihatkan Indah.

Sedangkan respon dari BRI? Justru Indah yang dianggap tidak memiliki iktikad baik. Pemimpin Kantor Cabang Khusus BRI, Akhmad Purwakajaya mengungkapkan, gugatan yang disampaikan Indah Harini sebetulnya merupakan lanjutan dari kasus yang terjadi pada 2019. Indah disebut telah menerima dana yang disebut bukan haknya, setara dengan nilai Rp30 mililar.

Akhmad menyitir Pasal 85 Undang-Undang No 3 Tahun 2001 tentang Transfer Dana. Bunyinya, “Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.”

Ia mengklaim, berdasarkan pasal tersebut, sesuai kewajiban hukum, yang bersangkutan wajib mengembalikan dana yang bukan menjadi hak yang bersangkutan. “Perseroan (BRI - red) telah melakukan investigasi terlebih dulu, dan dilanjutkan dengan berbagai langkah persuasif agar nasabah terkait dapat mengembalikan dana tersebut kepada pihak bank,” ujar Akhmad dalam keterangannya, dikutip Sabtu (25/12/2021).

Akhmad melanjutkan, nasabah (Indah Harini - red) tidak memiliki iktikad baik untuk mengembalikan dana yang bukan haknya kepada BRI. Sehingga untuk menyelesaikan kasus tersebut perseroan telah menempuh jalur hukum yakni secara pidana. “Kini, yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu, BRI menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” tuturnya.

Kasus Indah Harini yang menggugat BRI senilai hampir Rp1 triliun karena salah transfer memang menarik untuk dikaji dan diikuti perkembangannya. Mengapa? Karena, kasus serupa terkait dana (salah) transfer masuk yang dilakukan pihak bank, bisa juga menimpa siapa saja. Nasabah yang tidak tahu-menahu sumber dana masuk di rekening miliknya, berpotensi mengalami nasib yang sama seperti Indah. Diproses secara hukum pidana.

Padahal sebagai nasabah yang baik, sudah sedari awal menunjukkan iktikad baik. Ada dana masuk, tak jelas statusnya, sudah dipertanyakan ke petugas customer service bank, dan mendapat jawaban yang jelas dari pihak bank sebagai tidak ada klaim dari pihak manapun.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentu harus merespon kasus ini. Bukan dengan melibatkan diri pada kasus hukum yang saat ini sedang berjalan, tapi menyoroti, mereview dan membenahi kasus-kasus salah transfer dana kepada nasabah. Apapun alasannya. Entah itu karena alasan human error, digital system error atau “error-error” lainnya yang diduga dilakukan oleh pihak perbankan.

Pembenahan oleh Menteri BUMN Erick Thohir selaku panglimanya, harus dilakukan tegas dan transparan. Tegas terhadap bank-bank pelat merahnya, dan transparan demi  melindung hak-hak serta kewajiban nasabah bank. Apalagi nasabah yang sejak awal sudah memperlihatkan gelagat bahkan iktikad baik seperti Indah Harini. Bukankah bisa jadi, kasus serupa, lagi dan lagi, terjadi pada nasabah-nasabah bank lainnya?   

Ingat pula. Kementerian BUMN telah menetapkan AKHLAK atau Amanah, Kompeten, Loyal, Harmonis, Adaptif, Kolaboratif sebagai nilai-nilai utama, sekaligus pembentukan karakter di seluruh lingkungan BUMN.

Nilai-nilai AKHLAK yang digagas Erick Thohir itu telah ditetapkan sebagai pedoman budaya kerja seluruh BUMN dibawah naungan Kementerian BUMN. Sebagaimana tertuang, dalam Surat Edaran Menteri BUMN Nomor : SE-7/MBU/07/2020 tanggal 1 Juli 2020.

Menteri BUMN juga harus mengembalikan kasus Indah Harini vs BRI yang mirip “David vs Goliath” ini kepada perwujudan AKHLAK di lingkungan bank-bank milik Negara, termasuk BRI. Bukankah di situs resminya, BRI menyebutkan, setiap karyawan BRI adalah Insan BRILiaN yaitu Insan BRI Dengan Nilai yang menjunjung nilai AKHLAK sebagai core values-nya dan berperilaku sesuai panduan The BRILiaN Ways.

Patut pula Erick Thohir mempertanyakan balik, efektivitas transformasi usaha yang sudah dilakukan BRI. Karena saat ini, BRI mengklaim, tidak hanya terus mengembangkan produk atau bisnis model yang berbasis digital saja. Tetapi juga memastikan kesiapan culture perusahaan dalam menghadapi perubahan yang ada.

Culture ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan dan menjadi salah satu elemen transformasi. Culture Transformation , menurut situs resmi Perseroan, merupakan wujud transformasi perusahaan dan pekerja from Good to Great agar bisa mencapai visi dan aspirasi BRI di tahun 2025. Yakni, menjadi “The Most Valuable Banking Group in Southeast Asia & The Champion of Financial Inclusion”.

Lagipula, bukankah BRI juga senantiasa menggaungkan peningkatan layanan perbankan berbasis digital yang lebih efisien melalui apa yang dinamakan BRIVolution. Dengan kata lain, BRI melakukan transformasi culture dengan menerapkan mindset digital.

Kementerian BUMN -- dan pihak berwenang seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) -- juga patut menelaah penerapan prinsip-prinsip perbankan yang dilaksanakan BRI. Yaitu Prinsip Demokrasi Ekonomi; Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle); Kepercayaan (Fiduciary Principle); dan Kerahasiaan (Confidential Principle). Terkait gugatan senilai hampir Rp1 triliun yang diajukan nasabah prioritas BRI yaitu Indah Harini, BI dan OJK tentu wajib mengkaji ulang penerapan prinsip kehati-hatian pihak perbankan dalam hal ini khususnya BRI. Bahkan,juga kepada bank-bank pelat merah alias bank-bank milik Negara lainnya. 

Ingat “AKHLAK” itu. Sebuah pedoman budaya yang patut diapresiasi dan luar biasa dari sisi namanya. Karena, AKHLAK bertujuan menciptakan karakter di seluruh lingkungan BUMN, termasuk di bank-bank pelat merah, termasuk BRI. Publik tentunya terus menanti bagaimana penerapan AKHLAK ini, apalagi bila disatu-padukan dengan prinsip-prinsip perbankan yang tegas dan tak boleh dilanggar. Prinsip kehati-hatian perbankan, salah satunya. (*)

 

Baca juga:

Iktikad Baik Nasabah Kunci Aman Kasus Bank Salah Transfer