Tentang kasus Garuda

Soal penyelamatan citra Garuda Indonesia sebagai maskapai Indonesia, kita punya hak untuk ikut berpartisipasi. Sebabmaskapai penerbangan, bisa jadi representasi citra negara di mata dunia.

Minggu, 22 Desember 2019 | 20:49 WIB
0
391
Tentang kasus Garuda
Ari Ashkara (Foto: temoi.co)

Tapi memang benar. Kita lebih suka drama. Maka kasus Garuda Indonesia dibumbui penuh lika-liku. Ada gosip asmara. Ada gosip kelakuan direksi. Lalu kita meludah. Menakjubkan.

Ari Askhara sepertinya kejeblos pada hobinya. Ia suka Moge. Ia suka motor besar yang klasik. Tapi membeli motor bekas lalu diimpor kesini, memang terlarang. Tampaknya ia menggunakan jabatannya untuk menyelundup. Dan itu pidana.

Kita marah.

Juga isu mengenai perselingkuhan dengan awak kabin. Kita mengira bahwa hal itu terjadi satu-satunya. Hanya di Garuda. Sedangkan di perusahaan lain bersih. Atau di BUMN lain. Atau tokoh agama. Padahal belum tentu.

Saya yakin, kita semua, jika diminta bersaksi, akan membeberkan bahwa di instansi Anda. Di kantor Anda. Di sekeliling Anda. Banyak pejabat, direksi perusahaan, atasan atau rekan Anda yang punya skandal. Seperti kisah yang sekarang kita konsumsi mengenai eks Dirut Garuda dan bawahannya.

Seperti beberapa kasus KPK yang kadang lebih heboh soal perempuan yang ikut ditangkap bersama tersangka di kamar hotel. Atau istri simpanan tersangka. Dengan cara itulah, dulu, KPK membangun reputasi untuk memenangkan perkara.

Sebetulnya apa yang penting bagi kita, sebagai rakyat, melihat maskapai milik pemerintah ini? Kinerja!

Dan, kadang kinerja, bisa tidak berjalan beriringan dengan perilaku personal pimpinannya. Mungkin sebagai CEO dia bisa dinilai dari kemampuannya membawa organisasi keluar dari kriris. Tapi sebagai manusia, mungkin dia menyebalkan. Atau dari sisi moral, ia punya cacat.

Toh, kita tidak sedang menilai malaikat.

Betapa menyebalkannya Stave Jobs, misalnya. Tapi itu tidak menghalangi apresiasi orang pada Apple. Betapa memuakkan kasus penyelundupan yang melibatkan direksi Garuda. Tapi, itu hanya satu dimensi. Dimensi lainnya juga harus masuk hitungan. Misalnya, bagaimana kinerja perusahaan di bawah kepemimpinanya.

Yang juga harus diingat. Ari hanya orang yang pernah memimpin Garuda. Tapi Garuda bukan Ari. Garuda Indonesia adalah sebuah brand. Sebuah maskapai milik pemerintah. Betapa sayangnya jika kelakuan satu dua orang, lalu merusak brand Garuda. Sebab sebuah merk dagang, dinilai dari seberapa positif awareness-nya di kepala konsumen.

Jadi sudahlah. Kita memang muak dengan skandal di BUMN penerbangan itu. Kita cukupkan bertindak sebagai polisi moral. Kira kembalikan lagi cara kita menilai sebuah BUMN dijalankan. Kinerja. Kemampuannya mengelola manajemen. Kemampuan mendapatkan laba.

Iya jelas. Ari adalah seorang CEO yang ceroboh. Meski karirnya lumayan bagus. Sebagai orang keuangan ia trampil memvermak perusahaan jadi kinclong. Kabarnya Ari adalah salah satu petinggi BUMN yang tangannya cukup dingin membenahi perusahaan. Kinerjanya di Pelindo III lumayan bagus.

Ia pernah diprotes ketika melarang penumpang selfie di pesawat Garuda. Gara-gara seorang penumpang bisnis mengambil gambar buku menu yang ditulis tangan.

Kira tahu maksudnya. Ari sedang mati-matian menjaga citra Garuda. Tapi ia salah respon. Justru dengan melarang penumpang selfie, ia memperburuk situasi. Untung saja waktu itu, tim komunikasi Garuda bisa meredam isu.

Tapi kasus kali ini, justru CEO-nya sendiri yang memperosokkan brand Garuda ke jurang. Apalagi isu di medsos berseliweran. Melulu membahas soal drama dengan bumbu seks. Bukan soal pelayanan Garuda. Atau tepat waktunya. Atau soal kinerja perusahaanya. Atau value yang ditawarkan kepada konsumen.

Ari sudah digrounded. Ia dan beberapa direksi lain, kabarnya langsung dicopot. Tinggal menunggu proses saja layaknya sebuah perusahaan terbuka. Akibat kasus ini saham Garuda anjlok.

Mungkin ia juga harus mempertanggungjawabkan kasus penyelundupan itu di depan hukum.

Pertanyaanya, apa kita akan terus menghukum Garuda Indonesia karena kasus ini? Saya rasa gak. Sebab, sekali lagi, Ari bukan Garuda. Garuda bukan Ari. Mereka adalah dua entitas yang berbeda.

Soal penanganan orang per orang, biarkan pihak berwenang yang menyelesaikan. Tapi soal penyelamatan citra Garuda Indonesia sebagai maskapai Indonesia, kita punya hak untuk ikut berpartisipasi. Sebab sebuah maskapai penerbangan, bisa jadi representasi citra negara di mata dunia.

"Mas, kalau ada cewek yang kita tahu wajah aslinya. Lalu dioperasi plastik. Apa rasanya beda juga ya?," Abu Kumkum nyeletuk.

Mbuh Kum...

Eko Kuntadhi

***