Gubernur Soekarwo Lantik Sekdaprov yang Diduga "Terlibat" Korupsi

Selasa, 25 September 2018 | 21:46 WIB
0
744
Gubernur Soekarwo Lantik Sekdaprov yang Diduga "Terlibat" Korupsi

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Jawa Timur Heru Tjahjono yang diduga juga terlibat korupsi itu, akhirnya dilantik Gubernur Soekarwo sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim, Selasa (25/9/2018).

“Atas nama Presiden, saya melantik saudara untuk jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur. Saya percaya saudara akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, penuh rasa tanggung jawab dan senantiasa menjaga integritas,” kata Gubernur Soekarwo seperti dikutip Jatimprov.go.id, Selasa (25/9/2018).

Sesuai dengan amanat UU 23 Tahun 2014, jabatan Sekdaprov merupakan Sekdaprov Jatim sekaligus sekretaris Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah. Salah satu fungsi dasarnya adalah melakukan koordinasi dengan seluruh jajaran agar terjalin sinergitas antar lembaga.

“Komunikasi dan sinergi sangat penting terutama dengan stakeholder terkait seperti DPRD Jatim. Semoga selalu amanah, tanggung Jawab dan memiliki komitmen yang tinggi sehingga mampu memberikan kontribusi untuk kemajuan Jatim di masa yang akan datang,” terangnya.

Heru menggantikan posisi Jumadi sebagai Penjabat (Pj) Sekdaprov Jatim yang dilantik Rabu (18/7/2018). Saat melantik Jumadi, Gubernur Soekarwo berjanji, sebelum 12 Agustus 2018, Sekdaprov yang baru sudah harus dilantik.

Janji yang diucapkannya ketika melantik Kepala BPKAD Jumadi sebagai Pj Sekdaprov itu, karena waktu yang mendesak untuk melakukan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK). Ia menggantikan Akhmad Sukardi yang memasuki masa pensiun.

Sebelum dilantik Gubernur Jatim, Jumadi adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim. Pelantikan didasarkan SK Gubernur Jatim Nomor 821.2/1066/204/2018 pada 17 Juli 2018.

Mengutip Jatimprov.go.id, Rabu (18/7/2018), saat itu merupakan masa-masa yang mendesak dalam pelaksanaan anggaran, ditambah gubernur tidak bisa merangkap jabatan sebagai tim anggaran.

Gubernur Soekarwo memberi alasan melantik Pj, bukan Plt (Pelaksana Tugas). “Kenapa Pj bukan Plt, karena Pj ini seperti sekda definitif sehingga bisa mengambil keputusan terutama terkait anggaran,” katanya.

Sekdaprov Jatim sebelumnya, Akhmad Sukardi, telah berakhir masa jabatannya, dan dilantik oleh Gubernur Jatim sebagai widyaiswara utama pada 12 Juli lalu. Saat ini merupakan waktu mendesak untuk melakukan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK).

Dan, sudah dalam posisi penyampaian anggaran murni kepada DPRD, tinggal mengisi KUA-PPAS. Dalam KUA-PPAS ini nantinya sudah harus mencantumkan subyek dan obyeknya dengan jumlah dan besaran program tersebut.

Apalagi, di Jatim sudah dilaksanakan e-new budgeting. Menurutnya, dilantiknya Jumadi sebagai Pj Sekdaprov Jatim ini karena yang bersangkutan dinilai bisa melaksanakan tugas sebagai Pj Sekda yang tugasnya sama dengan sekda definitif.

Diantaranya sebagai penanggungjawab perumusan kebijakan pembangunan bersama DPRD, sampai dengan sekda yang baru terpilih. Syarat lainnya, yang bersangkutan selama satu tahun ke depan tidak dalam masa pensiun.

“Insya Allah sebelum tanggal 12 Agustus (2018) besok Sekda yang baru sudah harus dilantik, sebagai batas 6 bulan sebelum saya berhenti menjadi gubernur,” begitu janji Soekarwo saat pelantikan tersebut.

Perlu dicatat, jabatan Soekarwo akan lepas pada 12 Februari 2019. Gubenur Soekarwo dan Wagub Saifullah Yusuf akan menyerahkannya kepada Gubernur Terpilih Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Terpilih Emil Elestianto Dardak.

Pengangkatan Jumadi sebagai Pj Sekdaprov Jatim ini dilakukan setelah sebelumnya, dalam dua kali pengajuan ke Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dua bakal calon Pj Sekdaprov Jatim yang diajukan Gubernur Jatim Soekarwo ditolak Mendagri.

Kabarnya, saat itu Gubernur mengajukan Asisten II Sekdaprov Jatim Fattah Jasin dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Heru Tjahjono. Kedua pejabat ini dikabarkan termasuk diantara lima pejabat bakal calon pengganti Sekdaprov Akhmad Sukardi.

Pengangkatan Pj diatur dalam Peraturan Presdien Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah. Perpres ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2018, dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 6 Februari 2018 itu.

Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengangkat Pj Sekdaprov untuk melaksanakan tugas sekdaprov setelah mendapat persetujuan menteri yang menyeleranggakan urusan pemerintahan dalam negeri.

“Masa jabatan penjabat sekretaris daerah sebagaimana dimaksud paling lama 6 (enam) bulan dalam hal sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal terjadi kekosongan sekretaris daerah,” bunyi Pasal 5 ayat (3) Perpres ini.

Sementara dalam hal Menteri menolak, gubernur menyampaikan usulan baru Pj sekda paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat penolakan Menteri. Kabarnya, setelah dua kali ditolak Mendagri Tjahjo Kumolo, Gubernur Soekarwo langsung melantik Jumadi.

Adakah penunjukan Jumadi ini hanya untuk “mensinkronkan” berbagai laporan keuangan di Pemprov Jatim? Pasalnya, Gubernur Soekarwo memilih Jumadi sebagai Pj Sekdaprov Jatim yang seharusnya bertugas sekitar tiga minggu saja.

Apalagi, pengalaman Jumadi sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim, memahami betul tugasnya dalam pengelolaan keuangan, termasuk dalam pengelolaan aset daerah yang dimiliki Pemprov Jatim.

Kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) yang diusut Kejati Jatim sejak 2015 lalu telah merepotkan Gubernur Soekarwo. Soekarwo juga diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Sekdaprov Jatim pada Oktober 2016.

Setelah “menyelesaikan” tugas yang diberikan oleh Gubernur Soekarwo, Jumadi akhirnya, Selasa (25/9/2018) melepas jabatannya sebagai Pj Sekdaprov Jatim dan menyerahkannya kepada Heru Tjahjono yang dilantik sebagai Sekdaprov Jatim.

Pelantikan Kadis Kelautan Perikanan dan Perikanan sebagai Sekdaprov Jatim dihadiri oleh perwakilan pejabat Kemen PAN-RB, Badan Kepegawaian Nasional, pejabat Forkompimda Jatim, para pejabat di lingkungan Pemprov Jatim.

Soekarwo mengatakan, untuk mengisi jabatan Sekdaprov, Pemprov Jatim telah melakukan seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi madya mulai 1 Juli 2018. “Dari seleksi tersebut diperoleh satu keputusan, yaitu Heru Tjahjono,” katanya.

Mantan Bupati Tulungagung 2 periode ini dipilih dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu hasil seleksi dan rekam jejak jabatan dari Tim Penilai Akhir (TPA) Pusat dan Kemenenterian Dalam Negeri dan Sekretaris Kabinet,” ungkapnya, seperti dilansir TribunJatim.com.

Rekam jejak seorang pejabat merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur integritas seseorang. Jadi, “Untuk menanggulangi kasus seperti di DPRD Kota Malang yang dari 45 anggota Dewan, 41 orang ditangkap, maka rekam jejak itu menjadi penilaian.”

Integritas tidak bisa dikontrol dengan sistem pelayanan publik atau diukur dengan laporan Standar Pelayanan minimal (SPM). “Makanya harus rekam jejak, saya rasa ini juga dilakukan di Uni Eropa untuk kelompok jabatan. Bobot bibit bebetnya di cek dulu,” tegasnya.

Jejak Digital

Namun, ternyata “rekam jejak” digital Heru tidak seperti yang dinyatakan Soekarwo. Heru juga pernah diperiksa oleh KPK terkait suap ke DPRD Jatim. Ia diperiksa oleh KPK terkait kasus korupsi Ketua Komisi B DPRD Jatim Mochamad Basuki, tersangka KPK. Tak hanya itu.

Sebelumnya, berdasarkan SPDP bernomor B/121/VII/2017/Satreskrim Polres Tanjung Perak, Kota Surabaya, Heru juga sempat ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga menyewakan lahan milik orang lain ke puluhan warga di kawasan Jalan Tambak Asri senilai Rp 6 juta/bulan.

“SPDP atas nama Heru Tjahjono kami terima Kamis, 20 Juli 2017 lalu,” tutur Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Tanjung Perak Lingga Nuarie SH, seperti dilansir media online. Ini merupakan pengembangan dari hasil penyidikan tersangka lain.

Yakni, tersangka Suharto alias Pak Dos, Jaminudin Faqih dkk yang saat ini perkaranya sudah di P21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Saat masih menjabat sebagai Bupati Tulungagung selama 2 periode (2003- 2013) juga terjerat hukum.

Ketika periode kedua menjabat, Tulungagung mendapat kucuran dana stimulus infrastruktur daerah dari Pemerintah Pusat untuk Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp 20,4 miliar, TA 2010 Rp 20,8 miliar, jadi total dalam dua TA mencapai Rp 41,2 miliar.

Seharusnya Heru Tjahjono bertanggung jawab atas penggunaan Dana Stimulus Infrastruktur Daerah, karena pada saat itu dia menjabat Bupati Tulungagung. Akibat korupsi dana stimulus infrastruktut daerah ini sudah ada 13 orang yang masuk penjara.

Yaitu Ir. Agus Wahyudi yang saat itu menjabat Kepala Dinas PU Binamarga dan Cipta Karya Kabupaten Tulungagung beserta 4 orang pejabat di bawahnya saat ini juga sudah mendekam di penjara. Tapi, Heru Tjahjono ketika itu tak tersentuh hukum.

Modus yang dilakukan adalah mereka hanya melelang 30% dari keseluruhan dana stimulus infrastruktur daerah yang diterima Kabupaten Tulungagung, sedangkan 70% dana itu sama sekali tak digunakan dan masuk ke rekening beberapa terpidana.

Dari rekening terpidana itu, disinyalir juga masuk ke kantong pribadi Heru Tjahjono beserta kroninya. Terkait laporan pertanggungjawaban dalam keuangan direkayasa sedemikian rupa dengan melaporkan banyak paket pekerjaan yang telah dikerjakan pada TA 2007 dan 2008.

Nilai kerugian negara atas korupsi ini sekitar Rp 28,84 miliar. Namun, Polda Jatim sepertinya “tidak mampu” menjerat Heru Tjahjono sebelum menjabat Kadis Perikanan dan Kelautan Provinsi Jatim ini menjadi Staf Ahli Gubernur Soekarwo.

Dan kini, selain menjadi Sekdaprov Jatim, Heru akan merangkap jabatan sebagai Sekretaris Gubernur Jatim. “Sekretaris Daerah merangkap sebagai Sekretaris Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat,” tegas Soekarwo.

Adakah jabatan baru sebagai “Sekretaris Gubernur Jatim” itu sengaja dipersiapkan Soekarwo untuk “memantau” aktivitas Gubernur Jatim Terpilih Khofifah Indar Parawansa yang bakal dilantik menggantikan Soekarwo?

***