Apakah lancar berbahasa Inggris merupakan ukuran inteligensi? Tahan dulu keinginan menjawab pertanyaan itu.
Kamis, 27 September 2018 lalu, suasana Auditorium Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) di Bekasi, dipenuhi mahasiswa berjaket kuning. Itulah saat diselenggarakan Seminar Internasional Counter-Terrorism: Contemporary Strategies and Future Architecture.
Ukuran internasional pada International Seminar yang diselenggarakan Center for National Security Studies, Fakultas Hukum Ubhara Jaya itu merujuk pada narasumbernya, bukan audience.
Selain Kepala Kepolisian Negara Relublik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian yang menjadi keynote speaker, para pembicara adalah Irjen Hamidin (BNPT), Rohan Gunaratna (Singapura), Hermawan Sulistyo (LIPI), Jared Kimball (Amerika), Keara Shaw (Australia), Nestor Nabe (Filipina).
Praktis seminar berlangsung menggunakan bahasa Inggris. Mungkinkah untuk menghormati narasumber yang tak paham Bahasa Indonesia? Bisa jadi.
Jenderal Tito berbicara lebih dari dua jam, dalam bahasa Inggris yang fasih. Bukan membaca paparan tetapi menjelaskan, menyelipkan cerita, bahkan menggoda Prof Kikiek, panggilan untuk Hermawan Sulistyo.
Dua moderator, Usman Hamid dan Ahrie Sonta juga menunjukkan kelasnya. Bukan hanya bahasanya yang lancar, keduanya memahami topik. Piece of cake-lah ibarat kata.
Sempat terpikir kenapa ya tidak menggunkan bahasa Indonesia? Toh mayoritas peserta berbahasa itu. Untuk pembicara yang orang asing, cukup disediakan penterjemah.
Namun dalam dunia akademik, sesungguhnya dan sudah seharusnya bahasa Inggris bukan lagi kendala. Dan itu dibuktikan para mahasiswa Ubhara Jaya yang lancar bertanya menggunakan bahasa Inggris. Menguasai masalah dan bisa mengkomunikasikan dengan baik.
Seminar internasional itu tidak hanya membuktikan Ubhara Jaya mampu menghadirkan narasumber yang kompeten, tetapi juga menunjukkan, mahasiswanya tak kalah dari perguruan tinggi lainnya dalam berkomunikasi menggunakan bahasa asing.
Bahasa hanyalah alat untuk berkomunikasi, memahami karakter dan budaya penggunanya. Maka tak perlu kecil hati termasuk ketika penanya terakhir tak dipahami pronounciationnya. Ahrie Sonta mencoba memperjelas pertanyaan. Dari jauh sayup terdengar Sonta menjelaskan pertanyaan itu ke Prof Kikiek dalam bahasa Indonesia.
Heheheee ya gak apa-apa juga, penanya bertanya dalam bahasa Inggris yang gitu deh, kemudian moderator “menterjemahkan” maksudnya ke Prof. Kikiek dalam bahasa Indonesia. Dijawab menggunakan bahasa Inggris. Oke deh...
Tetap saja tak mengurangi bobot seminar yang sampai menit-menit terakhir tak ditinggalkan pesertanya. Soal isi seminar? Tunggu tulisan berikutnya yaaa...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews