Justru di Amerika. Minggu lalu. Saya baru tahu. Di Indonesia ada gereja bernama ini: Abbalove.
Saya tidak menyangka. Akan semeja di restoran Italia. Di Houston, Amerika. Makan malam bersama. Dengan wanita muda. Cantik pula. Elizabeth namanya.
Dia wanita Indonesia. Tinggal di Houston sudah lama. Kelahiran Mamassa. Di pedalaman Sulawesi sana.
Dia pastor. Baru 1,5 tahun terakhir ini. Pastor di Amerika.
”Gerejanya apa?” tanya saya.
”✺*@눈_눈,” jawabnya.
Dengan suara yang jelas.
Saya menelengkan telinga. Merasa tidak mendengar apa-apa.
Belum pernah saya mendengar deretan huruf itu. Belum pernah mendengar ada gereja bernama seperti yang diucapkannya.
Padahal, rasanya, saya begitu banyak punya teman dari gereja. Begitu sering datang ke perayaan Natal mereka.
”Ejaannya gimana?” tanya saya.
”Belum pernah dengar ya?” tanyanya balik.
”Maafkan. Belum pernah,” jawab saya.
Wanita itu mengeja. Dua kali. Ternyata bunyinya ini: Abbalove.
Dari kata Abba dan Love.
Abba berasal dari bahasa Ibrani. Lebih tepatnya dari bahasa Aramaic. Satu bahasa yang digunakan dalam pergaulan Yesus. Saat kecil. Itu menurut Elizabeth.
Dalam bahasa Arab abba itu menjadi abah. Artinya ayah.
Penamaan Abbalove, kata Elizabeth, memang untuk mencerminkan cinta sesosok bapak. Yesus. Pada anaknya sendiri. Bukan sekedar cinta pada orang lain. Kasih tak terbatas. Tak bersyarat.
Gereja ini lahir di Indonesia. Di Jakarta. Yang mendirikan adalah Pastor Eddy Leo. Saat ia masih mahasiswa. Kini, 30 tahun kemudian, baru punya empat gereja. Yang di Jakarta.
Gereja kelimanya justru lahir di Amerika. Di Los Angeles. Pastornya seorang dokter. Juga asal Indonesia: Pastor Philip Adidaja.
Di Indonesia pastor identik dengan pemimpin agama Katolik. Pemimpin gereja Protestan biasa disebut pendeta.
Di Amerika sebutannya sama: Pastor.
Tidak hanya Abbalove yang masuk Amerika. Banyak juga gereja asal Indonesia. Yang ‘ekspor’ ke Amerika. Bethany, misalnya. Ada di mana-mana. Saya pernah ke yang di Philadelphia.
Banyak juga pastor kita yang khotbahnya di sana. Yang paling terkenal tentu saja: Stephen Tong. Yang dari Batu, Malang, itu.
Elizabeth dulunya pun sudah Kristen. Di gereja lain. Juga sudah jadi guru sekolah Minggu. Saat tinggal di Balikpapan.
Di kota minyak itu pula Elizabeth ketemu masa depannya. Pemuda bule. Asal Amerika. Dari Texas. Bekerja di perusahaan minyak. Yang sekarang menjadi suaminya. Yang memberinya dua anak.
Rumah mertua Elizabeth tidak jauh dari rumahnya di Houston sekarang.
Pastor Abbalove yang dokter Los Angeles itulah. Yang membuat Elizabeth pindah gereja. Menjadi pengikut Abbalove. Bahkan kini jadi pastor andalnya.
Sang dokter-pastor datang ke Houston. Bertemu Elizabeth. Sekian tahun lalu. Atas rekomendasi teman Elizabeth di Kuala Lumpur. Dua hari pastor Philip tinggal di rumah Elizabeth.
Itulah awal dia jadi jemaat Abbalove.
Suaminya juga.
Kian intensif.
Naik jadi pastor.
Sang suami mendorongnya.
Kini rumah Elizabeth berdwifungsi. Merangkap jadi center Abbalove di Houston.
Belum mendirikan gereja. Baru rencana.
Sudah 60 orang yang gabung ke Abbalove. Yang sudah dibaptis 17 orang. Selebihnya sudah dibaptis di gereja asal mereka.
Pembaptisan itu dilakukan di kamar mandi. Di rumah Elizabeth. Yang diubah jadi tempat pembaptisan. Menggunakan bath tub yang ada.
Di Abbalove pembaptisan memang harus menyeluruh. Seluruh badan. Harus basah. Sampai kepala. Harus dimasukkan ke dalam air. Seluruh badan. Elizabeth sendiri yang membaptis.
Setelah didoakan, yang dibaptis masuk bath tub. Yang sudah diisi air. Penuh. Dengan pakaian komplit. Pakaian biasa. Duduk di dalam bath tub. Tinggal leher dan kepalanya yang masih di atas air.
Lalu tangan kiri Elizabeth memegang bagian belakang kepala sang jemaat. Tangan kanan menjepit hidung sang jemaat. Dengan jarinya. Memasukkan kepala sang jemaat ke dalam air. Sekejap. Selesai.
Keluarga yang dibaptis menyaksikan. Demikian juga jemaat yang lain. Ikut memberi doa. Memberi tepuk tangan. Ketika permandian selesai.
”Di Jakarta permandian dilakukan di kolam renang,” ujar Elizabeth. ”Yang dibaptis banyak,” katanya.
Hampir tiap hari rumah Elizabeth ramai. Banyak jemaat yang datang. Untuk 101. One on One. Curhat. Dan saling curhat.
Hubungan antar jemaat dibuat akrab. Kekeluargaan. Ada sistem cell. Satu cell enam keluarga. Jemaat dari luar kota dianjurkan bermalam di rumah jemaat Abbalove setempat. Jangan di hotel. Harus dianggap satu keluarga.
Kebaktian tiap Minggu pun tidak disebut kebaktian. Tapi perayaan. Bersenang-senang. Karena Tuhan hadir bersama mereka.
Itu juga yang terjadi di Jakarta. Di gereja lain. Yang lagi hit saat ini. Di kalangan anak muda. Gereja JPCC. Jakarta Praise Community Church.
Perayaannya di mall. Penuh sesak. Tiga session sehari.
Benar-benar seperti perayaan. Musik mendominasi. Dengan lagu-lagu gembira. Meriah. Dengan sound system yang hingar bingar. Lagu keagamaan.
Tuhan hadir bersama mereka. Saya ikut di dalamnya. Dua bulan lalu. Ikut melihat kegembiraan itu.
Orang Indonesia memang sangat beragama. Yang Islam sangat menonjol semangat ibadahnya. Yang Kristen sangat aktif kegiatannya. Yang Budha saya tahu sekali: juga luar biasa. Yang Hindu sangat mendominasi Bali. Sampai dengan budayanya. Yang Konghucu seperti bangkit sejak dibebaskannya.
Indonesia mungkin negara paling religius di dunia.
***
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews