Ketika ada ajakan menonton film G30 S PKI, tentu saja ada sasaran yang ingin dicapai, khususnya persepsi setelah menonton film tersebut. Karena berlangsung menjelang kampanye Pilpres 2019, tentu saja ada tujuan politik dari ajakan ini.
Bagi penulis, sepertinya ajakan ini tak akan membuat penulis mengikutinya. Daripada menonton film "sejarah" yang dibuat oleh "pemenang Sejarah" tentu lebih baik jika melakukan aktivitas lain yang lebih bermanfaat.
Bagi penulis yang terlahir di tahun 1970an, film G30S/PKI bukan film baru. Bahkan, penulis sudah menonton film ini lebih dari sepuluh kali. Kalau tidak salah ingat. Bahkan ketika masih duduk di bangku sekolah, film G30S/PKI ini tayang di bioskop, dan penulis juga menontonnya berkali-kali. Apalagi ketika itu, setiap tahun, film G30S/PKI juga tayang di TVRI.
Film G30S/PKI memang baik ditonton masyarakat, khususnya untuk menjaga diri kita agar tetap waspada akan kekejaman Partai Komunis Indonesia. Namun, janganlah ada pretensi apa-apa, apalagi harus mencurigai partai-partai yang ada saat ini.
Kalau mau tahu, ketika Orde Baru berkuasa, semua yang berbau komunis dilenyapkan. Tak ada yang bisa lepas begitu saja, termasuk Orba juga menandai orang-orang yang tidak paham bahwa dirinya ikut organisasi terlarang tersebut. Pendidikan masyarakat kita di tahun 1960-an masih begitu rendah, sehingga banyak yang ikut-ikutan tanpa mengetahui tujuan di balik PKI.
Partai Komunis Indonesia sudah dibubarkan sejak tahun 1966, fakta hukumnya diperkuat dengan lahirnya TAP MPRS Nomor XXV /Tahun 1966. Dan hingga kini belum dicabut, bahkan tak perlu dicabut.
Isu PKI adalah isu usang yang hanya digembar-gemborkan untuk tujuan politik. Bahkan apa yang dituju bukanlah yang sebenarnya. Masyarakat sudah cenderung dibuat salah kaprah. Namun, begitulah cara berpolitik politisi kita, maunya gampang.
Apa yang dilakukan rezim Orde Baru kepada Presiden RI Pertama Sukarno, dengan perlakukan yang tidak manusiawi setelah digulingkan, merupakan tindakan yang juga dilakukan kepada mereka yang dianggap terlibat dengan PKI. Oleh karena itu, wacana yang dikembangkan saat itu juga masih menurun hingga saat ini. Apa itu?
Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang didirikan Sukarno yang kemudian di masa Presiden Suharto disederhanakan (fusi) dengan beberapa partai lain menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), yang kini berubah menjadi PDI Perjuangan. Ada semacam kesan yang terus dipelihara bahwa PKI bersemayam di partai pimpinan Megawati Sukarnoputri ini. Sebuah cara berpikir yang tidak bernalar dan cenderung ada kepentingan politik tertentu.
Apakah kita lupa, jika PKI sudah dinyatakan sebagai partai terlarang sejak tahun 1966. Dan, semua pimpinan dan pengurus, bahkan simpatisan, serta orang-orang yang tidak paham sekalipun ikut mendapatkan sanksi dari Pemerintahan Suharto ketika itu. Bahkan, sanksi itu juga dialami Presiden Sukarno. Sedangkan PPP, PDI, dan Golkar baru dibentuk oleh Suharto sejak 1973.
Mungkin ketika itu, Orde Baru menilai Sukarno terlibat, karena dia tak mau membubarkan PKI. Tentu saja anggapan itu tak sepenuhnya benar. Sukarno adalah pendiri bangsa, dan dialah proklamator kita. Ada gagasan besar di dalam dirinya untuk menyatukan kekuatan yang ada di Indonesia, yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom). Memang nyatanya ide Nasakom itu tak berhasil, karena komunis menginginkan lebih, bahkan mau menguasai negara ini.
Ide Sukarno tersebut juga mungkin diterapkan oleh Presiden Suharto, yaitu dengan penyederhanaan partai-partai yang ada menjadi dua partai (PPP dan PDI) dan satu Golongan Karya. Kita bisa melihat hingga saat ini, berhasilkah ide Suharto itu? Nyatanya saat ini, partai-partai sudah lebih dari 3 partai.
Untuk diketahui, Sukarno pernah menghukum dua sahabatnya, yaitu Muso dan Karto Suwiryo. Dua sahabatnya itu dianggap telah melakukan sebuah pemberontakan kepada negara. Muso yang melakukan pemberontakan PKI di Madiun, sedangkan Karto Suwiryo adalah dalang dari pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia(DI/TII).
Bagi penulis, ajakan menonton film G30 S PKI boleh-boleh saja, asal dilengkapi juga dengan pengetahuan dan pemahaman sejarah yang baik. Sejarah yang sebenarnya, bukan sejarah yang dibuat oleh penguasa. Dan,kita menolak kekerasan dalam bentuk apapun, siapa pun yang melakukannya, baik yang berpaham komunis maupun yang berpaham agama sekalipun.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews