Anang Yahya, Gresik Bisa Meniru Kemandirian Ekonomi Kulonprogo

Selasa, 2 Oktober 2018 | 11:57 WIB
0
952
Anang Yahya, Gresik Bisa Meniru Kemandirian Ekonomi Kulonprogo

H. Anang Yahya, Wakil Direktur PT Jawa Media Televisi (JTV) ini tak menyangka jika KH Agoes Ali Masyhuri, Pengasuh Ponpes Bumi Shalawat, Sidoarjo, akhirnya memberi amanah untuk maju sebagai calon legislatif dari Partai Gerindra di DPRD Gresik.

“Saya diamanahi untuk kembali ke Gresik, dan beliau menyampaikan sudah saatnya 'berbuat' yang terbaik untuk masyarakat Gresik,” ungkap Anang Yahya yang ditemui Pepnews.com di Graha Pena, Surabaya, Senin petang (1/10/2018).

“Dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim. Dan segala kerendahan hati ijinkan kami berniat ingin menjadikan diri lebih bermanfaat dan maslahah untuk masyarakat, khususnya saudara-saudara kita di Kecamatan Kota dan Kecamatan Kebomas,” lanjutnya.

Menurut ayah seorang putri kelahiran Gresik pada 2 November 1967 ini, sebelum mendapat amanah dan restu dari ulama NU yang akrab dipanggil Gus Ali itu, ia sudah dipercaya dan ditugaskan oleh Ketua DPC Gerindra Gresik dr. Asluchul Alif Maslichan.

“Saya ditugaskan untuk menjadi calon anggota DPRD Gresik periode 2019-2024 di Dapil 1 (Gresik-Kebomas) dengan nomor urut 1 dari Partai Gerindra,” ujarnya. Sependapat dengan Aa Gym, “Jadikanlah pemilu ini sebagai perlombaan, bukan pertandingan.”

Maksudnya, perlombaan dalam kebaikan fastabiqul khairat. Ia setuju dengan yang pernah disampaikan oleh Jalaluddin Rumi. “Mendengarlah dengan telinga yang toleran, Melihatlah dengan belas kasihan, dan Berbicaralah dengan bahasa cinta,” ungkapnya.

“Semoga dengan nawaitu yang baik dan demi cita-cita yang baik pula untuk menjadikan Gresik lebih baik, Allah SWT memberikan kemudahan, pertolongan, keberkahan, dan keberhasilan. Aamiin Ya Allah..,” demikian doa Anang Yahya.

Putra pasangan H. Abas Usman – Hj. Sumiati yang berprofesi jurnalis ini memang asli dari Gresik. Pendidikan dasarnya pun dihabiskan di Kota Pudak ini. MINU Trate Gresik (1974-1981), SMP NU 1 Gresik (1981-1983), dan SMA YWSG Gresik (1983-1986).

Anang Yahya baru keluar Gresik dan hijrah ke Kota Palu, Sulawesi Tengah, ketika kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako (Untad) pada 1986-1991. “Makanya, saat gempa dan tsunami di Palu itu saya merasa sedih sekali,” ungkapnya.

Usai menyelesaikan pendidikan tingginya, Anang Yahya kembali ke Tanah Jawa. Ia bekerja di Majalah Anak Mentari Putera Harapan sebagai Manajer Keuangan. Bergabung dengan Kelompok Oposisi Group (Jawa Pos Group) di Tabloid Oposisi, Tabloid Gugat, Tabloid X-File, Tabloid Posmo, dan Tabloid Nurani sebagai Finance Manager.

Kariernya terus menanjak hingga Anang Yahya dipercaya sebagai Direktur di Harian Pagi Meteor dan Graha Pena Semarang. Dan, akhirnya, hingga kini, ia dipercaya sebagai Wakil Direktur PT Jawa Media Televisi (JTV) di Surabaya.

Sebelumnya, Anang Yahya mengaku tidak pernah terjun ke dunia politik. Karena, selama ini, menurut santri Ponpes Bumi Shalawat Sidoarjo asuhan Gus Ali sejak 1996 itu, dunia politik dianggap sebagian masyarakat sebagai “dunia kotor”.

“Saya ingin mengubah image seperti itu,” tegasnya. Nah, sebagai sesama santri Gus Ali di Ponpes Bumi Shalawat Sidoarjo, Anang Yahya sering diskusi dengan Ketua DPC Gerindra Gresik dr. Asluchul Alif Maslichan.

Dalam proses perjalanan, ternyata dr. Alif merasa ada value dalam sharing itu. Kemudian, Anang Yahya ditawari dan diminta membantu. Hingga suatu saat, Anang Yahya terdesak, lalu meminta izin keluarga dan kiai. Kebetulan waktu itu, ia dan dr. Alif juga mengaji.

Menjelang Ramadhan lalu, ada Haul di Gus Ali, dan Anang Yahya sebagai Ketua Panitianya. Selesai proses tersebut, ia mengatakan kepada Gus Ali kalau dimintai tolong membantu dr. Alif untuk membantu di Gresik.

“Kalau saya dimintai tolong oleh dr. Alif untuk membantu di Gresik, sebagai orang Islam itu memang gak boleh anti politik. Orang Islam itu tidak boleh diam diri,” ungkap Anang Yahya, mengutip tausiyah Gus Ali.

Mengutip Gus Ali, rusaknya sebuah sistem itu bukan karena banyaknya orang yang tak baik (tidak amanah), tapi justru karena banyaknya orang baik namun tak mau masuk dalam sistem. “Sejak 96 saya nyantri di Gus Ali, baru kali ini saya bicara soalan politik,” ujarnya.

Nasehat Gus Ali itu sampai diulang berkali-kali. Akhirnya, Gus Ali sudah sepakat membantu dr. Alif. Sampai proses perjalanan, setelah sholat malam, “Sampai saya berdoa, kalau saya ini masuk ke legislatif menjadi baik bagi keluarga dan masyarkat mohon petunjuk-Nya.”

Menurutnya, dalam politik prinsipnya ada dua, yaitu Azas Manfaat dan Azas Kemaslahatan. Azas manfaat artinya, kalau selama ini dengan keterbatasannya paling cuma bisa bantu 2 atau 3 anak yatim, tapi dengan masuk ke sistem manfaatnya lebih banyak.

“Saya bisa membuat kebijakan yang bisa bantu anak yatim lebih banyak lagi,” ungkap Anang Yahya. Tak hanya itu. Dengan masuk ke sistem, ia bisa membantu membuat kebijakan dalam bidang kesehatan seperti yang berlaku di Tuban.

Di Tuban, biaya berobat bisa nol rupiah, warga hanya membayar karcis pendaftaran Rp 2.800 saja. “Itu dialami teman saya di Tuban pada 2015. Saat itu dia muntah darah, dirawat inap sehati, dilab 2 kali, dan diberi tindakan medis,” ujarnya.

Selesai penanangan medis, ternyata biaya yang dikeluarkan cuma Rp 2.800 itu saja. Setelah ditelusur, Pemkab Tuban bisa mengalokasikan dana kesehatan masyarakat itu dari Corporat Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan di Tuban.

“Padahal jumlah pabrik di Tuban cuma sekitar 300 saja. Di Gresik, mestinya bisa melakukan kebijakan serupa. Karena, jumlah pabrik di Gresik jelas jauh lebih banyak ketimbang Tuban. Tapi mengapa tidak bisa seperti itu? Inilah yang perlu diperjuangkan,” lanjutnya.

Bahwa mindset-nya orang itu tidak sekedar uang. Karena, “Mungkin dulunya mereka sering terima uang dari caleg. Setelah itu ditinggal. Kalau awalnya sudah seperti itu, ya tentunya dia akan cari penggantinya ketika menjabat di legislatif,” kata Anang Yahya.

Jadi, sesuai dengan tausiyah Gus Ali, orang Islam itu tidak boleh berdiam diri, harus masuk ke dalam sistem kalau tidak mau dikuasai oleh orang yang tidak amanah. “Itu yang membuat saya akhirnya bersedia menjadi caleg di Gresik,” lanjutnya.

Selain dari Tuban, Anang Yahya juga terinspirasi dan berusaha mengadopsi kebijakan Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo yang “bela daerah”, sehingga tercipta kemandirian ekonomi di wilayahnya. Hasto menjabat Bupati Kulonprogo sejak 2011.

Tak banyak orang mengenal sosok Hasto Wardoyo sebelumnya. Nama ini mulai naik daun setelah berbagai kebijakan fenomenal yang ia terapkan di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ).

Meski berlatarbelakang sebagai Dokter, namun Hasto dianggap beebagai pihak sukses membangun ekonomi Kulonprogo. Prinsipnya, Kulon Progo harus berkembang dengan sistem kemandirian ekonomi.

“Gresik bisa mengadopsi kebijakan dari Bupati Kulonprogo yang berhasil mengangkat batik dan produk lokal lainnya. Dia membatasi perizinan toko-toko minimarket. Sehingga ekonomi lokal bisa hidup. Dia menghidupkan Tomira (Toko Milik Rakyat),” ujarnya.

Sebagai penghasil dan sentra Kopiah alias Songkok nasional, menurut Anang Yahya, Gresik bisa melakukan hal serupa dengan Kulonprogo. “Mewajibkan para pejabat untuk memakai Kopiah Gresik dan membantu go internasional,” ungkapnya.

Tak hanya itu. Di Gresik, Pemkab bisa menerbitkan Perda tentang CSR untuk desa, dengan membuat program “One Village One Sister Company”, jadi setiap perusahaan harus memiliki desa binaan. “Ini untuk memperkuat sektor usaha kecil,” katanya.

Prioritas penyaluran kredit perbankan kepada pelaku UMKM, pengrajin kecil, nelayan, dan pedagang kecil perlu juga ada kebijakannya. Melindungai pedagang pasar tradisional dengan melarang pembangunan pasar swalayan berskala bersar yang tidak sesuai undang-undang.

Dalam bidang Pendidikan dan Kesehatan, Anang Yahya berusaha terus mendorong Pemda untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan yang terjangkau, khususnya masyarakat yang kurang mampu.

“Melakukan upaya bersama Pemda untuk memberikan layanan kesehatan yang baik, merata, dan terjangkau bagi semua masyarakat, khususnya masyarakat kurang mampu dan daerah pesisir, seperti di Tuban dengan biaya kesehatan yang gratis,” katanya.

Anang Yahya juga bermaksud menggandeng perusahaan besar di Gresik dengan memberikan bantuan untuk masyarakat di tingkat kelurahan di dalam kebutuhan pendidikan dan kesehatan melalui dana CSR.

Misalnya, dengan memberikan Beasiswa kepada anak didik (pelajar) yang berprestasi tetapi tidak mempunyai kemampuan biaya untuk sekolah, dengan memanfaatkan CSR perusahaan besar yang ada di Gresik.

***