Setiap ada peristiwa bencana alam baik gempa bumi/tsunami dan longsor atau banjir, ada sebagian masyarakat yang selalu mengaitkan akan "murka atau azab" Tuhan. Seakan-akan Tuhan Maha Pemarah yang mudah menghukum atau meng-azab kepada hambanya yang dianggap banyak berbuat dosa.
Tuhan seakan seperti makhluk yang mudah marah, seperti manusia kalau terkena darah tinggi.Bukankah Tuhan adalah Dzat yang tidak menyerupai apa pun yang ada di bumi dan di langit? Dan Tuhan bukan Dzat yang seperti manusia duga atau perkirakan, sekalipun alam pikirannya bebas untuk berimajinasi atau bebas menafsirkan secara positif.
Apakah Tuhan sedang darah tinggi sehingga ada sebagian masyarakat menganggap Tuhan sedang "murka" atau menurunkan azab-nya kepada hambanya?Bukankah Tuhan maha pengasih dan penyayang kepada hambanya?Bukankah Tuhan maha pemurah dan bukan maha pemarah?
Mungkin hanya di Indonesia setiap peristiwa bencana alam selalu dikaitkan akan "murka" Tuhan,dan selalu menghakimi atau menuduh kelompok lain yang dianggap sebagai timbulnya suatu bencana. Bukan mencari solusi bagaimana penanganannya untuk membantu korban-korban yang terkena bencana alam, malah menuduh atau menghakimi, bahwa bencana alam disebabkan oleh dosa-dosa masyarakat setempat.
Seperti peristiwa gempa bumi di Lombok yang disebabkan oleh karena pemimpin daerahnya atau gubernurnya yang mendukung pemimpin/presiden yang dianggap dzolim. Bahkan, waktu saya sholat Jumat yang lalu, masih ada ustadz yang khotbah seperti itu.
Belum beres gempa bumi di Lombok, peristiwa gempa bumi dan tsunami terjadi di Sulawesi Tengah (Palu/Donggala). Yang mengakibatkan korban jiwa yang sangat banyak dan membuat manusia yang normal akan bersimpati atau berempati kepada masyarakat yang menjadi korban jiwa.
Tetapi malah ada tokoh intelektual dari kalangan kampus dengan gelar Prof dan Doktor yang mengatakan bahwa gempa atau tsunami terjadi karena ada seorang ulama yang dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian dan gempa atau tsunami dianggap balasan atau murka Tuhan.
Bahkan dalam acara doa kebangsaan yang diadakan di Monas pada Sabtu malam, ada tokoh ormas yang mengatakan bahwa gempa atau tsunami di Sulawesi Tengah karena Sugi Nur Raharja atau Gus Nur yang diulamakan atau dianggap Ulama dijadikan tersangka.
Masak orang yang kerjaannya memaki-maki orang dengan kata-kata "Jancuk", "bangsat", "ndobol" atau kata kotor lainnya bisa mendapat sebutan Ulama? Tentu ini pasti ulama gadungan atau ulama ahli tafsir togel. Yang anehnya pengikutnya juga percaya omongan dan ucapan ulama jadi-jadian ini. Padahal latar belakangnya seorang sales atau marketing produk.
Ternyata ketika ada peristiwa bencana alam, ada sebagian orang yang senang akan bencana alam itu karena bisa dipakai untuk menghakimi atau menuduh kelompok lain sebagai penyebab bencana alam.
Dan mereka seakan mendapat "wangsit" dari Tuhan bahwa bencana itu sebagai kemarahan atau murka Tuhan pada hambanya yang bangga dengan dosa-dosa atau hidup menyimpang dari ajaran Tuhan. Seakan mereka bisa "mentakwilkan atau menafsirkan" setiap peristiwa bencana alam.
Tuhan tergantung prasangka pada hambanya, kalau prasangka hambanya baik, maka baiklah Tuhan dan dianggap maha pemurah, tetapi kalau prasangkanya buruk, maka buruklah wajah Tuhan dalam prasangka hambanya, dan dianggap tidak berpihak kepadanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews